Suamiku Tajir & Arogan (Season 2)

Suamiku Tajir & Arogan (Season 2)

BAB 1

Cristina Widjaja sudah berusia 3 tahun, balita tersebut begitu aktif. Ia sangat senang berlari kesana-kemari dan menghancurkan barang-barang yang ada di sekitarnya.

Bastian yang lebih dewasa dari usianya sangat kelelahan saat menjaga adiknya yang terus berlarian.

"Stop Cristin... jangan lari lagi...!!" teriak Bastian sambil mengejar adiknya.

Cristina justru berlari semakin kencang sambil.mengejek kakaknya.

"Cristin... stop it," teriak Bastian makin kesal.

Kali ini Cristina justru berlari ke arah halaman rumah mereka. Balita tersebut menjulurkan lidahnya pada kakaknya.

"ancap... ancap... acu..." teriak Cristin yang masih belum berbicara dengan lancar.

Bastian menghela nafas panjang, alih-alih berhenti justru adiknya minta di tangkap.

"Jika kau jatuh, mami justru akan memarahiku. Sudahlah... malas aku bermain denganmu," ucap Bastian.

Bastian memberengut seraya duduk di rumput taman tersebut. Sontak Cristina menghampiri kakaknya yang sedang berpura-pura marah padanya. Cristina mencium pipi Bastian.

Bastian menahan tawanya, melihat kakaknya yang masih bergeming, sontak Cristina menaiki tubuh kakaknya hingga keduanya berguling di rerumputan sambil tertawa.

Rafael dan Delia yang sedang di ruang keluarga terus memperhatikan kedua anak mereka lewat jendela kaca.

"Aku senang Tian bisa menjaga adiknya dengan baik," ucap Delia.

"Putra kita itu cerdas dan lebih dewasa dari usianya. Aku bahagia punya kalian, saat aku melihat Tian, aku seperti melihat diriku sendiri yang tampan," jawab Rafael.

"Ckckck... kau tetap saja narsis. Kau lupa jika usiamu semakin tua sayang."

"Hei... aku baru tiga puluh empat tahun. Aku masih mampu membuat anak anak lagi. Berapa kali dalam semalam pun aku masih kuat sayang, bukankah kau sudah membuktikannya," goda Rafael.

Wajah Delia merona, seketika wanita itu melemparkan bantal sofa pada suaminya yang selalu berpikiran kotor. Tapi yang dikatakan Rafael memang benar, mereka terkadang bisa melakukan hubungan suami istri hingga berkali-kali dalam satu malam.

"Jangan pernah mengatakan hal seperti itu di depan anak anak kita, kau harus memberi contoh baik untuk anak anak."

Rafael terkekeh seraya menarik istrinya mendekat, "aku bukan ayah yang buruk sayang, aku hanya berani mengatakannya padamu."

"Lepaskan aku, nanti anak anak masuk."

Rafael justru memerangkap tubuh Delia ke sofa lalu mencium bibirnya. Delia berusaha mendorong suaminya.

"Kau gila... anak anak..."

Rafael kembali membungkam mulut Delia dengan ciu man. Akhirnya Delia pun menyerah seraya membalas sentuhan suaminya.

"Kita harus berhenti sayang," pinta Delia.

Rafael menarik diri sambil menghela nafas panjang, "aku terus menginginkanmu sampai gila."

Delia terkekeh geli, "sayang, aku ingin bicara serius."

Rafael menyipitkan matanya, "apa kau sedang hamil lagi?"

"Ya Tuhan... pikiranmu."

Rafael terkekeh geli melihat kekesalan Delia.

"Apa kau ingin tas, sandal, berlian, pakaian?" tanya Rafael.

"Rafael Widjaja, kau menyebalkan sekali," gerutu Delia.

"Baiklah, maaf sayang. Katakan apa?"

Delia menarik nafasnya dalam-dalam, "aku rasa anak anak kita sudah bisa aku tinggalkan, aku berniat untuk kuliah lagi."

Rafael terkejut mendengarnya, "aku bukan melarangmu untuk melanjutkan pendidikan, tapi aku lebih senang kau menjadi ibu dari anak-anakku saja."

"Jadi bagimu aku hanya cocok menjadi ibu rumah tangga?"

Rafael menghela nafasnya, ia menarik tangan Delia seraya menggenggamnya, "bukan seperti itu Delia. Aku pikir kau tidak memikirkan masalah kuliah lagi, aku pikir..."

"Aku ingin punya gelar seperti para istri kolega bisnismu. Aku tidak ingin menjadi bahan ejekan karena hanya lulusan SMA. Aku ingin menunjukkan diri dengan bangga bahwa aku istrimu yang berpendidikan tinggi," potong Delia.

"Apa kau pernah diejek mereka? Siapa yang berani mengusik istriku?"

"Mengertilah maksudku, walaupun mereka tidak pernah secara terang-terangan mengejekku, tapi saat mereka bertanya aku lulusan apa, bagaimana menurutmu perasaanku?"

Rafael menatap kedua anaknya yang masih bercanda di taman.

"Lalu bagaimana dengan mereka?" tanya Rafael.

"Bukankah kita memperkerjakan pengasuh, papi dan mama juga senang menjaga cucu-cucunya."

"Delia, kita tidak bisa merepotkan papi dan mama. Usia mereka tidak muda lagi, bagaimana kau bisa berpikir untuk menyerahkan anak anak pada orang tua kita."

"Kami tidak merasa repot Raf, kami justru senang," ucap Helena sambil melangkahkan kakinya masuk bersama Hartanto.

Kedatangan mereka tentu saja membuat Rafael dan Delia terkejut.

"Apa yang kalian bicarakan sampai tidak menyadari kedatangannya kami?" tanya Hartanto.

"Maaf... kami memang tidak mendengar kedatangan kalian," ucap Rafael.

Seketika Delia beranjak dari tempat duduknya lalu memeluk Helena. Bastian dan Cristina seketika masuk ke dalam saat mereka melihat kedatangan kakek dan neneknya. Keduanya langsung memeluk mereka dengan senang.

"Apa yang membuatmu berpikir jika kami kerepotan merawat cucu-cucu kami Raf, mereka justru sangat menggemaskan, kami belum terlalu tua hingga kesulitan," ucap Helena.

"Bukan seperti itu ma, hanya saja..."

"Mengapa tiba-tiba kalian membicarakan soal anak-anak?" sergah Hartanto.

Delia menatap suaminya ragu, ia tak bisa mengatakannya secara langsung pada mereka. Akhirnya Rafael lah yang mengatakan pembahasan mereka tadi.

"Ya Tuhan, kau bodoh jika melarang istrimu kuliah lagi. Apa yang dikatakan Delia memang benar, ia harus berdiri tanpa menundukkan kepalanya di depan kolega bisnismu. Papi sangat setuju jika Delia melanjutkan pendidikannya."

"Soal anak anak, serahkan padaku," sahut Helena.

Rafael menghela nafas panjang, "baiklah, jika kau sudah yakin, aku akan mendukungmu sayang."

Sontak Delia memeluk suaminya karena senang, ia lupa jika banyak mata di sana. Setelah sadar, Delia langsung melepaskan pelukannya membuat mereka semua terkekeh geli.

"Kalian pasti belum makan siang, biar aku menyiapkannya," ujar Delia.

"Kami memang merindukan masakanmu Delia," jawab Helena.

Delia tersenyum lebar, ia pun segera beranjak dari sana menuju dapur. Walaupun mereka memiliki banyak pelayan, namun Delia memang lebih suka memasak sendiri kecuali ia sedang sibuk dan tak sempat memasak. Helena ternyata mengikuti Delia untuk membantunya memasak.

*****

Makan siang pun akhirnya siap, mereka semua menuju ruang makan. Di saat yang lain memasukkan makanannya ke dalam mulut mereka, Cristina justru terus mengaduk-aduk piringnya hingga berantakan. Ia terus menolak suapan dari pengasuhnya.

Bastian yang kesal melihatnya sontak menatap tajam Cristina, "kau harus makan jika ingin cepat besar."

Cristina memberengut sambil menggelengkan kepalanya.

"Cristin, apa makanan tidak enak?" tanya Delia.

"A... mami... a..." jawab Cristina.

Delia terkekeh, putrinya ingin ia yang menyuapinya. Delia pun pindah tempat duduk untuk menggantikan pengasuhnya menyuapi Cristina.

"Dasar anak mami, manja..." celetuk Bastian.

"Bialin..." jawab Cristina.

"Manja... cengeng..." ejek Bastian.

"Ssstttt... bukankah mami pernah bilang, jangan bersuara jika sedang makan," kata Delia.

Seketika keduanya menurut dan diam. Yang lain hanya memperhatikan mereka sambil menahan tawanya.

Hidangan di atas meja nyaris habis, Rafael pun mulai berani berbicara setelah menyelesaikan makannya.

"Kami tadinya memang berniat berakhir pekan ke rumah papi dan mama, tapi ternyata kalian datang lebih dulu," ujar Rafael.

"Aku sudah bilang jika kalian yang akan datang, tapi papimu sangat tidak sabar untuk bertemu dengan cucu-cucunya," jawab Helena.

"Bukan hanya aku, kau pun sama kan?" goda Hartanto.

Helena terkekeh, "mereka sangat menggemaskan, bagaimana mungkin aku tidak merindukannya."

"Menggemaskan apanya? Cristin bahkan nyaris menghancurkan rumah ini, ia begitu aktif dan suka berlarian," kata Delia.

"Bukankah anak seusianya memang seperti itu Del," kata Hartanto.

"Tian tidak seperti itu saat kecil, entahlah kenapa Cristin sangat berbeda. Hampir semua vas dan guci kesayanganku hancur," gerutu Delia.

"Aku akan membelikannya lagi sayang," jawab Rafael.

"Bukan masalah itu, aku mengkhawatirkan putri kita. Aku takut ia terluka karena pecahan vas dan guci. Ia akan menjadi seorang gadis nantinya, aku tak ingin tubuhnya memiliki bekas luka."

"Zaman sekarang banyak operasi plastik."

"Terus saja kau seperti itu," gerutu Delia.

Hartanto dan Helena hanya bisa tertawa mendengar perdebatan mereka.

"Kapan Firdaus pulang?" tanya Rafael tiba-tiba.

"Ia sudah menyelesaikan kuliahnya, tapi ia belum ingin kembali," jawab Hartanto.

"Ia bilang tahun depan baru pulang Raf," sahut Helena.

"Suruh ia berhenti bermain-main, sudah saatnya ia membantu perusahaan. Seharusnya ia sudah mengerti soal bisnis," kata Rafael.

"Papi sudah memintanya seperti itu, tapi ia belum bersedia. Mungkin ia masih malu karena pernah membuat masalah."

"Aku sudah memaafkannya, jangan mengungkit masa lalu lagi. Apa ia tak ingin bertemu dengan keponakannya?"

"Mama pernah membahas soal Tian dan Cristin, tapi ia bilang belum saatnya. Selalu seperti itu hingga aku lelah membujuknya."

"Baiklah, biarkan saja. Kita tunggu saja sampai ia ingin kembali sendiri tanpa ada paksaan dari siapapun."

Mereka pun mengangguk, semuanya meninggalkan ruang makan. Bastian dan Cristina kembali bermain sambil main kejar-kejaran.

Baru saja mereka ingin melanjutkan pembicaraan, suara tangisan Cristina terdengar sangat keras. Sontak pengasuh melihatnya dan berteriak saat melihat kaki Cristina berdarah begitu banyak.

"Tuan... nyonya..." teriak pengasuh tersebut.

Seketika mereka berlari ke arah suara. Delia nyaris pingsan saat melihat darah di lutut Cristina yang mengalir hampir memenuhi kaki kecilnya.

"Kenapa dengan kakinya?" teriak Rafael panik seraya menggendong Cristina yang terus menangis.

"Cristin jatuh, Tian tidak salah," jawab Bastian seraya ikut menangis dengan keras.

Rafael dan Delia segera berlari membawa putrinya menuju mobil mereka.

"Papi, mama... tolong jaga Tian. Aku dan Delia akan membawa Cristin ke rumah sakit," pinta Rafael.

Hartanto dan Helena pun menganggukkan kepalanya sambil menenangkan Bastian yang terus menangis.

Sepanjang perjalanan, Delia terus menutupi lutut putrinya dengan tisu. Namun darahnya masih juga tidak berhenti.

"Suamiku... cepatlah..." pinta Delia.

Rafael menganggukkan kepalanya seraya menambah kecepatan mobilnya.

"Ya Tuhan... Cristin tenanglah sayang," ucap Delia agar putrinya berhenti menangis.

Mereka akhirnya sampai di rumah sakit, Cristina segera dibawa ke ruangan UGD. Dokter mengatakan lukanya sangat lebar dan dalam, itulah kenapa darahnya sangat banyak. Mereka harus melakukan tindakan dengan menjahitnya.

Delia hanya bisa mengangguk sambil memeluk putrinya yang terus menangis dengan keras. Setelah mendapat perawatan, mereka pun akhirnya bisa pulang. Cristina tertidur karena kelelahan di pelukan Delia. Keduanya pun kembali ke rumah mereka.

Sepanjang perjalanan Delia justru menangis membuat Rafael terkejut.

"Sudah tidak apa-apa sayang, putri kita hanya terluka sedikit," kata Rafael.

"Sepertinya aku tidak boleh kuliah lagi. Aku harus menjaga mereka dengan baik, aku takut mereka terluka."

"Jangan berpikiran yang tidak-tidak, ini bukan salahmu. Cristin memang sangat aktif, pengasuh yang tidak menjaga mereka dengan baik."

Delia menatap perban di lutut putrinya, "apa lukanya akan berbekas?"

"Tadi dokter sudah memberikan obat yang terbaik, ada juga obat menghilangkan bekas luka yang harus dioleskan setelah lukanya sembuh. Tenangkan dirimu Delia."

Delia menghapus air matanya seraya menganggukkan kepalanya.

"Aku harap Cristin tidak akan terluka lagi," ucap Delia.

"Aku akan mencari pengasuh yang lebih baik lagi sayang, percayalah padaku."

"Terima kasih suamiku, kau selalu menjadi suami dan ayah yang hebat untuk kami."

Rafael mengelus kepala istrinya, "untuk itu berhentilah menangis," pintanya.

*****

Happy Reading All...

Terpopuler

Comments

Wirda Lubis

Wirda Lubis

lanjut

2022-12-28

1

Ney maniez

Ney maniez

mampir

2022-06-16

1

Rika Martini

Rika Martini

ceritanya enak di cernanya thor

2021-07-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!