BAB 3

Delia terus terdiam, terasa sangat canggung karena berada di mobil pria yang baru saja ia kenal. Entah kenapa ia langsung setuju saat Daniel ingin mengantarnya pulang. Karena terasa canggung, Delia pun mengambil ponselnya dan segera menghubungi sopir kembali. Ternyata sopirnya belum membawa pulang anak anaknya karena keduanya masih tidak mau pulang.

"Ada apa?" tanya Daniel.

"Bolehkah aku merepotkanmu?"

"Tentu saja, katakan saja Del."

"Sepertinya rumah mertuaku lebih dekat dari sini, bisakah kau mengantarku kesana saja? Anak anakku masih belum mau pulang, aku harus membujuk mereka."

"Oh tentu saja, tunjukkan saja jalannya padaku."

"Terima kasih Dan."

"Tak perlu berterima kasih, kita sekarang teman."

Delia hanya tersenyum, Daniel pun mengantarkan Delia ke rumah besar Widjaja dengan arahan jalan dari wanita itu. Keduanya akhirnya sampai juga, Daniel berhenti tepat di depan gerbang tinggi rumah mewah itu.

"Ini rumah mertuamu?" tanya Daniel.

"Benar, terima kasih untuk tumpangannya Dan."

"Berhentilah berterima kasih padaku."

Delia menyeringai, "kau hati hati di jalan, sampai jumpa besok."

"Sampai jumpa besok," jawab Daniel.

Delia pun keluar dari mobil Daniel, wanita itu segera masuk ke rumah besar Widjaja tanpa menoleh lagi ke belakang.

*****

Di halaman rumah tersebut, sopirnya sedang duduk di taman. Melihat kedatangan Delia, sontak ia sangat terkejut.

"Nyonya kesini," ucap pak Didi.

"Aku harus membujuk anak anak pak," jawab Delia.

"Jika tahu den Tian dan non Cristin tidak mau pulang, pasti bapak menjemput nyonya terlebih dahulu."

"Tidak apa apa, aku masuk," ucap Delia seraya masuk ke rumah tersebut.

Bastian dan Cristina sedang asyik bermain bersama kakeknya, sedangkan Helena sedang melangkahkan kakinya sambil membawa camilan. Wanita itu terkejut saat melihat Delia datang.

"Delia, dengan siapa kau kesini?" tanya Helena.

"Sendiri ma, katanya mereka tak mau pulang, jadi aku datang untuk membujuk keduanya."

"Haisssss... mereka menginap pun kami tidak keberatan."

"Aku tidak ingin merepotkan kalian."

"Apa kau naik taksi?"

Delia menggelengkan kepalanya, "kebetulan teman menawarkan tumpangan."

"Kau sudah punya teman, pria atau wanita?"

Delia menyeringai, "pria ma."

"Hm... hati hati, jangan sampai Rafael salah paham."

"Aku sudah punya dua orang anak, ia pun tahu itu."

"Kau masih sangat cantik, tidak terlihat seperti ibu dua anak."

Delia terkekeh, "lihatlah mereka, aku datang pun tidak menyadarinya."

Helena tertawa, "keduanya terlalu asyik main dengan kakeknya."

"Baiklah, biarkan saja sampai mereka puas. Ma... bolehkah aku ke kamar Rafael, sepertinya aku lelah dan ingin tidur," pinta Delia.

"Tentu saja boleh, tapi apa kau sudah makan?"

"Aku lebih ingin tidur daripada makan."

"Baiklah, kau beristirahat saja. Biarkan anak anakmu puas bermain dulu dengan kakeknya."

Delia menganggukkan kepalanya seraya melangkahkan kakinya menuju kamar Rafael sebelumnya.

******

Rafael menghela nafas panjang, terjadi masalah perusahaan hingga ia baru selesai rapat. Pria itu segera masuk ke kantornya, ia segera mengambil ponselnya yang tertinggal. Ia terkejut saat melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Delia.

Rafael pun segera menghubungi istrinya, namun tak ada jawaban. Pria itu segera menghubungi rumahnya, tapi pelayan yang menjawab dan memberitahu jika Delia dan anak anak masih belum pulang, begitu juga dengan sopirnya.

"Sudah selarut ini, mengapa mereka belum pulang?" pikir Rafael seraya menghubungi rumah besar Widjaja.

Helena yang mengangkat teleponnya, wanita itu memberitahu jika Delia dan anak anaknya memang masih di rumah mereka. Namun ketiganya sedang tidur sekarang, Helena tak tega membangunkan mereka.

"Tolong katakan pada pak Didi agar ia pulang saja ke rumah, biar aku yang menjemput mereka," pinta Rafael.

"Baiklah, akan mama sampaikan. Hati hatilah di jalan Raf."

"Baik ma, terima kasih," jawab Rafael seraya menutup teleponnya.

Rafael segera mengambil jas dan kunci mobilnya, pria itu segera meninggalkan perusahaan untuk menjemput istri dan anaknya.

*****

Sesampainya di rumah besar Widjaja, Rafael segera masuk ke rumah. Hanya ada Helena di ruangan keluarga, sedangkan Hartanto sudah tidur lebih dulu.

"Ma... dimana mereka?" tanya Rafael.

"Di kamarmu Raf," jawab Helena.

Rafael segera menuju kamarnya, di sanalah pemandangan yang luar biasa terlihat. Delia tidur sambil memeluk kedua anak anak mereka. Rafael tersenyum lebar seraya menghampiri mereka.

"Sayang, bangun... ini sudah malam, lebih baik kita pulang sekarang," ujar Rafael pelan.

Delia bergumam tidak jelas, namun wanita itu tidak juga bangun. Akhirnya Rafael mengguncang tubuhnya hingga Delia pun akhirnya terbangun.

"Ya Tuhan, jam berapa ini? Bagaimana kau bisa kesini?" tanya Delia terkejut.

"Sudah jam 9 malam sayang, aku kemari karena terkejut kalian belum pulang."

"Astaga, maaf... aku ketiduran. Saat ingin bangun tadi, justru anak anak minta ditidurkan."

"Tak apa. Lebih baik kita bawa mereka pulang sekarang."

Delia menganggukkan kepalanya. Rafael segera menggendong Bastian, sedangkan Delia menggendong Cristina. Mereka pun keluar dari kamar.

"Apa kau sudah makan?" tanya Rafael.

Delia menggelengkan kepalanya, "bagaimana denganmu?"

Rafael pun menggelengkan kepalanya, "haruskah kita mampir ke restoran?"

"Lebih baik pulang saja, kasian anak anak. Aku akan meminta pelayan untuk menyiapkan makan malam kita."

"Baiklah."

Mereka menemui Helena seraya berpamitan untuk pulang ke rumah mereka. Helena berkali-kali meminta mereka untuk menginap saja, tapi keduanya menolak. Akhirnya Helena pun menyetujuinya. Rafael merebahkan Bastian di belakang, sedangkan Delia memangku putrinya di depan. Rafael pun segera mengendarai mobilnya.

"Aku minta maaf karena tidak mengangkat teleponmu, aku rapat dari siang dan baru selesai malam ini," ujar Rafael.

"Terjadi masalah?" tanya Delia.

"Ini yang aku katakan tentang pekerjaan di China. Kau pulang dengan sopir kan?"

Delia menggelengkan kepalanya, "aku menghubungi pak Didi, ternyata ia sedang menuju rumah papi. Aku tak ingin merepotkannya."

"Maaf sayang, seharusnya aku yang menghubungi pak Didi untuk menjemputmu. Tapi ponselku malah tertinggal di kantorku. Lalu kau naik taksi?"

"Tadinya ingin memesan taksi, lalu seorang teman menawariku tumpangan. Karena ia memaksanya, aku jadi tidak enak. Aku pun akhirnya pulang dengannya. Lalu aku menghubungi pak Didi, katanya anak anak tidak mau pulang. Jadi aku langsung ke rumah papi."

"Teman? Hanya dalam satu hari kau sudah punya teman? Bukankah kau bilang sebelumnya takut karena tidak punya teman."

Delia menyeringai, "aku juga tak menyangka."

"Siapa namanya?"

"Daniel."

"Daniel? Maksudmu teman yang mengantarmu itu seorang pria?"

Delia menganggukkan kepalanya.

"Kau pulang dengan seorang pria, sementara kau sudah menikah?" celetuk Rafael dengan suara keras.

"Ya Tuhan, kecilkan suaramu. Kau bisa membangunkan anak anak Raf. Daniel tahu jika aku sudah punya suami dan anak. Kami hanya berteman saja."

Rafael menggertakkan giginya, rasa cemburunya tiba tiba memuncak.

"Jangan kau lakukan itu lagi Delia. Mana mungkin seorang pria ingin berteman dan mengantarmu pulang jika tidak ada maksud lain."

"Mengapa kau mulai melarangku berteman? Kau menuduh orang lain yang tidak tidak."

"Ya Tuhan... sejak kapan ada seorang pria dan wanita hanya ingin berteman?"

"Kau mulai mencurigaiku?"

"Bukan kau, tapi pria itu."

"Kau keterlaluan, kau mencurigai orang yang ingin berteman denganku. Baik pria atau wanita, apa salahnya jika berteman. Aku tidak akan melebihi batasanku, karena aku sudah punya kalian," jawab Delia mulai mengeraskan suaranya.

"Jika aku melarangmu, seharusnya kau mengikutiku. Aku suamimu Delia, aku tak suka kau berteman dengan seorang pria," bentak Rafael.

"Kau membentakku," ujar Delia terkejut.

Ini pertama kalinya Rafael berbicara keras dengannya. Rafael menggenggam setir mobilnya dengan erat. Ia tak bermaksud untuk membentak Delia, tapi kecemburuannya benar benar memuncak hingga ia sulit mengendalikan diri.

"Papi... mami... kalian kenapa?" tanya Bastian mengejutkan keduanya.

"Oh ya Tuhan, maaf sayang. Kami tidak apa apa, tidurlah lagi. Sebentar lagi kita sampai," ujar Delia.

Bastian mengangguk, anak itu akhirnya memejamkan matanya lagi. Delia menatap Rafael dengan tajam agar mereka menghentikan perdebatannya.

"Kita harus bicara setelah sampai rumah," ucap Rafael.

Delia hanya bergeming karena takut membangunkan anak anaknya lagi.

*****

Happy Reading All...

Terpopuler

Comments

Eli Warti

Eli Warti

jangan pisahkan rafel dan Delia thor

2021-10-06

0

Rika Martini

Rika Martini

sip lah ada bumbu2nya.biar tambah seru 🤭

2021-07-27

0

Winaalfara

Winaalfara

hmmmm...😔

2021-01-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!