Jadi, Kalian?

Bianca keluar dari kamarnya, jam sudah menunjukan pukul 3 sore, ia sudah mandi dan berpenampilan rapi.

"Kamu mau berangkat sekarang?" tanya Mayang.

"Gak, aku tunggu pangeran ku dulu."

Mayang menggeleng, bisa sekali putrinya berkata seperti itu, jujur saja Mayang masih terfikir dengan semua perkataan Melvin sewaktu di dapur.

"Ibu kenapa?"

"Tidak apa-apa, kamu hati-hati kalau nanti pergi, Ibu kan harus ke Toko."

"Iya, tenang saja, aku kan sudah ada yang jaga sekarang."

"Jangan terlalu percaya diri, kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi besok lusa."

"Apa lagi Ibu, yang akan terjadi besok lusa adalah kebahagiaan aku yang akan menjadi sempurna."

Mayang tersenyum, ia membawa Bianca ke dalam dekapannya, sudah sejak dua tahun lalu Bianca selalu mendambakan seorang pangeran, dan apa benar kali ini Bianca telah menemukan mimpinya.

"Ibu, jangan berfikir buruk, kita harus selalu berfikir positif tentang hal apa pun, supaya hasilnya juga baik."

"Iya, Sayang."

"Ya sudah, katanya mau berangkat ke Toko."

Mayang melepaskan pelukannya, itu benar dan sebaiknya Mayang berangkat sekarang saja.

"Nanti aku pulang malam ya, Bu."

"Jangan macam-macam, kamu pergi dalam keadaan baik dan pulang pun harus sama."

Bianca tersenyum, tentu saja akan seperti itu, Bianca akan pulang dengan selamat dan sehat diantarkan pangerannya.

"Ya sudah, kamu kabari Ibu kalau nanti sudah berangkat."

"Siap."

Keduanya tersenyum bersamaan, Mayang lantas berlalu meninggalkan Bianca di sana, semua kue yang dibuat tadi telah diantar lebih dulu ke toko, sehingga sekarang Mayang tak perlu membawa apa pun juga.

"Baiklah, mana lelaki itu, kenapa tidak mengabari ku sampai sekarang."

Bianca duduk, ia memainkan ponselnya, ada beberapa pesan masuk di sana dan Bianca belum sempat membacanya.

"Sabar dulu, aku akan datang, berisik sekali teman ku ini."

Bianca tersenyum, sore ini Bianca akan menunjukan Melvin pada mereka semua, tentu saja Bianca yakin jika mereka akan ikut merasakan bahagia.

Tid .... Tid .... Tid

Bianca menoleh, senyumannya semakin terlihat sempurna, itu pasti mobil Melvin, dan lelaki itu datang tepat waktu, satu jam sebelum janji pergi.

"Lebih baik aku keluar saja, biar dia tidak perlu masuk, lagi pula disini tidak ada Ibu, aku jadi takut kata orang nanti."

Bianca bangkit dan berlari keluar, ia melihat mobil Melvin di jalan sana, bukankah benar, memang hanya Melvin yang datang ke rumahnya dengan menggunakan mobil.

"Hai," sapa Bianca setelah pagar terbuka.

Melvin menoleh, ia terdiam memperhatikan penampilan Bianca, sore ini sedikit berbeda, ia memakai dress pendek.

"Bagus, cantik," ucap Melvin.

"Tentu saja, aku tahu kalau aku memang cantik."

Melvin tersenyum seraya mengusap kepala Bianca, sontak saja Bianca terdiam, hatinya mendadak berbunga, itu manis bagi Bianca.

"Berangkat sekarang?"

"Terserah, masih satu jam lagi."

"Kita langsung saja ya, dari pada nanti jadi terlambat."

"Oke."

Melvin membukakan pintu mobil untuk Bianca masuk, setelahnya ia pun masuk dan melaju pergi meninggalkan rumah Bianca.

"Kamu tidak ada acara sama sekali?"

"Tidak, dan kalau pun memang ada acara, aku akan batalkan semuanya, aku akan pergi dengan mu saja."

Bianca mengangguk pelan, baiklah, semoga saja semua yang dikatakan Melvin bukan sebatas gombalan.

"Aku mau bawa kamu ke orang tua ku."

"Hah."

"Gak apa-apa kan, mereka baik kok."

"Kapan?"

"Besok, atau lusa."

Bianca diam, apa benar harus secepat itu, Bianca tidak siap jika sampai kedatangannya itu ditolak.

"Jangan khawatir, sekali pun mereka tidak suka, mereka akan tetap menghargai, jadi tidak akan membuat mu kecewa."

"Apa harus secepat itu?"

"Aku sudah bilang sejak awal, aku ikut acara malam itu untuk hal yang serius."

"Ya aku tahu, cuma .... Ya sudah, aku ikut saja kalau gitu."

Melvin tersenyum dan mengangguk, itu jawaban yang cukup membuatnya senang, semoga saja memang semua bisa sesuai dengan keinginannya.

"Disini acaranya?"

"Iya."

Melvin memarikir mobilnya, mereka keluar bersamaan, dengan segera Melvin menghampiri Bianca dan menggandengnya memasuki Cafe.

"Kenapa sampai seperti ini?"

"Diamlah, aku tidak mau ada yang mengganggu mu."

"Aku kan di samping kamu."

"Tetap saja."

"Baiklah."

Bianca tersenyum, apa yang dikatakannya itu hanyalah basa-basi, Bianca senang dengan sikap Melvin terhadapnya, mungkin memang Bianca akan aman bersama dengan lelaki itu.

"Dimana?"

"Disini, tapi sepertinya belum pada datang."

"Mungkin kita bisa pesan makan atau minuman terlebih dahulu?"

"Tentu saja."

Keduanya tersenyum, mereka kembali melangkah untuk mencari tempat duduk.

"Aca," teriak seseorang di belakang sana.

Bianca menoleh, Melvin turut menoleh ketika Bianca menghentikan langkahnya.

"Ada apa?" tanya Melvin.

"Aca."

"Hai," ucap Bianca sedikit berteriak.

Melvin melepaskan genggamannya, dan membiarkan Bianca memeluk temannya, Melvin sedikit geli melihat teman Bianca itu, sepertinya ia laki-laki yang begitu gemulai.

"Datang sama siapa ini, ya Tuhan, kenapa tampan sekali."

Bianca melirik Melvin, ia tersenyum melihat ekspresi Melvin yang terkesan lucu.

"Siapa neng?"

"Kenalan saja sendiri," ucap Bianca.

"Baiklah, mari tampan salaman dengan ku."

Melvin mengangkat kedua alisnya saat melihat uluran tangan darinya, dengan ragu ia menjabatnya juga.

"Siapakah gerangan?"

"Melvin."

"Aahhh, nama yang sangat bagus," ucapnya seraya mencubit kedua pipi Melvin.

Melihat Melvin yang bergidik ngeri, Bianca justru tertawa, ya mulai sekarang sepertinya Melvin harus terbiasa untuk berteman dengan teman-temannya yang lain.

"Sebutkan nama mu," ucap Bianca.

"Oh iya ya ampuun sampai lupa," ucapnya dengan gaya yang begitu lemah gemulay.

"Kenalkan, nama ku Sintio."

Melvin mengernyit, nama macam apa itu, kenapa Melvin semkin geli saja mendengarnya.

"Baiklah, berhenti menatapnya seperti itu, aku bisa cemburu."

"Apa, cemburu, oke wait, jadi kejelasannya siapa lelaki ini?"

"Dia ...."

"Aku calon suami Bianca," sela Melvin.

Bianca dan Sintio saling lirik, lagi dan lagi Melvin membuat perasaan Bianca berbunga, apa Bianca bisa percaya semua itu.

"Ada apa, kenapa kalian diam, apa kalian tidak percaya?" tanya Melvin.

"Aca, apa itu benar?" tanya Sintio.

Bianca menelan ludahnya, apa yang harus dikatakannya, bolehkah jika Bianca mengaku menginginkan kebenaran dari ucapan Melvin.

"Bianca."

Ketiganya menoleh bersamaan, rombongan teman-teman Bianca telah datang sekarang, Bianca melirik Melvin sekilas sampai akhirnya ia harus menyambut temannya itu.

"Aah aku tahu kamu pasti datang,"

"Kita sudah janji akan datang hari ini."

"Dan kita benar-benar lengkap."

Bianca mengangguk setuju, mereka tampak mengalihkan pandangannya pada Melvin, sama halnya dengan Sintio, mereka juga bingung dengan sosok Melvin.

"Siapa dia?"

Bianca melirik Melvin, semoga saja lelaki itu tidak muak dengan mereka semua, Bianca tidak mau membuatnya kesal apa lagi sampai marah.

"Bianca."

"Dia calon suami Aca, siapa lagi," ucap Sintio.

Mereka kembali menatap Bianca, kabar apa itu, kenapa begitu indah.

"Bianca."

Bianca menggeleng, ia tak tahu harus berkata apa pada mereka tentang Melvin.

"Dia tidak mempercayai ku, sehingga dia tidak berani mengiyakan kalimat tersebut," ucap Melvin.

"Jadi?"

"Itu memang benar, aku calon suami teman kalian, Bianca."

Mereka sontak menganga kompak, matanya sama-sama membulat, benarkah seperti itu.

"ahh tidak tidak, jangan berfikir sesuatu yang macam-macam," ucap Bianca.

Tanpa berkata apa pun mereka bersorak kompak, dan bergantian memeluk Bianca, hal itu membuat Melvin tersenyum, ditambah lagi dengan wajah bingung Bianca semakin membuatnya tersenyum.

"Siapa yang akan menikah?"

Suara riuh itu seketika hening, mereka melirik sumber suara, begitu juga dengan Melvin, tapi keadaan berubah, seperti ada perasaan yang terusik setelah kedatangan Tiara.

"Bianca akan menikah dengan lelaki ini, bukankah itu kabar yang sangat bagus, kita harus merayakannya," ucap Sintio.

Yang lain membenarkan ucapan Sintio, tapi saat itu Bianca meminta mereka untuk diam, mereka harus sadar dengan tatapan Melvin dan Tiara di sana, dua orang itu tampak bertahan dengan tatapan satu sama lain.

"Ada apa ini?" tanya Sintio.

Bianca mengernyit saat melihat perubahan ekspresi Tiara, kenapa ia terlihat begitu sedih, ada kekecewaan besar yang tak sadar ia tunjukan di wajahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!