BAB 2

Seminggu kemudian...

Setelah kejadian jatuhnya Cristina, membuat Delia lebih memperhatikan putra putrinya. Bahkan benar kata Rafael, Cristina pasti akan berhenti berlari karena takut jatuh lagi. Cristina memang tidak berlari-larian lagi, tapi balita itu sering melemparkan barang barang yang ada di sekitarnya membuat pengasuh kembali kerepotan.

Pengasuh Cristina sebelumnya tidak diberhentikan atas permintaan Delia. Pengasuh itu berjanji akan lebih baik dalam bekerja agar kejadian sebelumnya tidak terjadi lagi. Namun Rafael tetap memaksa untuk mencari pengasuh tambahan.

Luka di lutut Cristina memang sudah sembuh total, tinggal sedikit lagi bekas jahitan yang masih terlihat di sana. Kali ini Bastian kembali mengeluh karena barang barang miliknya dihancurkan adiknya.

"Mami... Cristin nakal...!" teriak Bastian.

Seketika Delia menghampiri mereka. Dua pengasuhnya terlihat kerepotan untuk menghentikan tingkah nakalnya. Bastian menekuk wajahnya karena robot kesayangannya dipatahkan oleh Cristina.

"Oh ya ampun Cristin. Kau menghancurkan mainan kakakmu."

"Pindem ooo..." ucap Cristina.

"Ini bukan pinjam namanya, haisssss... menyebalkan sekali," gerutu Bastian.

"Mbak, bawa Cristina keluar," pinta Delia pada pengasuhan.

"Baik nyonya," jawab pengasuh seraya mengangkat tubuh mungil Cristina.

Awalnya balita itu berontak tapi akhirnya ia menurut juga dan keluar dari kamar Bastian. Delia berjongkok di depan putranya.

"Mami akan membelikannya lagi yang baru, berhentilah cemberut seperti itu sayang."

Bastian menganggukkan kepalanya, Delia pun memeluk putranya dengan lembut.

"Kau pasti lelah menjaga adikmu, apakah mami harus mengurungkan niat untuk kuliah lagi?"

"Jangan mami, Tian sama sekali tidak lelah. Tian pasti akan menjaga Cristin dengan baik."

"Maafkan mami sayang."

"Mami tidak salah, seharusnya Tian mengalah pada Cristin."

"Ya Tuhan... kau memiliki pemikiran yang dewasa. Mami sangat menyayangimu Tian."

Bastian memeluk ibunya lebih erat, "Tian juga sangat menyayangi mami."

"Tian... apa kau tahu, nanti pasti mami akan jarang menemani kalian bermain lagi."

Bastian mengangguk.

"Apa kau tidak keberatan?"

"Tentu saja tidak, selama itu bisa membuat mami bahagia, aku akan mendukungnya."

Seketika Delia mengecup pipi putranya membuat Bastian terkekeh geli.

"Hm... kalian tidak mengajak papi tertawa," ujar Rafael masuk ke dalam kamar Bastian sambil menggendong Cristina.

Seketika Delia dan Bastian terkejut melihat kedatangan Rafael. Bastian bangun lalu memeluk ayahnya.

"Kau sudah pulang," ucap Delia.

"Ada apa sayang?"

Delia menunjukkan mainan Bastian yang hancur berantakan, "lihatlah ulah putrimu, aku berusaha menghibur putra kita."

Rafael menghela nafas panjang, "Cristin... kau nakal lagi?"

"No... papi..." jawab Cristina.

Rafael dan Delia hanya tertawa karena mereka tak mungkin memarahi putrinya.

Rafael membungkukkan tubuhnya mendekati telinga Bastian. Sontak Bastian lompat kegirangan seraya berlari keluar.

"Jangan lari Tian, kau bisa jatuh," teriak Delia, "apa yang kau bisikkan?" tanyanya pada Rafael.

Rafael menyeringai, "aku bilang ada hadiah untuknya di dalam mobil."

"Astaga, pantas saja. Kau terlalu memanjakan mereka."

"Aku juga memanjakanmu sayang," ucap Rafael seraya mengambil sebuah kotak perhiasan dari saku celananya, "bukalah..."

"Lagi? Toko perhiasan bisa pindah ke rumah ini jika kau terus melakukannya."

"Bukalah..."

Delia pun membuka kotak tersebut, wanita itu terbelalak lebar saat melihat sebuah kunci mobil di dalamnya.

"Kau mulai kuliah besok, kau harus membawa mobil sendiri," ucap Rafael.

Sontak Delia tertawa, "kau ingin aku kuliah atau menabrak orang Raf. Aku masih belum mahir mengemudi."

Rafael ikut tertawa, "ambil hadiahnya dulu, jika ada waktu luang belajarlah mengemudi."

"Kau tidak bisa mengantar jemputku ya?"

"Bukannya aku tak ingin sayang, kau kan tahu pekerjaanku sekarang bagaimana. Aku juga sering ke luar negeri. Aku tak ingin kau naik kendaraan umum, kau bisa bawa mobil sendiri."

"Aku bisa meminta sopir untuk mengantar jemputku. Aku benar benar tidak nyaman mengendarai mobil sendiri."

"Jadilah istri Rafael Widjaja yang memakai fasilitas yang ada. Kau terlalu hidup sederhana sebagai nyonya muda Widjaja."

Delia tak bisa berdebat lagi dengan suaminya, Bastian kembali dengan membawa beberapa kantong plastik yang berisi mainan.

"Cristin... ini milikmu," ucap Bastian.

Rafael menurunkan Cristina dari gendongannya, kedua anak mereka langsung membongkar isi mainan itu dengan senang. Keduanya kembali bermain bersama, sedangkan Rafael dan Delia meninggalkan mereka di kamarnya sambil menyuruh pengasuhnya kembali menjaga mereka.

Delia pun bersama Rafael keluar rumah untuk melihat mobil baru yang dihadiahkan untuk Delia. Tapi akhirnya Delia tetap menolaknya, ia tak suka membayangkan mengendarai mobil di tengah kemacetan jalanan ibukota. Dengan perdebatan yang cukup lama, Rafael tetap kalah dari istrinya. Walaupun Delia tak ingin mengendarai mobilnya sendiri, tapi mobil tersebut tetap menjadi hadiah untuk Delia. Rafael berharap suatu saat istrinya mau mengendarainya.

*****

Malam semakin larut, akhirnya kedua anak mereka tertidur. Delia kembali ke kamarnya dan mendapati suaminya justru masih sibuk dengan laptopnya.

"Tak bisakah kau berhenti jika sudah sampai di rumah?" tanya Delia.

Rafael mendongakkan kepalanya, "sebentar lagi sayang."

Delia menghela nafasnya, "terus saja seperti itu dan jangan pedulikan aku," gerutunya.

Rafael menutup laptopnya, pria itu pun beranjak dari tempat duduknya seraya menghampiri istrinya.

"Jangan marah, tapi masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan sayang."

"Lanjutkan saja, aku ingin tidur."

Seketika Rafael memeluk istrinya dari belakang.

"Aku minta maaf, apa kau benar benar sudah siap kuliah besok?" tanya Rafael mengalihkan pembicaraan.

Delia menganggukkan kepalanya, "aku akan memulai dari semester kedua."

"Jangan memaksakan diri jika kau lelah."

"Saat sudah ingin mulai, aku justru semakin berat meninggalkan anak anak. Akankah mereka baik baik saja?"

"Bukankah kau yang bilang kalau ada papi dan mama yang akan menjaga mereka juga."

"Mungkin pikiranku terlalu berlebihan."

Rafael membalikkan tubuh Delia, "sayang, kemungkinan aku juga akan sering meninggalkan anak anak. Aku akan mengurus properti di luar negeri, dan itu mengharuskan aku untuk pergi."

"Mengapa kau baru mengatakannya sekarang?"

"Apa bedanya?"

"Jika kau mengatakannya sebelum aku daftar kuliah lagi, aku mungkin akan mengurungkan niatku untuk..."

"Itulah kenapa aku tak mengatakannya lebih awal, karena kau pasti berpikir untuk mengalah. Tetaplah lanjutkan yang sudah kita rencanakan," sergah Rafael, "Delia, lusa aku akan berangkat ke China, tapi aku tak tahu harus berapa lama di sana," imbuhnya.

Seketika Delia melepaskan dirinya, "kau bahkan ingin meninggalkan kami secepat itu."

"Ada sedikit masalah, seharusnya aku pergi bulan depan. Tolong mengertilah sayang..."

Delia beranjak dari sana, seketika Rafael menahan tangannya. Delia dengan kesal menepiskan tangan suaminya.

"Kau berubah, kau tidak mengutamakan aku lagi. Jika kita sama sama sibuk, bagaimana dengan anak kita. Kau membuatku semakin merasa bersalah," ujar Delia kesal.

"Justru aku seperti ini karena mengutamakanmu di atas segalanya. Aku tak ingin..."

"Kau kembali egois, kau bersikap arogan hingga mengambil keputusan yang menurutmu benar," sergah Delia.

"Delia... bukan seperti itu."

"Berhentilah, aku tidak ingin berdebat lagi."

Delia pun naik ke atas ranjangnya. Rafael menarik nafasnya dalam-dalam, pria itu membuka kemejanya lalu menggantinya dengan piyama tidurnya. Pria itu tak bisa melanjutkan pekerjaannya sebelum bisa merayu istrinya yang sedang marah.

Rafael ikut naik ke atas ranjang, pria itu langsung memeluk Delia dari belakang.

"Maaf..." ucap Rafael.

Delia terus bergeming.

Rafael justru menyingkirkan rambut istrinya lalu mulai menelusuri lehernya dengan bibir. Bulu kuduk Delia mulai meremang mendapat sentuhan itu.

"Istriku, maaf..."

Delia masih bergeming. Rafael tak bisa menahan dirinya lagi, pria itu sontak membalikkan tubuh Delia dan langsung menghujani kecupan demi kecupan di wajahnya. Hasr@t mereka kembali tersulut, dan malam yang panas pun kembali dilakukan bersama. Rafael tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membujuk istrinya dan justru mendapatkan bonus yang memuaskan hasr@tnya.

*****

Keesokan harinya...

Delia bersiap-siap untuk kuliah, namun wanita itu menggerutu karena lehernya dipenuhi bekas percint@an mereka semalam. Rafael justru terkekeh geli membuat Delia semakin kesal. Delia membubuhku bedak untuk menutupinya, lalu ia mencari pakaian berkerah sanghai.

Setelah keduanya selesai bersiap-siap, keduanya segera menuju ruang makan. Bastian ternyata sudah berangkat lebih dulu ke sekolahnya, sedangkan Cristina masih tidur di kamarnya.

"Aku akan mengantarmu ke kampus, tapi kau pulang dengan sopir nanti," kata Rafael.

"Bukankah kau ada rapat pagi ini, nanti kau bisa terlambat."

"Tidak apa-apa, aku sudah menyuruh Jodhi untuk menundanya sampai aku tiba."

"Aku jadi takut, karena sudah tak ada sahabatku lagi. Aku tak yakin bisa mendapatkan teman di kampus."

"Kau pasti bisa segera mendapatkan teman di sana, kau masih cantik seperti dulu. Kau tidak terlihat seperti ibu beranak dua sayang. Tapi kau harus tetap bisa memilih teman, bagaimanapun kau adalah istri Rafael Widjaja."

"Iya, kau cerewet sekali suamiku."

"Aku hanya tak ingin kau terluka sayang. Baiklah, ayo kita berangkat," ajak Rafael.

Delia menganggukkan kepalanya, mereka pun segera berangkat menuju kampus Delia. Sesampainya di kampus, Rafael mencium kening istrinya.

"Kabari aku jika sudah selesai, jika aku bisa akan menjemputmu. Jika tidak, tunggulah sampai sopir tiba."

"Tentu suamiku, kau berhati-hatilah saat menuju perusahaan."

Delia pun keluar dari mobilnya seraya menuju ke ruang kelasnya.

*****

Universitas yang sudah lama tidak ia datangi akhirnya ada di depannya. Delia pun segera masuk ke ruang kelas yang sempat ia tinggalkan sebelumnya. Terasa asing karena ruangan itu tentu saja sudah berubah.

Delia menatap teman teman sekelasnya, tak ada satupun yang ia kenali. Wanita itu sontak duduk di kursi paling ujung, ia membuka bukunya dan tak memperhatikan sekelilingnya sambil menunggu dosen datang.

"Hai... Bolehkah aku duduk di sebelahmu?" tanya seorang pria.

Delia mendongakkan kepalanya dan melihat seorang pria tampan berdiri di sampingnya.

"Duduk saja," jawab Delia datar lalu kembali membaca bukunya.

Pria itu pun duduk di samping Delia, "aku tidak pernah melihatmu sebelumnya, apa kau mahasiswi baru?"

Delia menganggukkan kepalanya.

"Aku Daniel, siapa namamu?"

"Aku Delia, ibu dari dua orang anak," celetuknya.

Daniel terkekeh, "kau sedang berbohong ya, mana mungkin wanita cantik sepertimu sudah berkeluarga."

Delia menutup bukunya, "nama suamiku Rafael Widjaja, seharusnya kau tahu siapa pria itu. Jika kau semakin penasaran, kau bisa membuka majalah atau berita di internet tentang kami."

Daniel justru tertawa semakin keras, "entah kenapa aku sangat suka wanita yang jujur dan berterus terang sepertimu. Semoga kita bisa berteman Delia," katanya sambil mengulurkan tangannya.

Delia menatap tangan Daniel.

"Apa aku bisa berteman dengan seorang pria? Jika Rafael tahu, ia pasti akan marah besar. Tapi untuk saat ini aku masih belum memiliki teman," pikir Delia.

Delia pun akhirnya menyambut uluran tangan Daniel. Pria itu ingin mengajak Delia berbicara lagi, tapi dosen justru masuk ke kelas. Sontak mereka terdiam dan mulai mengikuti materi yang diajarkan tersebut. Tapi Daniel lebih suka menatap wajah cantik Delia dari pada papan yang ada di depan.

"Bisakah kau memperhatikan dosennya Daniel?" celetuk Delia.

Daniel menahan tawanya, "aku kira kau tak tahu sedang aku perhatikan, aku hanya heran bagaimana bisa wanita cantik sepertimu sudah memiliki dua orang anak. Suamimu benar benar sangat beruntung," bisiknya.

"Jika kau terus menggangguku, lebih baik kau pindah tempat duduk saja."

Daniel tertawa, ia lupa jika dosen masih ada.

"Hei... kau... Daniel... jika tidak mau mengikuti materiku, silahkan keluar," teriak dosen.

Sontak Delia tertawa karena Daniel dimarahi oleh dosen.

Daniel memperhatikan wajah Delia saat tertawa, pria itu terkejut karena Delia semakin cantik.

"Ya Tuhan pak, bagaimana mungkin aku keluar kelas jika ada bidadari di sampingku," jawab Daniel.

Sontak semua yang ada di kelas tersebut tertawa dengan keras membuat dosen menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Berhentilah bercanda Daniel, kau bisa benar benar diusir dari kelas," bisik Delia.

"Aku tak kuat melihat wajahmu saat tertawa, jadi berhentilah melakukannya atau aku akan menciummu."

Seketika Delia menginjak kaki Daniel.

"Kau akan mati jika berani menyentuhku," ancam Delia.

"Aku rela mati jika yang membunuhku wanita cantik sepertimu."

Delia hanya menghela nafas panjang, ia tak ingin menanggapi ucapan Daniel lagi dari pada benar benar membuat dosen marah. Jam kuliah pun akhirnya selesai, Daniel sontak langsung mengajak Delia makan.

"Ayo kita makan Del," ajak Daniel.

"Tidak, terima kasih," jawab Delia.

"Oh ayolah, tadi aku bercanda agar kita semakin akrab. Kita bisa jadi teman kan?" tanya Daniel.

"Aku akan mempertimbangkannya."

"Galak sekali, tapi aku benar benar hanya bercanda tadi. Aku memang suka sekali menggoda teman temanku, memang seperti inilah aku."

"Oh."

Hanya itulah jawaban Delia membuat Daniel semakin penasaran.

"Kita berteman?" tanya Daniel.

"Ya Tuhan... ia cerewet sekali. Jika aku menolaknya, pasti ia terus merengek seperti ini," pikir Delia.

"Baiklah kita berteman, tapi aku tak ingin makan. Jadi pergilah sendiri," jawab Delia.

"Kali ini aku tidak akan memaksamu, tapi selanjutnya karena kita sudah menjadi teman, kau harus ikut aku."

Delia menghela nafas panjang, ia pun menganggukkan kepalanya.

*****

Kuliah hari ini pun selesai, Delia segera menghubungi Rafael tapi suaminya tak mengangkat teleponnya. Wanita itu segera menghubungi sopir, ternyata sopirnya sedang menjemput Bastian dan Cristina di rumah besar Widjaja.

Terpaksa Delia menunggu taksi di sana, namun sebuah mobil mewah berwarna putih mendekatinya. Kaca mobil dibuka dan sosok Daniel lah yang ada di sana.

"Kau mau pulang Del? Bagaimana jika aku antar," ujar Daniel.

"Tidak terima kasih Dan."

"Kau menunggu jemputan?"

"Aku menunggu taksi."

"Taksi di jam seperti ini sangat sulit, karena banyak yang memesannya. Ayolah, biar aku antar saja."

"Hm... baiklah..."

Delia pun masuk ke dalam mobil Daniel, keduanya segera meninggalkan kampus mereka.

 

*****

Happy Reading All...

Terpopuler

Comments

Wirda Lubis

Wirda Lubis

Delia mau di ajak daniel

2022-12-28

0

Mhila Amhilawhaty

Mhila Amhilawhaty

kelakuan Delia murahan juga,marah sm suami nya ndk sadar ap kelakuan anya

2022-03-21

0

Rika Martini

Rika Martini

wah wah hati hati itu

2021-07-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!