BAB 8

6 bulan kemudian...

Masalah perusahaan akhirnya bisa teratasi dengan baik. Rafael mulai bisa meluangkan waktunya untuk keluarga kecilnya. Bahkan pertemuannya dengan Gloria di Australia pun tidak ada yang tahu hingga sampai saat ini masih dalam kondisi aman.

Hubungan rumah tangganya semakin membaik seperti sediakala, Rafael mulai mengerti dan bisa mengendalikan kecemburuannya terhadap teman pria Delia. Delia juga mendapatkan izin untuk magang di perusahaan milik ayah Daniel.

Keduanya berharap tidak ada lagi masalah dalam rumah tangga mereka. Kerikil-kerikil kecil dalam rumah tangga memang sudah biasa, namun mereka berharap bisa menyelesaikan semua itu dengan kepala dingin.

Di akhir pekan, Rafael mengajak keluarganya untuk berekreasi. Bukan hanya anak dan istrinya saja, namun Hartanto, Helena, Derry dan Emili pun ikut bersama mereka. Kedua orang tua Delia cukup lama berada di Jakarta, dan akhirnya keduanya sepakat untuk tetap tinggal bersama mereka membuat Rafael dan Delia sangat senang mendengarnya.

Delia masuk ke dalam kamar anak anaknya, keduanya sedang bersiap-siap bersama pelayan.

"Apa kalian sudah siap liburan hari ini?" tanya Delia.

"I'm ready mam," jawab Bastian.

"Itin uja," sahut Cristina membuat Delia terkekeh geli.

"Baiklah, jika sudah siap, ayo kita keluar menemui yang lain," ajak Delia.

"Yeeee..." teriak kedua anaknya kegirangan.

Delia tersenyum lebar seraya membawa keduanya ke ruang keluarga. Tentu saja Rafael, kedua orang tua dan mertuanya sudah siap di sana.

"Ya Tuhan... cucu cucuku sangat cantik dan tampan," ucap Emili.

"Terima kasih, nenek..." jawab Bastian.

"Eits... mereka juga cucu kami," sahut Helena membuat semuanya tertawa.

"Siap berangkat?" tanya Rafael.

"Siap...!!!" teriak Bastian dan Cristina.

Mereka tergelak melihat kebahagiaan keduanya. Rafael pun mengajak mereka keluar dari rumah menuju mobilnya.

Rafael membawa keluarga besarnya dalam satu mobil, sedangkan pak Didi membawa satu pelayan dan dua pengasuhnya untuk ikut menjaga anak anak mereka nanti.

Tujuan mereka ternyata ke tempat bermain terkenal di kota Jakarta. Sesampainya di sana, Bastian dan Cristina melompat kegirangan. Keduanya langsung berlari masuk seraya diikuti pelayan dan pengasuhnya.

"Ya Tuhan... mereka senang sekali. Aku menyesal karena tak punya waktu mengajak mereka bermain sebelumnya," ucap Rafael.

"Aku pun merasa bersalah," sahut Delia.

"Berhentilah menyalahkan diri kalian, mereka sangat paham kesibukan orang tuanya. Dan kalian apa lupa, masih ada kami yang bergantian merawat mereka," ucap Helena.

"Terima kasih ma," jawab Delia.

"Ini bukan saatnya berbicara yang menyedihkan nak. Kita harus bersenang-senang agar mereka juga senang," kata Emili.

"Benar kata ibu, ayo kita masuk," kata Rafael seraya memeluk pundak Delia.

Mereka pun masuk ke dalam taman bermain tersebut. Helena dan Emili menemani Bastian dan Cristina yang minta ke kolam renang. Sedangkan Hartanto dan Derry tetap bersama Rafael dan Delia di sebuah alun alun yang tak jauh dari kolam.

"Bagaimana dengan perusahaan sekarang Raf?" tanya Hartanto.

"Sudah kembali stabil pi, masalah yang ada di luar negeri mulai teratasi."

"Maaf papi sudah tidak bisa membantu lagi. Itulah mengapa papi menyerahkan perusahaan padamu."

"Seharusnya Firdaus bisa segera pulang dan mengisi jabatan CEO yang kosong."

"Ia akan kembali minggu depan."

"Benarkah? Semoga saja ia tak mengurungkan niatnya lagi," jawab Rafael.

"Papi harap juga begitu. Pak Derry, bagaimana perasaan anda setelah pindah ke Jakarta? Maaf aku jarang mengunjungi kalian karena kesehatanku yang mulai tidak baik."

"Sangat nyaman, terlebih kami senang karena kehadiran Tian dan Cristin," jawab Derry.

"Syukurlah jika demikian, semoga kita selalu sehat hingga bisa melihat cucu cucu kita dewasa."

"Amien..." jawab mereka bersamaan.

"Lebih baik aku ikut menemani anak anak," ucap Delia seraya berdiri.

"Tunggu Delia, papi ingin bicara," pinta Hartanto.

Delia pun kembali duduk, "ada apa pi?"

"Kenapa kau magang di perusahaan yang tidak dikenal oleh keluarga Widjaja? Seharusnya kau bisa magang di perusahaan firma pengacara keluarga Widjaja," ucap Hartanto.

Delia menatap Rafael, ia bingung harus menjawab apa pada mertuanya. Rafael tersenyum lebar melihat kebingungan istrinya.

"Itu perusahaan besar juga pi, aku rasa sangat bagus untuk Delia. Ia juga tak ingin keluarga Widjaja ikut campur lagi. Biarkan saja Delia mandiri pi," kata Rafael.

"Papi hanya mengkhawatirkan keselamatan Delia saja. Jika dalam pengawasan keluarga Widjaja, bukankah lebih baik."

"Delia minta maaf pi, tapi Delia benar benar ingin mandiri. Untuk kali ini saja, izinkan Delia memilih tempatnya sendiri."

Hartanto tersenyum, "aku menyesal pernah memperlakukanmu dengan tidak baik. Kau memang istri terbaik untuk Rafael. Terima kasih selalu memberi kami kebahagiaan Delia."

Delia tersenyum lebar seraya menganggukkan kepalanya. Rafael ikut tersenyum begitu juga dengan Derry yang senang jika putrinya menjadi kebanggaan keluarga mertuanya.

*****

Di tempat lain...

Seorang pria merentangkan tangannya lebar saat akhirnya bisa menghirup udara kebebasan. Sudah lebih dari 7 tahun, ia berada di dalam penjara. Karena sikapnya yang baik, ia pun bisa dibebaskan 3 tahun lebih cepat dari hukuman yang seharusnya. Pria itu adalah Bethran Markes.

"Akhirnya aku bisa bebas...!!!" teriak Bethran.

Namun tak ada satu orang pun yang menunggunya di luar. Keluarganya juga tak pernah mengunjunginya dalam penjara, bahkan segala fasilitas sudah hilang dari tangannya.

"Mereka yang membuatku seperti ini, harus menerima balasannya," gumam Bethran geram.

Sebuah mobil sport merah berhenti tepat di sampingnya, Bethran tersenyum karena mengira itu adalah Katrina.

"Kau masih ingat denganku Kate, bagaimana kau bisa tahu jika aku keluar hari ini?" ucap Bethran.

Kaca mobil diturunkan, Bethran terkejut karena di dalam mobil bukanlah Katrina, melainkan seorang pria yang tidak ia kenal.

"Tuan Dowell ingin bertemu, anda masuklah ke mobil," ucap pria itu.

"Tuan Dowell? Bukankah maksud pria ini adalah ayah Katrina. Kenapa ia ingin bertemu denganku? Apa ia masih menyalahkan aku karena mengajak putrinya bekerjasama untuk menculik orang tua Delia?" pikir Bethran.

Bethran ragu, namun ia tidak punya pilihan lagi. Seketika pria itu pun masuk ke dalam mobil tersebut. Ia benar-benar dibawa oleh pria yang tak dikenal tersebut menuju rumah besar Dowell.

Sesampainya di sana, Bethran langsung dibawa masuk ke dalam rumah. Pria itu pun segera duduk di ruang tamu untuk menunggu tuan Dowell. Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki terdengar menghampirinya. Bethran beranjak dari tempat duduknya sambil menunggu sosok tersebut.

Seorang pria tua menghampirinya seraya mempersilahkan Bethran duduk.

"Kau pasti bingung karena dibawa kemari saat baru keluar dari penjara," ucap Frans Dowell.

Bethran menganggukkan kepalanya.

"Aku selalu menunggu informasi dari kepolisian tentang kapan kebebasanmu. Untuk itulah aku menyuruh sopir menunggu di sana hari ini dan membawamu kemari. Kau tak perlu takut, aku hanya ingin menyampaikan pesan terakhir dari putriku," ucap Frans.

"Pesan terakhir? Katrina sekarang tinggal di luar negeri?" tanya Bethran.

Frans Dowell muram, "lebih jauh lagi Bethran. Kate sudah tinggal di tempat yang tenang, bahkan akupun tidak bisa menemuinya sebelum ajalku datang."

Bethran mengerutkan keningnya, ia masih tidak mengerti ucapan pria yang ada di depannya tersebut. Frans tak menjelaskan lebih lanjut, ia justru menyerahkan sebuah amplop coklat pada Bethran.

"Bukalah, di sana ada jawabannya," ucap Frans.

Bethran mengambil amplop tersebut, ia melihat isinya. Di sana ada sebuah surat kepemilikan sebuah apartemen dan juga sebuah kunci.

"Apa ini om?" tanya Bethran.

Frans menghela nafasnya, "Kate sangat peduli padamu, saat ia ingin berangkat ke luar negeri, ia menyerahkan apartemennya untukmu. Ia bilang kau pasti membutuhkannya setelah keluar dari penjara. Walaupun kau tak ada hubungan dengan keluarga Dowell, dan kau juga yang telah membuat Katrina menjadi seorang penjahat, tapi aku harus tetap mengabulkan permintaannya yang terakhir. Terimalah apartemen itu, dan berubahlah menjadi orang yang lebih baik. Jangan sampai melakukan kesalahan seperti putriku, hingga akhirnya Tuhan memberinya hukuman."

"Aku tidak bisa..."

"Terima saja Bethran, aku ingin Kate tenang di sisi Tuhan," sergah Frans.

Bethran terbelalak lebar, "di sisi Tuhan, Kate... maksud om Kate sudah tiada?"

Wajah Frans kembali murung, pria tua itu menganggukkan kepalanya.

"Kate menerima hukuman atas perbuatannya. Semoga ia bisa tenang dan damai di sisi Tuhan. Kate... maafkan papa karena tak bisa menjagamu nak."

"Tidak mungkin, bagaimana Kate bisa... Jangan menakutiku om, Kate tidak mungkin sudah tiada."

Frans menarik nafas panjang, dengan sedih pria tua itu mulai menceritakan bagaimana Katrina bisa meninggal. Bethran sangat terkejut mendengarnya, pria itu bahkan tak terasa mengeluarkan air matanya. Ia tak menyangka Katrina pergi begitu cepat dan wanita itu justru masih memikirkannya dengan memberikan sebuah apartemen padanya.

*****

Happy Reading All...

Terpopuler

Comments

Rahma Leni

Rahma Leni

setali tiga uang,,,, nampaknya bethran, gloria dan firdaus akan bekerja sama.

2020-08-16

1

Herlina Lina

Herlina Lina

adik tdk tau dr

2020-08-11

1

Debby Feybe Mekutika

Debby Feybe Mekutika

hati2 ada musuh dlm selimut,..firdaus

2020-04-25

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!