The Pursuit Of Love

The Pursuit Of Love

1| Takdir yang Sial

Matanya tertarik pada buku yang dipegangnya, mengalihkan perhatiannya dari keramaian di sekitarnya. Arka, seorang pria tampan, merasa percaya diri tanpa sadar Semua orang memandangnya dengan kagum, seolah-olah dia adalah pusat perhatian. Namun, pandangan iri terlihat jelas di wajah temannya yang duduk di samping, mencerminkan perasaan iri terhadap kehadirannya.

Tak seorang pun di antara mereka mengenal sifat sebenarnya yang melekat pada Arka. Di balik pesonanya yang memukau, Arka memiliki kecenderungan untuk mengabaikan segala hal yang berhubungan dengan masalah. Ia dengan sengaja menjauhi satu hal: wanita.

Bagi Arka, fokus mutlaknya terletak pada pendidikan yang tengah ditempuhnya. Bagi pemikirannya, wanita hanyalah sebuah potensi masalah yang bisa mengganggu konsentrasinya. Dengan itu, dia menjaga jarak agar tak terjebak dalam kisah yang mengalihkan perhatiannya dari tujuannya.

"Hari ini tidak ada kelas, jadi aku pulang dulu," gumam Arka sambil menutup bukunya dengan lembut.

Tatapannya kemudian beralih kepada kedua temannya yang duduk di sebelahnya. Terpancar keputusan tegas dalam pandang matanya, seolah-olah ia telah mempertimbangkan langkah ini dengan matang sebelumnya.

"Bagus," ujar Keanu sambil mengangguk. "Aku masih punya satu kelas lagi." Ia merasakan getaran keengganan dalam dirinya untuk masuk kelas. Tatapannya menerawang hampa, seolah-olah pikirannya sedang melayang jauh.

Keanu membaringkan kepalanya dengan lesu di atas meja. Ekspresi wajahnya mencerminkan rasa malas yang begitu menghinggapi, hampir seolah-olah meja itu sendiri menjadi tempat ia menyandarkan seluruh beban kepenatan dan ketidakberdayaannya.

Dengan penuh kepedulian, Gibran menepuk lembut punggung Keanu. "Semangatlah," katanya dengan senyuman hangat. Tatapannya penuh empati, seolah-olah ia bisa merasakan beban yang ada di pundak temannya itu.

"Aku juga berniat pulang." Perlahan, dia mengangkat tasnya sambil memandang sekitar ruangan, sepertinya merenungkan aktivitas yang belum selesai di hari ini.

Keanu merasa putus asa, wajahnya tertutupi oleh meja saat ia menenggelamkan wajahnya. Ekspresi kesal menghiasi wajahnya, dan dengan nada frustrasi, Keanu berbicara kepada mereka berdua.

"Baiklah," desah Keanu, suaranya penuh dengan kekecewaan. Ia meraihkan tangan ke arah mereka berdua, mengisyaratkan agar pergi. "Kalian pulang saja, aku harus masuk ke kelas." Dengan langkah tergesa, Keanu berdiri dari kursinya. Wajahnya masih mencerminkan raut kesal yang tak tersembunyi, seakan-akan frustrasi itu masih melekat di kulitnya.

Arka dan Gibran hanya bisa menahan tawa mengamati tingkah konyol Keanu. Di antara serentetan gelak tawa, mereka berdua mengalihkan pandangan satu sama lain dengan senyuman. Seperti tawa yang berpadu, mereka bertiga bergerak menuju pintu perpustakaan, meninggalkan suasana yang lebih ringan di belakang.

Langkah mantap membawa Arka menuju parkiran mobil. Dengan tangan yang terampil, ia membuka pintu kendaraan dan merasakan kenyamanan kursi mengemudi saat ia duduk. Pandangannya fokus menghadap kemudi, dan dengan gerakan otomatis, ia menyalakan mesin mobil. Seolah-olah kendaraan itu adalah perpanjangan dari dirinya sendiri, Arka siap melanjutkan perjalanannya.

Dering telepon terdengar nyaring, mengganggu keheningan di saku celana Arka. Dengan gerakan cepat, tangan Arka meraih telepon dan layar cahaya memancar di genggaman. Nama yang tertera membuatnya mengernyitkan kening, dan secara perlahan ekspresi wajahnya berubah.

Rasa kekesalan mulai merayap di dalam dirinya, menyebabkan detak jantungnya terasa semakin keras. Matanya menelusuri nama yang tertulis di layar: adiknya. Arka merasakan perasaan campur aduk dalam hatinya, Arka sudah tahu persis apa yang akan ada di balik panggilan itu: permintaan untuk menjemput adiknya.

Arka memutuskan untuk mengabaikan panggilan tersebut, mengalihkan perhatiannya kembali pada situasi sekarang. Namun, deringan telepon itu tidak berhenti begitu saja. Raga, sang adik, terus menelepon tanpa henti.

Setiap nada dering tampaknya mengiris ke dalam kesunyian di dalam mobil. Meskipun telepon terus berdering, tidak ada tanggapan yang keluar dari Arka. Dia memilih untuk memeluk keputusannya dengan ketegasan, seolah-olah menutup pintu dunia luar untuk sementara waktu.

Sebuah pesan masuk muncul di layar telepon Arka, dari Raga. Pesan itu berbunyi, [Kak, tolong jemput aku di sekolah sekarang. Motorku mogok. Kalau kakak enggak jemput, aku akan mengadu ke mamah.] Pesan itu terbaca dengan jelas, dan maknanya terpancar dari kata-kata yang tertulis di layar.

Rasa kesal melanda Arka, seolah-olah ada api yang menyala di dalam dirinya. Selalu saja, dalam setiap situasi seperti ini, nama 'mamah' selalu menjadi senjata yang digunakan oleh adik-adiknya.

Seakan-akan nama itu memiliki kekuatan magis untuk membuatnya merasa terjebak dan tak berdaya. Perasaan itu melahirkan sebuah pemikiran yang menggelitik. adik selalu berhasil mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan menggunakan nama ibu sebagai alat tekan.

Jika Raga benar-benar melapor pada mamah, Arka tahu betul apa yang akan terjadi. Dia akan dihadapkan pada gelombang ceramah yang tak akan pernah berhenti, mungkin selama dua puluh empat jam penuh. Kepala Arka mendongak, seolah-olah dia bisa membayangkan momen itu di depan mata, lengkap dengan sentuhan nada serius dan ekspresi khawatir yang familiar dari mamah.

Di dalam mobil, Arka meraih ponsel yang terletak di dalam saku. Dengan gerakan yang fasih, dia membuka pesan baru dan mulai mengetik kata-kata. [Kakak, akan menjemputmu di depan gerbang sekolah.] Dengan mengirimkan pesan tersebut, Arka merasakan hembusan napas lega, seolah-olah ia telah menyelesaikan suatu tugas yang sulit.

Suara notifikasi menandakan pesan masuk dari Raga. Pesan itu berbunyi, [Terima kasih kakakku yang baik,] Pesan terbaca. Arka mengacak rambut.

Melempar ponselnya ke kursi sebelah mobilnya.

Arah kendaraannya ditujukan langsung menuju sekolah Raga, dan matanya tidak lepas dari jalanan. Dia mengekang kendaraan dengan kecepatan tinggi, berfokus pada setiap tikungan dan rintangan di depannya. Tanpa terasa, mobil meluncur. Namun, ketika mereka hampir mencapai pintu gerbang sekolah, pandangan mata Arka tiba-tiba tertuju pada sesuatu yang tak terduga di jalan. Dalam keadaan mendadak, dia menginjak rem dengan kuat, merasakan gesekan karet ban dengan aspal.

Suara benturan dari belakang menggetarkan kendaraan, seolah-olah waktu melambat sejenak. Arka merasakan guncangan dan mendengar suara gesekan logam, yang mengindikasikan bahwa ada dua kendaraan yang terlibat dalam tabrakan. Tangan Arka masih berpegangan erat pada kemudi, dan pandangannya beralih dengan cepat untuk mencari tahu apa yang terjadi di belakangnya.

Suara tabrakan itu seolah-olah terperangkap dalam jarak jauh bagi Arka, yang saat ini sedang tenggelam dalam upaya menjaga kendali dan mempertahankan perhatiannya terhadap situasi di depannya. Ia adalah tipe orang yang tidak ingin terganggu oleh masalah sekecil apa pun.

Dalam pikirannya, setiap hal yang tidak relevan dengan tujuannya hanya akan membuang-buang waktu dan energi yang berharga. Sebagai refleksi dari sikap itu, dia berusaha untuk tetap fokus pada apa yang harus dia lakukan, memandang jauh ke depan dan mengabaikan gangguan-gangguan yang mungkin menghambat perjalanannya.

Seorang gadis dengan seragam putih abu-abu langkah menuju ke arah mobil hitam. Ketukan tangannya pada jendela mobil tampak berisikan ketidakpuasan, karena kendaraan di depan telah merusak kecantikan mobil yang menjadi kebanggaannya. Pada awalnya, sopir Davira yang ingin mengungkapkan ketidakpuasannya kepada orang yang mengendarai mobil hitam.

Namun niat tersebut segera tahan oleh Davira. Dalam keputusannya yang tegas, dia merasa perlu untuk menangani situasi itu sendiri. Rasa marah dalam dirinya menggelegak, menginginkan dirinya untuk melepaskan amarah tersebut dengan menghadapi masalah ini secara langsung.

Tanpa merespons, Arka memilih untuk tetap duduk diam dengan sikap santai yang melekat padanya. Di sisi lain, Davira masih terus mengetuk kaca mobil Arka dengan antusias dan semangat yang tinggi, seakan-akan mencoba untuk membangkitkan perhatian Arka.

Meskipun suasana di luar mobil begitu riuh, Arka tetap mempertahankan ketenangannya, seolah-olah situasi di luar tidak memiliki pengaruh sama sekali pada dirinya.

Davira memiliki sifat yang kontras dengan Arka. Keberlawanan mereka tercermin dalam cara mereka berbicara dan berinteraksi. Davira tampil sangat frontal, tanpa ada keraguan dalam setiap kata yang terucap dari bibirnya, dan terkadang bahkan terkesan agresif.

Namun, semakin lama dia berada dalam situasi ini, semakin merasakan gejolak kesal. Dalam keadaan seperti ini, dia merasa bersyukur atas kelembutan Arka, yang tampaknya tidak ragu untuk mengekspresikan ketidaksenangan tanpa perlu melontarkan kata-kata kasar atau makian.

"Kamu keluar dari mobil!" teriak Davira dengan keras, suaranya memenuhi udara dengan amarah yang nyaring.

"Jangan hanya duduk diam di dalam mobil ini! Kamu harus Bertanggung jawab atas kerusakan di mobil saya. Keluarlah, kamu brengsek!" Namun, tidak ada tanggapan yang terdengar dari dalam mobil. Arka masih duduk diam, seakan-akan tidak tergoyahkan oleh serangan kata-kata yang terlontar padanya.

"Apa kamu tuli? Keluar dari situ!" Davira berteriak lebih keras lagi, suaranya memantul di sekitar lingkungan sekitarnya.

Orang-orang di sekitar tidak bisa mengabaikan teriakannya yang memecah keheningan, dan beberapa dari mereka bahkan menoleh ke arah Davira dengan pandangan kaget dan tertarik. Teriakan Davira memperlihatkan betapa tingginya emosinya, seolah-olah dia berusaha menunjukkan rasa marahnya kepada semua orang yang ada di sekitarnya.

Arka merasakan gendang telinganya hampir pecah akibat teriakan suara yang begitu keras. Dia mendengar teriakan gadis itu, yang tanpa henti mengetuk jendela mobilnya dengan semangat yang tak terbendung. Suara itu menusuk kedalam keheningan, meresap ke dalam telinga Arka seolah-olah menciptakan gema yang tak terhentikan di dalam dirinya.

Dengan alis yang sedikit berkerut, Arka mengisyaratkan kekacauan dalam pikirannya. Dia merasa tidak suka dengan situasi yang tengah berlangsung ini. Wajahnya memperlihatkan ekspresi ketidaknyamanan yang mendalam, seakan-akan dia tengah berhadapan dengan suatu yang tidak diinginkannya.

Dengan tetap mempertahankan kedamaian wajahnya, Arka mengambil teleponnya dengan hati-hati. Dia mulai mengetik pesan kepada Raga dengan gerakan jemari yang tenang.

[Kakak akan menjemputmu di minimarket yang berada di simpangan jalan.] Namun, meskipun pesan itu telah dikirim, tak ada tanggapan yang datang dari Raga, seolah-olah pesannya telah lenyap di dalam hampa. Keadaan itu meninggalkan Arka dengan perasaan yang tidak pasti, seakan-akan dia mengirim pesan ke dalam kegelapan yang tak berujung.

Tak terpengaruh oleh sumpah serapah yang terus dilontarkan oleh Davira, Arka langsung memulai mesin mobilnya. Dengan tegas, dia menggiring kendaraannya maju dengan kecepatan yang tinggi, seolah-olah mengabaikan segala gangguan yang datang dari luar. Tindakannya itu mengungkapkan ketegasannya, seakan-akan dia memutuskan untuk tidak membiarkan situasi ini menghambatnya lebih lama.

Arka menunggu di depan minimarket, menghabiskan waktu lima belas menit yang terasa agak lama. Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya Raga muncul dari kejauhan dan membuka pintu mobil bagian depan.

Ia memasuki mobil dengan ekspresi yang tidak Begitu jelas, seolah-olah masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Dengan sabuk pengaman terikat erat di tubuhnya, Raga duduk di kursi sebelah Arka. Mobil pun memulai perjalanannya menuju rumah.

Mobil Arka berhenti dengan halus di depan pagar rumah, mesin yang telah dimatikan menghasilkan keheningan yang khas. Raga segera melepaskan sabuk pengamannya dengan gerakan lembut, dan pandangan matanya kemudian terarah pada Arka.

"Kak, tidak mau masuk ke dalam dulu?" katanya dengan suara lembut yang ditujukan kepada Arka. Tampaknya Raga mencoba membawa suasana menjadi lebih santai setelah insiden sebelumnya.

"Lain kali saja. Masih banyak urusan yang harus Kakak selesaikan," ujar Arka dengan suara dingin, menyiratkan ketegasan dalam kata-katanya.

"Lebih baik kamu tidak meminta jemput lagi." Arka membuka pintu mobil, mengisyaratkan agar Raga segera turun. Namun, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak melontarkan kata-kata terakhir.

"Sampaikan salamku pada mamah, bilang aku akan mampir ke rumah saat nanti tidak terlalu sibuk." Kalimat terakhir itu terdengar lebih lunak, sebagai tanda bahwa di balik sikapnya yang tegas, masih terdapat rasa kepedulian terhadap adiknya.

"Iya, aku akan menyampaikannya pada mamah," kata Raga dengan suara halus, tangannya mulai membuka pintu mobil. Ia berdiri di depan mobil, tatapan matanya menatap Arka dengan penuh arti, seolah-olah ingin mengungkapkan sesuatu yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata.

"Kak, cepatlah cari pacar sebelum kamu menua!" Raga berkata dengan nada yang agak cerewet, lalu ia langsung membanting pintu mobil dengan kuat.

Ekspresinya terlihat campuran antara tegas dan penuh semangat, seakan-akan dia ingin mengekspresikan pendapatnya secara intens sebelum menghilang dari pandangan Kak Arka.

"Adik sialan!" Arka melepaskan teriakan yang keras dan tajam, suaranya terbawa angin dalam ekspresi kemarahan.

Namun, Raga hanya menanggapinya dengan tawa yang berkepanjangan, bergema di udara saat ia berjalan menuju rumah dengan langkah ringan. Tatapan mata mereka bertemu sejenak, dan meskipun diucapkan dengan emosi yang kuat, sepertinya mereka berdua tahu bahwa dalam dasarnya, itu hanyalah interaksi khas antara dua saudara.

Mobil meluncur dengan lancar menuju Apartemen Arka, menghabiskan waktu tiga puluh menit untuk mencapai tujuan. Setibanya di depan gedung, Arka turun dari mobil dengan langkah mantap dan menuju lift.

Setiap langkahnya mengisyaratkan kebiasaan dan kenyamanan dalam perjalanannya yang rutin. Sesampainya di dalam lift, dia menekan tombol lantai tempat apartemennya berada, membawa perasaan lega setelah melewati perjalanan yang padat dan bising sebelumnya.

Arka menekan enam angka pada panel pintu apartemen. Setelah pintu terbuka, ia memasuki ruangan yang masih terendam dalam kegelapan. Tidak berhenti di situ, Arka langsung menuju ke sakelar lampu yang terletak di sebelah pintu.

Dengan satu sentuhan, sinar lampu memenuhi ruangan, menyingkap kegelapan yang ada sebelumnya dan mengungkapkan tampilan familiar dari tempat yang ia sebut 'rumah'.

Arka berjalan dengan langkah tenang menuju dapur, suasana rumah yang akrab membuatnya merasa nyaman. Dengan gerakan otomatis, dia membuka pintu lemari dan mengambil sebuah gelas. Air mengalir dari keran dan mengisi gelas hIngga setengah penuh.

Arka meneguk air ke dalam mulut, sensasi segar menghilangkan rasa haus yang menyelinap perlahan. Setelah itu, Arka merasa puas dengan sensasi itu, menyadari betapa pentingnya sedikit minum untuk meremajakan tubuh setelah perjalanan yang melelahkan.

Arka berjalan melewati lorong - lorong kampus di pagi yang buta. Ada mata kuliah yang diambil pagi ini. Rasa kantuk masih dia rasakan. Apalagi kemarin dia tidur malam hanya untuk menyelesaikan tugas kampus.

Nilai Arka di kelas sangat tinggi.Tidak ada yang bisa menggalahkan kepintarannya. Banyak wanita yang tertarik sama dia. Tapi Arka tidak tertarik dengan yang namanya wanita. Semua wanita sama saja di mata Arka. Hanya akan mempersulit dia. Terikat dengan seorang wanita dia akan sulit bergerak.

Aturan-aturan yang dibuat wanita sangat merepotkan. Ingin barang harus dibelikan. Harus makan saja harus yang bayarin. Apalagi harus di antara jemput tiap hari.

Selain itu Arka juga punya trauma dengan wanita. keluarga terdekatnya sendiri yang membuat dia tidak mau berurusan dengan masalah wanita.

Traumanya juga sudah sembuh, tapinya dimasih menghindari dengan yang namanya wanita.

Pandangan wanita hanya melawan Arka. dia hanya mengabaikan tatapan yang memuja.

Arka sampai di kelas duduk bersebelahan dengan Gibran.

"Apakah kamu sudah mengerjakan tugas untuk hari ini?" Tanya Gibran.

"Sudah memang kenapa? Kamu belum mengerjakan?" Arka malah bertanya balik.

“Saya sudah mengerjakan. Hanya mau bertanya. Mana lagi si Keanu sebentar lagi dosen datang.” Gibran melirik ke arah pintu masuk.

"Kamu kaya tidak tahu saja sifat Keanu, paling dia telat lagi." Arka duduk dengan tenang di kursinya. Gibran melambai-lambai genit ke arah wanita yang ada disebelahnya.

Tapi wanita yang ada di sebelah Gibran, melirik ke satu orang yaitu Arka. Cowok yang terbilang sempurna. Arka pintar dalam belajar. Jago dalam bidang olahraga.

Saat dosen datang beberapa saat kemudian si keanu datang dengan badan penuh keringat.

Saat masuk dalam kelas Keanu diceramahi oleh dosen karena ini bukan yang pertama dia terlambat. Dengan baik hati dosen memberi keringanan. Kalau sekali lagi dia telat masuk ke mata kuliahnya, dengan berat hati Keanu tidak bisa masuk pelajarannya.

Mata kuliah sudah selesai semua mahasiswa berhamburan keluar dari kelas. Mereka bertiga memutuskan untuk pergi ke kantin. Duduk di bangku kosong yang ada di pojok kantin.

"Dasar dosen sialan diceramahi berlebihan sampai kuping aku panas." Keanu berbicara dengan nada yang kesal.

“Itu salah kamu sendiri kenapa telat. Jadinya kena omelan dosen,” kata Arka sambil membuka menu makanan yang tersedia di atas meja.

"Kamu mau makan apa cepat pilih nanti aku yang traktir. Gajianku sudah cair." Kata gibran

Seketika Keanu bersemangat dengan kata teraktiran yang di lontarkan oleh Gibran. Keanu menunjuk semua menu makanan yang ada.

"Kamu mau aku bangkrut semua makanan yang kamu sebutkan." Gibran meninggikan satu oktaf suaranya. Melihat kerakusan Keanu." Pilih dua menu saja plus satu minum"

"Pelit amat, dua menu saja tidak kenyang" Keanu terus menggerutu dan melirik Gibran dengan sinis. Arka hanya menggeleng melihat dua sahabatnya ini.

Semua pesanan yang mereka pesan datang. Arka makan dengan tenang di tempatnya. Wanita dari arah kanan berjalan menuju meja Arka membawa sebuah makanan di tangannya. Tiba-tiba dia duduk disebelah Keanu dan berhadapan langsung dengan Arka. Arka mengabaikan wanita itu.

"Aku boleh duduk di sini?" Dengan genitnya dia berbicara ke arah Arka.

“Kamu sudah duduk di situ masih saja minta izin,” Arka berbicara pelan sambil menatap sinis ke arah wanita tersebut. Mengapa wanita ini ada di sini. Merepotkan saja.

Gibran yang ada disebelah Arka hanya tersenyum menahan tawa.

Berbeda dengan Keanu yang menanggapinya dengan senang. "Boleh ko apa sih yang nggak boleh buat Via," Mata Keanu menatap Sylvia.

Arka langsung berdiri dari duduknya. "Ka mau ke mana?" Tanya Gibran melihat dia yang tiba-tiba berdiri.

"Mau balik. Masih banyak tugas yang harus aku kerjakan." Arka membuat seribu alasan untuk menghindar dari yang namanya wanita.

Berjalan menuju parkiran mobil. Tetapi wanita itu mengikutinya dari belakang. orang yang berusaha untuk mendekati Arka yang terbilang dingin di kalangan pria.

Sylvia menggunakan baju yang sangat terbuka. Baju tanpa lengan dan rok sebatas pahanya. Yang membuat pria lain memandangnya dengan genit. Tidak lupa dia menggunakan hak tinggi.

Dia mencoba menghadang Arka. Jarak sylvia sangat dekat dengan Arka. Dia mencoba menghindar sebisanya. Tetapi wanita ular ini mendekat lagi membuat Arka kesal sendiri. Apa mau wanita ini?.

"Tunggu dulu dong, ganteng, aku mau kenalan sama kamu." Tidak ada tanggapan dari Arka. Dia mulai berjalan lagi menuju mobilnya yang tidak jauh dari sini.

"Hei tunggu dulu." Sambil menyesuaikan jalan Arka.

Saat Arka membuka pintu mobil, sebuah tangan menutup pintunya kembali. Membuat Arka kesal dengan kelakuan wanita sialan ini. Dengan wajah dingin tanpa emosi dia memandang wanita itu.

Tangan Sylvia memegang tangan Arka dengan paksa. "Aku Sylvia panggil saja Via. Salam kenal," dengan senyum genit ke arah Arka.

Arka menepis tangannya dengan kasar. "Siapa yang mau kenalan sama tante - tante. Minggir dari mobil saya!" Sylvia mundur seketika. Arka membuka pintu dan langsung mengendarai mobilnya.

"Hem, menarik." Sylvia tersenyum keluar dari sudut bibirnya.

Arka masih melajukan mobilnya dengan santai. dia tidak langsung pulang ke apartemennya. Arka akan mengunjungi mamahnya. Sudah lama tidak mengunjungi rumah. dia mampir ke toko kue yang tidak jauh dari rumahnya. Arka tidak sengaja menginjak rem. Otomatis yang ada di belakang menabrak mobilnya.

Wanita berjalan menuju mobilnya. Mengetuk-ngetuk dengan kasar sudah dua kali dia mengalami hal ini. Davira masih mengingat plat nomor mobil yang kemarin mengerem mendadak.

Arka masih mengabaikan. Davira mengenali plat nomernya. Dia langsung berteriak, "Yah ! keluar kamu sudah merusak mobil saya dua kali."

Mengetuk kaca mobilnya dengan penuh amarah. Davira tidak peduli dengan ke adaan sekitar. Dia terus berteriak sampai orang yang ada di dalam keluar.

Arka yang merasa terganggu dengan teriakannya. Arka keluar dari dalam mobil. "Bagus akhirnya kamu keluar juga," Davira melihat Arka dengan tatapan sebal dan juga marah besar.

Dia menenangkan diri agar tidak emosi. Memandang Arka yang berdiri tepat di hadapannya.

Dia memandang wajah tampannya. Ini tipenya Davira. Mata Davira tidak berketip.

Arka yang juga memandang dia dengan tatapan menghindar. Mencoba untuk semua ini cepat selesai.

Arka melampaikan tangannya di depan wajah Davira. "Hah ..." Dia tersadar, rencana awal dia akan protes.

Dia mengubah bicaranya dengan formal, "Anda harus membayar kerusakan yang terjadi. Membuat mobil kesayangan saya rusak seperti itu," Davira langsung menunjuk kerusakan yang ada pada mobilnya.

Arka bersikap biasa saja. "Terus?" Dia berbicara dengan nada datar.

"Dengan gampangnya anda mengatakan Terus. Ya anda harus ganti rugi," dia hanya memandangnya dengan tatapan tenang.

"Hei ! anda dengar tidak apa yang saya katakan!" Davira melambaikan tangannya ke depan muka Arka. Dia memegang tangan Davira dan langsung menghempaskannya ke bawah.

"Sakit Tau!" Davira mengelus tangan yang di hempaskan oleh Arka.

"Anda butuh uang berapa untuk memperbaikinya."Masih dengan suara yang dingin.

"Ini orang terbuat dari apa sih dinginnya sangat kaya es. Tidak ada ekspresinya" Davira berbicara dengan pelan.

"Tergantung dengan kerusakannya," ucap Davira santai.

"Mana ponsel anda." Dengan kaget dia mundur satu langkah.

"Buat apa?" Davira mulai bingung.

"Saya mau ganti mobil anda yang penyok itu," tangan Arka terulur meminta ponsel Davira.

Dia langsung memberikan ponsel ke arah Arka. Arka langsung mengetik nomer teleponnya di ponsel Davira dan menelepon nomornya sendiri.

"Ini nomor saya berapapun kerusakannya saya akan ganti. Kirim saja kuitansinya ke nomor ini," Davira menerima kembali ponselnya. Melihat nama yang tertera di teleponnya. Dia harus menyebut nama Arka.

"Terima kasih kalau begitu saya permisi dulu." Davira berbalik menuju mobilnya dan membuka pintu belakang.

Tetapi entah mengapa Arka memandang terus Davira. Fitur wajah Davira mengingat wajah seseorang yang sudah lama tidak bertemu. Dia membuang ketertarikan jauh-jauh terhadap Davira.

Dia langsung menjalankan mobilnya ke toko kue yang tak jauh dari daerah sini.Berhenti sejenak untuk membelikan kue kesukaan mamahnya.

Sesampainya di rumah dia menekan bel, sambil membawa kue yang ada di tangan kanannya. Yang membuka pintu Raga. Saat pintu dibuka Arka langsung masuk ke dalam rumah. Rumah ini masih sama saat dia memutuskan untuk tinggal di apartemen. Arka meletakan kue di atas meja makan.

"Mah kak Arka datang," Raga langsung berteriak. Membuat gendang telinga rusak. Arka sepontan memukul kepala adiknya.

"Sakit tahu." Dia mengelus - elus kepalanya sendiri.

"Makanya jangan teriak. Sakit gendang telinga kakak." Arka melihat mamahnya berjalan turun dari arah tangga.

"Baru bertemu sudah ribut lagi." Mamanya hanya menggeleng melihat kelakuan anaknya.

"Ini mah, kepala Raga di pukul kakak." Dengan muka ke sakitan.

"Kamu tukang ngadu," kata Arka.

Arka langsung mencium tangan mamahnya.

"Bagaimana kuliahnya lancar?" Tanya mama.

"Iya lancar mah," dengan kata sopan. dia membedakan antara berbicara dengan orang lain dan berbicara dengan kedua orang tuannya.

"Mah harusnya mamah jangan tanya soal kuliahnya. tapi tanya kak sekarang udah punya pacar atau belum?" Dengan sigap dia mundur. Raga sudah tahu kalau kakaknya akan memukul kepalanya lagi.

"Adik saraf," sumpah serapah keluar dari mulut Arka.

"Sudah Raga jangan meledek kakakmu. Sana belajar, besok kan ada ulangan."

"Siap mamahku yang cantik." Raga berjalan menuju tangga.

Di tengah tangga dia berteriak "kak cepat cari pacar mamah sudah kebelet ingin punya mantu." Dia langsung berlari ke kamar sambil tertawa.

***

catatan :

chapter 2 sampai chapter 28 sedang ada perbaikan kata. karena kemarin ngerombak chapter ternyata tidak bisa dan menggulang upload lagi. jadinya masih belum di baca lagi dan di edit katannya.

Terpopuler

Comments

BGC

BGC

Arkaa, laku namanya

2024-05-14

1

BGC

BGC

satu bab pertama

2024-05-13

0

Amelia

Amelia

salam kenal ❤️❤️❤️

2024-04-15

0

lihat semua
Episodes
1 1| Takdir yang Sial
2 2| Kilauan Agresif
3 3| Gelombang Emosi yang Tak Terkendali
4 4| Kilas Senyum Bahagia
5 5| Perubahan
6 6| Baru awal perubahan
7 7| Belajar
8 8I Berakhirnya Masa Sma
9 9I Awal yang baru
10 10I Gebetan
11 11| Mendekati
12 12I Menyelinap
13 13I Pesan Terpendam yang Terucap (Bagian 1)
14 14| Pesan Terpendam yang Terucap (Bagian 2)
15 15| Kencan pertama part 1
16 16| Kencan pertama part 2
17 17| Kencan pertama part 3
18 18| Misi
19 19| Ingatan Kelam yang ingin dia lupakan part 1
20 20| Ingatan Kelam yang ingin dia lupakan part 2
21 21| Satu hari sebelum misi
22 Story Flashback 1 [Pertemuan pertama]
23 Story Flashback 2 [Pertemuan pertama]
24 22| Menyamar
25 23| Tuan muda Hans misterius
26 24| Kita hanya teman
27 25| Ibu?
28 26| Melawan Trauma
29 27| Dua Mayat Anak Kecil
30 Story Flashback 1 [Pertemuan pertama]
31 Story Flashback 2 [Pertemuan pertama]
32 Story Flashback 3 [Pertemuan pertama]
33 28| Dia sangat merindukannya
34 29| kota H saya datang
35 30| Rumah Nenek
36 31| Dia tidak tau sama sekali tentang Arka
37 32| Bertarung dengan Rasa Takut
38 33| Pencarian Identitas yang Sebenarnya
39 34| Rencana yang Berisiko
40 35| Ketegangan
41 36| Momen Keputusan yang Sulit
42 37| Pencarian Putus Asa
43 38| Pesan Terakhir
44 39| Tidak Mungkin
45 40| Surat untuk Davira
46 41| Ketidakpercayaan yang Melanda
47 42| Menangis dalam Kegelapan
48 Update setiap hari!
49 43| Hana merasakan puas telah menghina Tante Fiona.
50 45| Penerbangan ke Negara N.
51 46| Namun, hidup terus berjalan.
52 47| Arka, aku kembali
53 48| Rutinitas Kuliahnya.
54 49| Menyewa Seorang Detektif Swasta
55 50| Pria itu membuka komputer
56 51| Kedipan Merah
57 52| Waktu Seolah-olah Terbatas
58 53| Kotak-kotak berisi karya
59 54| Dr. X
60 55| Adrenalin Kembali ke Waktu Itu
61 56| Artful Essence Gallery
62 57| Pameran dimulai
63 58| Koridor Lantai Dua
64 59| Rasa Penasaran
65 60| Dalam Keheningan.
66 61| Sampai jumpa
67 62| Davira, di mana kamu?
68 63| mengetik kode-kode yang rumit
69 64| Kegelapan Ruangan
70 65| Memperhatikan Setiap Gerakan
71 66| Melanjutkan Pelariannya
72 67| Siapa Kamu ?
73 68| Dia merunduk dan bersembunyi
74 69| Tembakku tidak meleset, bukan?
75 70| Kakak, aku merindukanmu
76 71| Jace. Kami mendekati lokasinya.
77 72| Menyusun Rencana
78 73| Ponsel berdering.
79 74| Mereka tenggelam dalam momen
80 75| Melacak Dr. X: Pergulatan Melawan Waktu
81 76| Permainan Bayangan
82 77| Bayangan di Antara Kita
83 78| Seminggu sebelum penangkapan Dr. X
84 79| Titik Balik Penangkapan
85 80| Menguak Tabir Kegelapan
86 81| Menelusuri Jejak Orakel
87 82| Perjalanan waktu
88 pengumuman
89 83| Rumah
90 84| Simpul Putus
91 85| Luka yang Tak Terhapuskan
92 86| Tidak Percaya
93 87| . Merasa dikhianati
Episodes

Updated 93 Episodes

1
1| Takdir yang Sial
2
2| Kilauan Agresif
3
3| Gelombang Emosi yang Tak Terkendali
4
4| Kilas Senyum Bahagia
5
5| Perubahan
6
6| Baru awal perubahan
7
7| Belajar
8
8I Berakhirnya Masa Sma
9
9I Awal yang baru
10
10I Gebetan
11
11| Mendekati
12
12I Menyelinap
13
13I Pesan Terpendam yang Terucap (Bagian 1)
14
14| Pesan Terpendam yang Terucap (Bagian 2)
15
15| Kencan pertama part 1
16
16| Kencan pertama part 2
17
17| Kencan pertama part 3
18
18| Misi
19
19| Ingatan Kelam yang ingin dia lupakan part 1
20
20| Ingatan Kelam yang ingin dia lupakan part 2
21
21| Satu hari sebelum misi
22
Story Flashback 1 [Pertemuan pertama]
23
Story Flashback 2 [Pertemuan pertama]
24
22| Menyamar
25
23| Tuan muda Hans misterius
26
24| Kita hanya teman
27
25| Ibu?
28
26| Melawan Trauma
29
27| Dua Mayat Anak Kecil
30
Story Flashback 1 [Pertemuan pertama]
31
Story Flashback 2 [Pertemuan pertama]
32
Story Flashback 3 [Pertemuan pertama]
33
28| Dia sangat merindukannya
34
29| kota H saya datang
35
30| Rumah Nenek
36
31| Dia tidak tau sama sekali tentang Arka
37
32| Bertarung dengan Rasa Takut
38
33| Pencarian Identitas yang Sebenarnya
39
34| Rencana yang Berisiko
40
35| Ketegangan
41
36| Momen Keputusan yang Sulit
42
37| Pencarian Putus Asa
43
38| Pesan Terakhir
44
39| Tidak Mungkin
45
40| Surat untuk Davira
46
41| Ketidakpercayaan yang Melanda
47
42| Menangis dalam Kegelapan
48
Update setiap hari!
49
43| Hana merasakan puas telah menghina Tante Fiona.
50
45| Penerbangan ke Negara N.
51
46| Namun, hidup terus berjalan.
52
47| Arka, aku kembali
53
48| Rutinitas Kuliahnya.
54
49| Menyewa Seorang Detektif Swasta
55
50| Pria itu membuka komputer
56
51| Kedipan Merah
57
52| Waktu Seolah-olah Terbatas
58
53| Kotak-kotak berisi karya
59
54| Dr. X
60
55| Adrenalin Kembali ke Waktu Itu
61
56| Artful Essence Gallery
62
57| Pameran dimulai
63
58| Koridor Lantai Dua
64
59| Rasa Penasaran
65
60| Dalam Keheningan.
66
61| Sampai jumpa
67
62| Davira, di mana kamu?
68
63| mengetik kode-kode yang rumit
69
64| Kegelapan Ruangan
70
65| Memperhatikan Setiap Gerakan
71
66| Melanjutkan Pelariannya
72
67| Siapa Kamu ?
73
68| Dia merunduk dan bersembunyi
74
69| Tembakku tidak meleset, bukan?
75
70| Kakak, aku merindukanmu
76
71| Jace. Kami mendekati lokasinya.
77
72| Menyusun Rencana
78
73| Ponsel berdering.
79
74| Mereka tenggelam dalam momen
80
75| Melacak Dr. X: Pergulatan Melawan Waktu
81
76| Permainan Bayangan
82
77| Bayangan di Antara Kita
83
78| Seminggu sebelum penangkapan Dr. X
84
79| Titik Balik Penangkapan
85
80| Menguak Tabir Kegelapan
86
81| Menelusuri Jejak Orakel
87
82| Perjalanan waktu
88
pengumuman
89
83| Rumah
90
84| Simpul Putus
91
85| Luka yang Tak Terhapuskan
92
86| Tidak Percaya
93
87| . Merasa dikhianati

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!