Bianca pamit pada Mika dan Deva, kebersamaan mereka harus berakhir karena malam yang semakin larut, Bianca harus pulang agar tidak membuat Mayang semakin khawatir padanya.
"Besok datang lagi ya," ucap Mika.
Bianca hanya tersenyum saja meresponnya, entah bisa atau tidak, tapi kalau memang boleh, Bianca akan datang kapan pun dia mau.
"Sudah ayo cepat," ucap Melvin.
Bianca menoleh, ia lantas memasuki mobil, Melvin pamit dan segera mengantarkan Bianca pulang, belum satu meter, Melvin harus kembali menghentikan laju mobilnya karena seseorang yang menghalangi jalannya.
"Ah apa dia sudah gila," ucap Melvin kesal.
Bianca diam, bukankah itu Tiara, kenapa wanita itu ada di tengah jalan saat malam-malam seperti ini.
"Ada apa lagi dia."
"Kamu turun saja, ini kan dekat rumah kamu, ya pasti kamu yang jadi tujuannya."
"Kenapa aku?"
"Ya mana aku tahu, kalau mau tahu jawabannya, kamu temui dulu, tanya, baru tahu jawabannya."
Melvin menggeleng, ia lantas keluar dan menghampiri Tiara di sana, Bianca sebenarnya tidak inginkan itu, tapi biarkan saja Bianca harus bisa mengerti.
"Sedang apa kamu disini, apa kamu tidak punya rumah?"
Bukan menjawab, Tiara justru memeluknya begitu saja, Bianca yang melihat dari dalam mobil, seketika memejamkan matanya, itu sudah pasti terjadi dan Bianca tidak akan bisa menghindarinya.
"Apa-apaan ini, lepas, kamu jangan kurang ajar."
"Aku gak mau, kenapa bisa kamu sama dia, kamu sama sekali tidak perduli dengan ku?"
"Semua sudah selesai, aku sudah tidak mau lagi membahas ini, kita sudah sendiri-sendiri sekarang."
"Tapi aku gak mau, aku mau kita kembali bersama seperti sebelumnya."
"Tiara, sudahlah, kamu hanya akan membuat ku pusing saja."
Melvin berusaha melepaskan pelukannya, tapi Tiara terlalu kuat memeluknya, dan Melvin tidak mungkin jika harus berbuat kasar padanya.
"Lepas, kamu jangan lagi menguji kesabaran ku."
"Aku gak mau, kalau memang kamu tidak mau kembali padaku, paling tidak kamu jangan bersama Bianca."
"Itu bukan urusan mu, aku punya hak sendiri memilih wanita yang aku inginkan."
"Tapi jangan dia, aku mohon, mungkin saja jika dengan yang lain, aku bisa lebih menerima."
"Banyak bicara, lepaskan aku apa kamu tidak dengar, Tiara?"
Melvin mulai kesal, nada bicaranya mulai tinggi, tapi meski begitu, Melvin tetap berusaha mengontrol dirinya sendiri.
"Lepas, kamu jangan buat aku memperlakukan mu dengan kasar."
"Tidak, aku tidak perduli, aku mau kamu kembali."
Melvin berpaling, ia mengusap wajahnya cepat, kenapa Tiara begitu menjengkelkan, sejak mereka bersama dan bahkan sekarang ketika mereka telah berpisah, Tiara tetaplah menjengkelkan baginya.
"Melvin," panggil Bianca.
Melvin menoleh, bersamaan dengan itu Tiara juga melepaskan pelukannya, Bianca terlihat berjalan menghampiri keduanya.
"Ada apa, apa mobil mu melukainya?" tanya Bianca
"Tidak, tidak ada luka apa pun."
"Jangan berlagak tidak tahu apa-apa, kamu tahu permasalahannya Bianca," ucap Tiara yang tak tenang.
"Permasalahan apa, aku tidak tahu apa-apa."
"Benarkah, sepolos itukah dirimu, bukankah kamu sudah tahu semuanya?"
"Semuanya, tentu aku tahu, tapi aku tidak mau tahu."
Tiara diam, apa wanita itu akan benar-benar merebut Melvin, kenapa dia tidak mau mengerti tentang perasaannya.
"Tiara, aku tahu siapa kalian sebelum hari ini, aku juga tahu kalau kamu masih menginginkan dia, tapi sekarang semua sudah berbeda, jika Melvin bisa menemukan hati yang lain, maka seharusnya kamu juga bisa."
"Diam kamu!" bentak Tiara.
"Hey, tidak perlu membentaknya seperti itu, tidak akan merubah apa pun," ucap Melvin.
"Kamu tidak mungkin lupa dengan apa yang aku katakan sewaktu di toko kue tadi."
"Tentu, aku masih sangat mengingatnya."
"Dan kamu tidak akan perduli itu, kamu sendiri yang akan susah."
"Tidak, itu tidak benar, jika kamu seperti itu, maka keadaannya yang akan menyusahkan dirimu sendiri, keadaan yang kamu buat sendiri tentunya."
"Pembicaraan apa yang kalian maksud?" tanya Melvin.
Keduanya menoleh bersamaan, tapi kemudian mereka kembali saling tatap, apa Tiara akan mengatakan semuanya, tapi sepertinya tidak dan sebaiknya Melvin memang tahu.
"Kenapa kalian diam?" tanya Melvin.
"Tiara, dia sempat bilang sama aku kalau dia akan kembali memperjuangkan kamu, meski sekarang sudah ada aku pun dia tidak perduli, dan kalau kita sampai terus bersama maka dia akan mengganggu kebersamaan kita."
"Berisik sekali mulut mu itu."
Tiara mengayunkan tangannya berniat menampar Bianca, tapi seharusnya Tiara sadar jika semua itu tidak akan bisa dilakukannya, Melvin dengan cepat menahan tangannya, ia berpindah berdiri di depan Bianca.
"Kamu berani menyentuhnya?"
"Biarkan saja, ia harus tahu sedang berhadapan dengan siapa."
Melvin melepaskan tangannya dengan kasar, dan itu membuat Tiara sedikit meringis.
"Ini, hal seperti ini yang aku tidak suka dari kamu, kamu terlalu urakan, sok pemberani, kasar, kamu selalu merasa kalau kamu paling mampu dalam segalanya, dan aku gak suka wanita seperti itu."
"Tapi kamu pernah bilang sangat mencintai aku."
"Iya, kamu memang benar, aku pernah sangat mencintai kamu, tapi saat itu, aku tidak tahu jika kamu sedang bersandiwara dengan semua sikap baik kamu."
"Melvin ...."
"Diam," potong Melvin.
"Dengar baik-baik, aku tidak mau lagi berurusan sama kamu, tentang aku dan Bianca, biar jadi urusan kita berdua."
"Aku gak bisa terima."
"Itu urusan mu, bukankah jelas, kita memiliki urusan masing-masing, jadi sebaiknya tidak perlu saling mengusik."
Melvin berbalik, ia menatap Bianca sesaat, apa pun yang akan terjadi, wanita di hadapannya akan tetap menjadi pilihannya.
"Ayo kita pulang," ucap Melvin.
"Kalian tidak akan kemana-mana, aku akan halangi jalan kalian."
Melvin kembali berbalik, jadi Tiara benar-benar akan membuatnya marah sekarang, lihat saja apa yang bisa dilakukannya jika terus seperti itu.
"Apa, aku gak takut meski pum kamu tatap aku seperti itu."
"Aku tahu, karena keangkuhan kamu yang tak akan pernah bisa membuat kamu sadar akan kesalahan kamu sendiri, kamu terlalu bodoh untuk bercermin."
"Melvin, sudahlah."
Bianca menarik Melvin untuk sedikit mundur, Bianca sudah sangat mengantuk, dan sampai kapan mereka akan berdebat di sana.
"Ayo kita pulang, Tiara, sebaiknya kamu pergi saja."
"Enak sekali bicara mu itu."
"Tiara, tidak perlu ada hal seperti ini, aku tidak merebut dia dari kamu, kami bertemu setelah kalian berpisah, jadi ini tidak perlu dipermasalahkan."
"Tutup mulut mu itu."
"Tidak, aku tidak bisa seperti itu."
Tiara mengepalkan kedua tangannya, ingin sekali ia menyakiti Bianca sampai tak berdaya malam ini.
"Kita berteman selama ini, dan hubungan kita selalu baik-baik saja, baru kali ini kita seperti ini, dan aku rasa ini tidak seharusnya."
"Tinggalkan dia."
"Aku akan meninggalkannya kalau memang dia sendiri yang meminta ku pergi, tapi jika tidak, maka aku akan tetap bersamanya, aku tidak perduli berapa banyak orang yang akan mengusik kita, selagi kita masih saling menjaga, maka tidak akan ada yang terpisah."
Melvin tersenyum, senang sekali ia mendengarnya, dan tentu saja itu juga yang akan dilakukannya untuk terus bersama Bianca.
"Permisi, segera pulang, ini sudah malam, bahaya untuk peremuan tetap berada di luar."
Bianca memeluk tangan lengan Melvin, ia sedikit menarik Melvin untuk berbalik, keduanya saling lirik dan tersenyum bersamaan.
"Kita akan bersama," ucap Melvin pelan.
Bianca mengangguk, keduanya melangkah dan memasuki mobil, tidak ada gunanya terus berdebat di sana.
Tid .... Tid .... Tid
Tiara segera minggir saat Melvin menginjak pedal gasnya, bagaimana pun juga Tiara belum siap mati sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments