Bianca mengepalkan tangannya seraya menurunkannya lagi, baiklah tidak masalah.
"Kamu yang tadi di Kantor saya kan?" tanya Mika.
Bianca mengangguk pasti, itu memang benar, poni yang dibuatnya tak akan membuat Mika lupa jika dirinya hanyalah penjual kue.
"Kalian sudah bertemu?" tanya Melvin.
"Jadi, anak saya yang kamu maksud?"
Bianca kembali mengangguk, itu juga benar, dua pertanyaan itu jawabannya adalah benar.
"Berani kamu meragukannya?"
Bianca diam, Melvin sedikit heran dengan maksud ucapan Mika, apa maksudnya, dan apa yang telah mereka bicarakan.
"Kamu menginginkan dia?" tanya Deva.
Melvin mengangguk pasti, bukankah itu sudah dikatakannya dengan sangat jelas.
"Kenapa, ada apa, kalian tidak menyukainya?"
"Menurut mu apa?" tanya Mika.
Bianca melirik Melvin, saat ini tidak boleh ada keributan apa pun antara mereka bertiga, lebih baik Bianca pergi saja.
"Emmm maaf, mungkin memang ini bukan waktu terbaik untuk aku datang kesini, sebaiknya aku pamit saja," ucap Bianca.
"Bii, bicara apa kamu ini?"
"Tidak, aku hanya merasa ini bukan keadaan terbaik."
"Kamu mau kemana?" tanya Deva.
Bianca menoleh, sebelum mereka mengusirnya, lebih baik Bianca saja yang sadar diri.
"Aku permisi pulang dulu, maaf kalau kedatangan aku mengganggu malam kalian."
"Kenapa?" sahut Mika.
Bianca diam, kenapa lagi, jika memang Bianca tidak diharapkan di sana, untuk apa lagi Bianca bertahan.
"Bii, kamu tidak perlu ...."
"Aku tidak apa-apa, aku bisa kembali lain waktu kalau memang sudah bisa diterima."
"Kamu merasa kami menolak mu?"
Bianca kembali diam, apa yang harus dikatakannya sekarang, Bianca merasa malas untuk berdebat, dan sampai harus membuat mereka berdebat, itu sangatlah tidak baik bagi semuanya.
"Kamu tidak percaya kalau anak saya serius sama kamu?"
Bianca berbalik dan menatap Melvin, tidak, itu tidaklah benar, Bianca akan percaya, tapi Bianca butuh sedikit lagi hal untuk bisa menambah kepercayaannya dan keyakinannya.
"Mama sama Papa kenapa sih, kenapa kalian seperti ini, kalian harusnya menyambut Bianca dengan baik, aku tidak ada berbohong, semua yang aku katakan memang benar kan?"
"Iya, semua memang benar," ucap Mika.
"Lalu kenapa kalian seperti ini?"
"Karena kami mau lihat seperti apa dia kalau diperlakukan seperti ini."
"Maksudnya apa sih?"
"Siapa nama mu?" tanya Mika.
Bianca menoleh, ia memejamkan matanya sesaat sebelum akhirnya kembali menatap dua orang itu.
"Siapa nama kamu?" ulang Mika.
"Nama aku Bianca," ucapnya seraya mengulurkan tangan.
"Mama," panggil Melvin.
Mika menghembuskan nafasnya dan menjabat tangan Bianca, saat itu juga Bianca mencium punggung tangan tersebut, ia mengulang hal yang sama pada Deva.
"Jadi ini wanita pilihan kamu?"
"Tentu saja, aku akan menikahinya segera."
"Tentu saja, lebih cepat lebih baik," ucap Deva.
Bianca mengernyit, ia fokus menatap Deva, apa lelaki itu mau menerimanya, paling tidak, ada satu sisi yang bersedia mempertahankannya.
"Berapa lama kami harus menunggu pernikahan kalian, satu bulan, dua bulang, tapi jangan membuat kami menunggu sampai satu tahun," tambah Mika.
Bianca melirik Melvin, lelaki itu tampak tersenyum, ia balik menatap Bianca seraya mengangkat kedua alisnya sesaat.
"Tidak, aku tidak percaya," ucap Bianca pelan.
"Dan sekarang kamu berani meragukan saya juga suami saya."
Mika membalik kembali tubuh Bianca, ia begitu saja memeluk Bianca, tentu saja hal itu membuat Bianca terdiam mematung.
"Kami ingin menantu yang pekerja keras."
Bianca melirik Deva di sampingnya, Deva mengangguk seraya tersenyum.
"Jadi, kalian mau menerimanya?" tanya Melvin.
"Tentu saja, kapan kita ke rumahnya untuk bertemu orang tuanya," ucap Deva.
Bianca tersenyum, apa telinganya tidak salah dengar, benarkah semua itu, jelas saja Bianca merasa sangat senang dengan keadaan saat ini.
"Boleh aku memeluk, Ibu?" tanya Bianca.
Mika mengernyit, ia menatap Melvin di sana.
"Bianca memang memanggil Ibu pada Mamanya di rumah."
Mika mengangguk, baiklah itu bukan masalah, sama saja untuk panggilan perempuan.
"Kenapa tidak, peluklah," ucap Mika.
Bianca kembali tersenyum, ia membalas pelukan Mika dengan hangatnya, melihat itu Deva dan melvin tersenyum bersamaan.
"Maaf ya, kami hanya bercanda saja."
"Tidak masalah, maafkan aku yang sudah meragukan putra mu."
Mereka sama-sama tersenyum, Mika melepaskan pelukannya, Bianca melirik Deva, sesaat kemudian lelaki itu mengusap kepalanya.
"Semoga Tuhan juga merestui kalian."
Bianca mengangguk, ia berbalik pada Melvin di sana, keduanya tersenyum, ingin sekali Bianca memeluk lelaki itu, tapi tidak, Bianca harus menjaga sikapnya.
"Oh iya, ini, tadi Ibunya Bianca titip ini buat kalian."
Mika menerimanya, ia membukanya dan tersenyum melirik Devan.
"Ini kue yang sama, untuk apa kamu membawanya, apa kamu lupa kalau saya sudah membeli banyak tadi siang?"
Bianca sedikit tertawa, jika saja ia tahu dua orang yang akan ditemuinya adalah Mika dan Deva, mana mungkin Bianca membawa kue tersebut..
"Tidak masalah, ini biar jadi cemilan di kamar kami, terimakasih."
"Sama-sama, Bu."
"Baiklah, ayo kita makan dulu, sayang nanti makanannya keburu dingin," ucap Deva.
Melvin dan Bianca mengangguk bersamaan, mereka membiarkan Deva dan Mika pergi lebih dulu.
"Bukankah aku benar?"
Bianca menoleh, ia hanya tersenyum saja menanggapinya, melvin mendekat dan memeluknya begitu saja.
"Kita akan sama-sama setelah ini, apa aku harus menembak mu seperti para bocah di luaran sana."
Bianca melepaskan pelukannya, ia memukul Melvin asal.
"Tentu saja itu harus, karena kamu sedang mendekati seorang bocah, jadi kamu harus menembak ku di hadapan banyak orang."
"Dan kamu akan menolak ku?"
"Tentu saja, bagus kalau kamu tahu."
Keduanya tertawa bersamaan, Melvin merangkul Bianca dan membawanya menyusul Mika dan Deva.
"Ayo duduk, cepat makan," ucap Mika.
Keduanya duduk, Bianca melihat kue itu di meja sana, rupanya kue itu memang disuguhkan malam ini.
"Kamu suka makanannya?" tanya Mika.
Bianca menoleh dan mengangguk, bagaimana bisa Bianca menolaknya, itu sudah disiapkan untuknya.
"Ya sudah ayo makan."
"Terimakasih."
Mereka mulai mengambil bagiannya, makan malam kali ini terasa berbeda karena keberadaan Bianca, mereka bicara banyak hal disela suapan makanannya.
Mika dan Deva memperhatikan cara bicara Bianca, dan itu memang sopan, sikapnya pun cukup tenang, dan satu lagi, mereka melihat jika Bianca adalah sosok yang ceria.
"Hey, apa kamu selalu seperti ini?" tanya Deva.
Bianca seketika diam, apa suaranya telah menyakiti telinga mereka.
"Aku minta maaf."
"Kenapa minta maaf, sebaiknya kamu setiap malam kesini, agar malam kami semakin hangat karena suara mu."
Bianca melirik Melvin, kenapa seperti itu, Melvin justru menyentil poninya asal.
"Kamu begitu cerewet, banyak bicara sekali, disini tidak ada yang seperti itu," ucap Melvin.
"Dan kami menyukai itu," ucap Deva dan Mika kompak.
"Sering-sering datang kesini, agar kami terlatih jadi orang cerewet," tambah Deva.
Bianca tersenyum seraya berpaling, bukankah itu menyenangkan, Bianca senang karena mereka tidak mencelanya sama sekali.
Mereka menikmati kebersamaannya dengan bahagia, Bianca teringat dengan kalimat Tiara yang berniat mengganggunya dengan Melvin, tapi sekarang Bianca tidak khawatir lagi, mereka akan membela Bianca tentunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments