Sudah Punya Pasangan?

"Duduklah dulu, kenapa harus seperti itu, nanti juga balik lagi," ucap Deva.

Mika menggeleng, sejak tadi wanita itu terus saja mondar mandir, tak bisa duduk, padahal hanya menunggu tukang kue saja.

"Duduk, Ma."

"Nanti saja, lagi pula kenapa dia lama sekali, kan sudah dikasih tahu kalau kita gak lama disini."

"Ya mungkin tempatnya jauh, atau bisa saja di jalannya macet kan."

Mika mengangguk, itu memang bisa saja, tapi meski begitu Mika tetap tidak sabar.

"Duduk dulu, kan tadi sudah sarapan di rumah, apa sudah lapar lagi sekarang?"

"Diamlah."

Deva menggeleng, ia bangkit dan berlalu begitu saja meninggalkan istrinya, terserah saja, pusing kalau harus terus melihatnya seperti itu.

"Asal pergi saja, pamit dulu paling tidak."

Mika menggeleng, tapi sudahlah lebih baik memang sendiri saja agar tidak ada yang mengajaknya berbicara.

"Mana sih, jangan-jangan perempuan itu berbohong, rasakan saja kalau bohong, aku kan belum bayar kuenya yang tadi diambil karyawan."

"Saya tidak bohong, Bu, saya kembali."

Mika menoleh, ia tersenyum dan segera menghampiri Bianca, ia terdiam memperhatikan Bianca mengeluarkan pesanannya.

"Sesuai pesanan Ibu, dan sama persis dengan yang sebelumnya, jumlahnya pun sama," ucap Mika seraya memberikan kantongnya.

"Terimakasih banyak loh."

Bianca mengangguk, dan diam ketika Mika memeriksa isinya.

"Pesan banyak banget, buat apa Bu?"

"Ada, anak saya mau bawa calon istrinya nanti malam, saya harus siapkan suguhan yang enak."

Bianca tersenyum, ia jadi teringat dengan Melvin, buaknkah lelaki itu juga akan membawanya bertemu dengan keluarganya, apa mungkin sambutannya akan sebaik yang dilakukan wanita di hadapannya.

"Berapa totalnya sama yang tadi?"

Bianca diam, ia sibuk bergelut dengan fikirannya sendiri, perasaan senangnya akan bertemu dengan keluargan Melvin, terganggu oleh Tiara, Bianca terus saja kefikiran tentang mereka berdua.

"Hey, ada apa, kamu sakit?"

Bianca mengerjap, ia berpaling sesaat, dan tersenyum pada Mika.

"Ada apa, kamu pasti kelelahan kan?"

"Tidak, tidak apa-apa, aku hanya senang saja mendengar Ibu siapkan itu untuk calon menantu, pasti wanita itu senang sekali."

Mika tersenyum, apa benar seperti itu, apa dia akan senang hanya dengan dihidangkan kue-kue yang dibelinya sekarang.

"Semoga cocok ya, Bu."

"Iya, semoga saja, saya juga baru mau bertemu malam ini, saya tidak tahu seperti apa orangnya, tapi anak saya begitu bangga ketika menceritakannya, saya juga harus percaya."

"Iya, karena bagi orang tua, kebahagiaan anaknya adalah yang utama."

"Benar sekali, kamu sendiri sudah menikah, atau mungkin sudah ada calonnya?"

Bianca diam, bisakah Bianca menyebut Melvin sebagai miliknya, tapi tidak, lelaki itu belum benar-benar berbica padanya, lagi pula Bianca ingin tahu dulu seperti apa respon orang tuanya Melvin nanti.

"Hey, kamu kebanyakan melamun, jangan seperti itu, tidak baik."

"Iya, pertanyaan Ibu membuat saya sedikit bingung."

"Kenapa?"

"Tidak, saya ada seseorang yang baru saya kenal, dia baik dan bilang kalau dia menyukai saya, tapi itu sepertinya bohong ya Bu."

"Kenapa bohong?"

"Karena kita baru kenal malam hari, dan pagi harinya dia bilang gitu."

"Kalau anak saya yang bilang begitu pasti jujur, tapi kalau orang lain, saya tidak tahu."

Bianca tersenyum seraya mengangguk, baiklah, kalau memang seperti itu, calon menantunya pasti akan senang sekali mendapatkan anaknya.

"Ahh sudahlah Bu, kenapa saya jadi curhat, saya kan harus jualan," ucap Bianca seraya tersenyum.

"Tidak masalah, semoga saja lelaki itu tulus ya sama kamu."

"Amin, terimakasih."

"Baiklah, jadi berapa yang harus saya bayar?"

"Semuanya sama yang tadi jadi 875.000."

"Oh oke, cash atau ...."

"Cash saja Bu, soalnya itu setoran, jadi harus berbentuk uang."

"Oh, oke sebentar."

Bianca mengangguk, ia diam menunggu wanita itu menyiapkan uangnya.

"Ini ya, sama sekalian saya minta nomor kamu boleh?"

"Nomor saya?" tanya Bianca seraya menerima uangnya.

"Ya, boleh kan, saya suka dengan kuenya, siapa tahu saja saya bisa berlangganan di tempat kamu."

"Oh, boleh, boleh sekali."

"Tulis disini."

Mika memberikan ponselnya, dengan segera Bianca menerimanya dan mencatat nomornya.

"Namanya Bimana Cake ya, Bu."

"Oke, terimakasih."

Bianca lantas pamit dan pergi setelah semuanya selesai, Mika tersenyum, ia lantas duduk dan menikmati beberap kuenya.

----

Melvin dan Agit terlihat berjalan menuju mobil mereka yang terparkir, keduanya berbincang banyak hal tentang meeting yang baru selesai mereka jalani.

"Pak, kenapa setuju saja dengan ini, bukankah pembagian awal tidak seperti itu?"

"Biarkan saja dulu, kita ikuti saja seperti apa maunya, dia memang sengaja ingin mengambil keuntungan sendiri."

"Tapi kita bisa rugi."

"Ambil dari yang kecil dulu, lama-lama juga bisa jadi besar, kita hanya harus buktikan kalau kita memang pantas menerima kerjasama ini, selebihnya kita lihat kedepannya."

Agit mengangguk, baiklah kalau memang seperti itu, semoga saja hasilnya tidak mengecewakan bagi perusahaan mereka.

"Melvin."

Keduanya menoleh, pintu yang telah terbuka itu kembali ditutup, Melvin tersenyum melihat Bianca di sana.

"Sedang apa dia," ucap Melvin pelan.

"Siapa, Pak?"

Melvin menoleh, ia tersenyum menatap Agit yang bertanya seperti itu.

"Dia yang akan saya bawa besok ke tempat perhiasan suami kamu."

Agit mengernyit, ia kembali melirik Bianca di sana, apa bosnya itu sedang bercanda, bagaimana bisa ia dengan kurir kue seperti itu.

"Kamu masuk dulu ya, aku kesana sebentar."

"Baik, Pak."

Melvin berlalu, Agit lantas masuk, ia menggeleng dan terdiam memperhatikan mereka dari dalam mobil.

"Kamu ngapain kesini?"

Bianca tersenyum, Melvin melirik kue-kue di belakang Bianca.

"Kamu sengaja kesini, kamu merindukan ku?"

Bianca berdecak seraya berpaling, hal itu membuat Melvin tersenyum dan sedikit mengacak rambut Bianca.

"Jangan seperti itu, aku sedang bekerja."

Bianca merapikan kembali rambutnya, asal sekali Melvin ini.

"Iya maaf, ya sudah, jadi untuk apa kamu kesini?"

"Mau antar kue ini ke dalam sana."

Melvin diam, ia kembali melihat kue-kue itu, kalau tidak salah mereka sempat menikmati kue di dalam sana, dan salah satu jenis kue itu ada dalam kotak kue yang dibawa Bianca.

"Kamu jadi pemasok kue disini?"

"Pintar sekali."

Melvin mengangkat kedua alisnya, jadi kue yang dimakannya tadi, kue buatan Bianca dan Ibunya.

"Kenapa, kamu mau, ambil saja."

"Aku sudah makan kue itu tadi."

"Benarkah?"

"Ya, enak sekali, aku makan yang cokelat itu."

Bianca melihat arah tunjuk Melvin, ia tersenyum seraya mengangguk, benar sekali itu memang kue darinya.

"Enak juga, menyesal aku tidak bawa sewaktu aku membuat kue di rumah mu."

"Itulah kesalahan mu," ucap Bianca seraya menggeleng kecewa.

Melvin sedikit tertawa, ia mencubit hidung Bianca sekilas, kenapa Melvin merasa gemas dengan wanita itu.

"Nanti malam jadi ya, aku jemput jam 7."

Bianca mendadak mematung, apa bisa Bianca membatalkannya saja, Bianca takut dengan hasilnya nanti.

"Kamu tidak merubah jadwal kita kan?"

"Kalau aku batalkan gimana?"

Melvin balik diam, ia menatap Bianca tanpa celah, berani sekali Bianca bertanya seperti itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!