Besok, Aku Bawa

"Pak Melvin."

Melvin menoleh, ia sudah kembali pada kesibukan kantornya saat ini, setelah libur weekend sebelumnya.

"Pak, ada perubahan jadwal meeting siang ini, dipindah jadi jam 9 pagi."

"Siapa?"

"Pak Wiguna."

"Oh, ya sudah, gak ada bentrok kan?"

"Tidak."

"Ya sudah, sebentar lagi kita berangkat."

"Baik, Pak, permisi."

"Iya."

Beberapa saat melangkah, Melvin teringat sesuatu, ia berbalik, untung saja wanita itu masih terlihat.

"Agit," panggil Melvin.

"Iya, Pak?"

"Kemari."

Wanita itu kembali menghampiri Melvin, Agit adalah sekretarisnya di kantor, dan Melvin sudah sangat percaya pada wanita itu.

"Kenapa, Pak?"

"Kamu kan yang buka toko perhiasan?"

"Suami saya, Pak."

"Sekarang masih buka?"

"Masih, Pak."

"Saya mau kesana, dimana tempatnya, tolong kirimkan ke saya lokasinya."

"Bapak, perlu perhiasan apa?"

"Cincin, saya perlu cincin."

"Satu?"

"Dua."

"Maksudnya couple, atau untuk resmi?"

Melvin diam, sebenarnya Melvin ingin melamar Bianca, tapi sebaiknya itu dirahasiakan saja dulu.

"Pak."

"Ya, cincin couple boleh, atau apa sajalah nanti saya pilih sendiri disana."

"Bapak, mau bawa kekasihnya?"

"Ya, besok aku bawa dia, aku tidak tahu ukuran jarinya."

Agit tersenyum seraya mengangguk, tentu saja itu membuatnya ikut bahagia juga, Agit memang sekretaris di kantor, tapi Agit cukup tahu banyak tentang bosnya itu, termasuk kisah asmaranya yang berkahir dengan Tiara.

"Ya sudah, siapkan bahan untuk meeting, dan jangan lupa kirimkan alamat toko kamu."

"Baik, permisi."

Keduanya berbalik, mereka pergi ke tempatnya masing-masing untuk mengerjakan tugasnya masing-masing.

"Agit, kamu hari ini keluar?"

"Ya, sebentar lagi aku pergi sama Pak Melvin, kenapa?"

"Aku mau titip ya, boleh kan?"

"Titip apa?"

"Meeting di Restoran kan, aku mau titip makanan disana, aku malas keluar nanti saat makan siang."

"Oh, boleh, kamu kirimkan saja pesanannya, jadi aku gak lupa."

"Oke, terimakasih."

Agit mengangguk dan kembali melangkah, ia memasuki ruangannya dan segera menyiapkan berkas yang dibutuhkan untuk meeting pagi ini.

"Bisa sekali merubah jadwal dadakan seperti ini, difikir enak kerja dengan terburu-buru seperti ini, menyebalkan sekali."

Agit justru mengomel di ruangannya seraya memisahkan berkas yang dibutuhkannya, awas saja kalau hasilnya buruk, sudah seenaknya seperti ini.

"Permisi."

Agit menoleh, ia melihat Mika yang memasuki ruangannya, ada apa, kenapa bos besarnya datang diwaktu sepagi ini.

"Ada apa, Bu, silahkan duduk."

"Kamu sedang sibuk?" tanya Mika seraya duduk.

"Tidak, saya hanya sedang siapkan materi meeting pagi ini."

"Ada jadwal meeting?"

"Ada, dadakan, harusnya siang tapi diganti jadi sekarang jam 9."

"Oh kalian mau pergi."

"Ada apa memangnya?"

"Tidak, tadinya saya mau temui Melvin, tapi kalau memang kalian mau pergi, silahkan saja."

"Bisa saya panggilkan dulu, Bu."

"Tidak perlu, saya juga bisa langsung ke ruangannya kalau memang saya mau."

"Baiklah kalau memang seperti itu."

Mika mengangguk, ia kembali pergi meninggalkan ruangan Agit, dan meninggalkan kantor juga.

"Bagaimana?" tanya Deva.

"Tidak bisa, Melvin ada meeting jam 9 ini."

"Baiklah, jadi kita juga ke Kantor?"

"Tentu saja, ada pesanan yang harus Mama ambil disana, katanya sampai hari ini."

"Pesan apa lagi kamu ini, belanja saja terus."

Mika hanya tersenyum mendengar omelan Deva, lelaki itu memang selalu begitu, tapi meski mengomel, ia tidak pernah menganggap serius, pada akhirnya Deva mendukung juga apa pun yang disukai Mika.

Sepanjang perjalanan, mereka tak henti berbincang, membicarakan Melvin dan juga Bianca, mereka merasa penasara dengan sosok gadis sederhana itu.

"Papa, bagaimana kalau Melvin salah pilih wanita lagi?"

"Biarkan saja, itu kan proses, apa pun yang akan terjadi biarkan saja dia jalani."

"Tapi kasihan kalau harus terus menerus kecewa."

"Ya doakan saja, semoga kali ini dia tidak salah lagi."

"Tapi wanitanya yang sekarang baru berusia 19 tahun."

"Apa masalahnya, biarkan saja, yang menjalani kan mereka, kalau memang cocok ya gak masalah kalau soal umur."

Mika mengangguk, baiklah kalau memang seperti itu, semoga saja Melvin tidak akan salah lagi memilih pasangan.

Sampai di kantor, keduanya dibikin bingung dengan kerumunan orang di pintu masuk sana, Deva sedikit panik melihat itu, dengan segera ia keluar dan berjalan mendekati kerumunan tersebut.

"Ada apa ini?" tanya Deva tegas.

Mereka sontak menoleh dan berdiri menyamping, Mika tampak sampai di samping Deva.

"Selamat pagi Pak, Bu."

Deva dan Mika saling lirik, siapa wanita itu, kenapa menyebabkan kerumunan seperti itu.

"Siapa kamu?"

"Saya sedang promosi kue dari toko kue saya, maaf kalau saya membuat keributan disini, tapi ini hanya sebentar saja."

Mereka tampak menghindari tatapan Deva, mereka berpaling asal.

"Kue apa?" tanya Mika.

Penjual kue yang tak lain adalah Bianca, lantas menunjukan beberapa jenis kue yang dibawanya, itu adalah jenis kue paling laku di tokonya.

"Silahkan Pak, Bu, dicoba terlebih dahulu, kalau memang rasanya tidak enak, kalian boleh usir saya dari sini."

Deva dan Mika mengamati kue-kue itu, memang terlihat enak, warnanya yang begitu menggoda dan bentuknya yang memang menggemaskan.

"Saya boleh coba yang mana saja?" tanya Mika.

"Silahkan, Bu."

Mika mengambil salah satu kue keringnya, ia memakannya, untuk sesaat ia merasakan kue tersebut dan mengangguk.

"Enak, memang enak," ucap Mika.

Bianca tersenyum, tentu saja karena semua orang yang pernah mencobanya, ketagihan dan selalu membelinya lagi.

"Bu, kalau mau beli, sekalian bonus buat kita ya."

Mika menoleh, itu adalah karyawan di kantornya, bagus sekali mereka memiliki keberanian seperti itu.

"Baiklah, ambil yang kalian mau, kalau memang cukup."

"Serius, Bu."

Mika mengangguk, mereka mendadak heboh dan mengambil apa yang mereka inginkan, Bianca sampai kewalahan melayaninya.

"Hey, sisakan buat saya," ucap Mika.

Mereka menoleh, tapi sayangnya, semua kue itu telah mereka habiskan, kini kue-kue itu telah ada di kantong keresek yang mereka pegang.

"Aah apa-apaan ini, kalian menghabiskannya dan saya yang harus membayarnya?"

"Kan gak tiap hari Bu."

"Diam kamu."

Mereka diam, lalu apa mereka harus mengembalikan kue-kuenya lagi, tapi mereka memang menginginkannya sekarang.

"Tenang saja, Bu, kalau memang mau, saya bisa ke toko dulu dan kembali dengan membawa kue yang Ibu mau," ucap Bianca.

"Benarkah?"

"Tentu saja, Ibu tinggal kasih tahu saja kue mana yang Ibu mau."

Mika melirik Deva, lelaki itu hanya mengangguk saja meresponnya.

"Saya memesan semua jenis kue yang sekarang kamu bawa, jangan sampai ada yang terlewat."

"Benarkah?" tanya Bianca.

"Tentu saja, segera antarkan kesini, karena saya hanya sebentar ada disini."

"Baik Bu, saya akan segera kembali kesini, mohon menunggu."

"Oke, saya bayar dulu yang ini?"

"Tidak, nanti saja sekali sama pesanan Ibu."

"Baiklah, segera kembali."

Bianca mengangguk, ia lantas merapikan semuanya dan segera pergi dari tempat itu, Mika dan Deva menatap kepergian wanita itu yang menggunakan motor.

"Mau saja dia menjual kue seperti itu, padahal dia bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus," ucap Deva.

"Bagus, itu wanita tangguh, dia berani seperti itu, menawarkan kue ke tempat yang asing baginya, dia pasti sedikitnya merasa malu, belum lagi terkena panas dan hujan ketika mencari pelanggan."

Deva mengangguk, itu sudah pasti, dan ya Deva setuju mengakui jika wanita itu memang hebat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!