Jalan Saja

Mayang memasuki kamar Bianca untuk mengantarkan minumnya, putrinya itu tampak masih terjaga bahkan meski malam telah larut.

"Kamu masih belum tidur, jam berapa ini?"

"Aku belum ngantuk, Bu."

"Ada apa, ada yang kamu fikirkan?"

Bianca lantas duduk dan meminta Mayang untuk duduk, setelah menyimpan gelas, Mayang pun duduk di samping putrinya.

"Ada apa, kenapa gelisah sekali?"

"Ternyata, Melvin pernah sama Tiara sebelum sama aku."

Mayang diam, kenapa Bianca sampai gelisah seperti itu, apa benar Bianca menyukai Melvin.

"Mereka baru putus 2 minggu lalu, dan sekarang Melvin sudah sama aku."

"Ibu sudah bilang, kamu harus hati-hati."

"Tapi Melvin sudah gak mau sama dia, tadi waktu di Cafe, Melvin sudah mengatakan kalau dia akan memilih ku dan menikahi ku."

Mayang kembali diam, bukankah kalimat itu juga yang sempat dikatakan Melvin padanya, benarkah seserius itu ucapannya.

"Bu, aku tidak suka dengan kabar itu, dan aku gak mau kalau mereka sampai kembali."

"Dari mana kamu tahu kalau mereka akan kembali?"

"Soalnya aku yakin kalau Tiara masih menginginkan dia."

"Lalu bagaimana dengan lelakinya?"

"Dia sudah bilang gak mau."

"Ya sudah, apa yang harus buat kamu gelisah, kamu kurangi harapan kamu, agar kalau kamu tidak bisa mendapatkannya, kekecewaan kamu juga tidak akan terlalu dalam."

"Tapi aku gak mau dia pergi."

Mayang mengangguk, ia tersenyum seraya mengusap Bianca, sepertinya memang baru kali ini Bianca menyukai lelaki, tapi apa bisa dia kuat dengan hal yang mungkin akan menyakitinya.

"Bu, kalau aku nikah muda gimana?"

"Nikah muda apa?"

"Ya aku nikah dalam waktu dekat."

"Kamu fikir pernikahan itu apa, semua serba tanda tanya, pernikahan bukan sekedar ijab qobul dan mahar atau juga tukar cincin, kehidupan pernikahan yang akan kamu jalani Bianca."

"Ya aku tahu, Bu."

"Jangan menganggap enteng hal itu, pernikahan adalah masa depan kamu, kamu jangan asal memutuskan hanya karena kamu sedang menyukai seseorang."

"Tapi bagaimana kalau memang Melvin itu untuk aku, bukankah lebih cepat lebih baik?"

Mayang menarik dalam nafasnya dan menghembuskannya perlahan, mungkin itu benar, tapi tergantung keadaannya juga.

"Memangnya kamu sudah siap untuk tinggalkan Ibu?"

"Kenapa harus tinggalkan Ibu?"

"Kalau kamu menikah, kamu harus ikut suami kamu, termasuk pindah ke rumahnya."

"Ya gak maulah, aku bisa minta Melvin untuk tinggal disini saja, atau di dekat-dekat sini."

"Belum tentu bisa seperti itu, segala sesuatu harus dibicarakan dulu dengan sempurna, hasil terbaik dari pembicaraan itu yang akan menentukan masa depan kamu."

Bianca diam, apa Bianca harus mengatakan tentang Melvin yang akan membawanya ke orang tua Melvin.

"Bianca, kamu sama dia baru kenal kemarin, rasa suka kamu belum tentu rasa yang ditakdirkan Tuhan untuk masa depan kamu."

"Tapi aku benar-benar menyukainya, aku tidak mau dia pergi."

"Kamu tidak bisa menentukan apa pun dengan sepenuhnya keinginan kamu, kita ada dalam kuasa Tuhan, termasuk pasangan hidup kamu."

Bianca kembali diam, tapi tetap saja Bianca tidak mau kalau sampai Melvin pergi, Bianca akan berusaha memastikan semuanya, perasaannya terhadap Melvin dan begitu juga sebaliknya.

"Sudahlah, sekarang kamu tidur, jangan terlalu memikirkan masalah seperti itu, sudah tidur."

"Ibu."

"Tidur."

"Melvin mau bawa aku ke orang tuanya, dan itu besok."

Mayang mengernyit, benarkah seperti itu, apa karena hal itu Bianca bicara semuanya tadi.

"Boleh kan, Bu?"

"Bianca, ini terlalu terburu-buru."

"Bu, bukannya kalau lelaki serius itu tidak akan buang waktu, apa lagi hanya sekedar untuk pacaran."

"Iya, tapi kan ...."

"Kita tidak akan tahu seperti apa kebenaran dari semua hal, kalau kita tidak mencoba menjalaninya."

Mayang diam, itu memang benar, kini gantian perasaannya yang kembali gelisah, kenapa Melvin seperti itu, apa dia tidak bisa mencari wanita lain saja.

"Bu."

"Jam berapa kamu kesana?"

"Malam, Melvin bilang, orang tuanya ada saat malam, karena kalau siang, mereka sibuk dengan pekerjaannya."

"Terserah kamu saja, yang penting kamu harus bisa jaga diri, kamu jangan terlalu berharap untuk hal baiknya, karena apa yang kamu inginkan belum tentu semuanya bisa kamu dapatkan."

"Iya, aku akan ingat itu."

Mayang tersenyum seraya mengangguk, apa yang bisa dilakukannya, bukankah putrinya itu sudah besar, dan dia sudah memiliki pilihannya sendiri.

"Ya sudah, sekarang kamu istirahat, besok bangun pagi dan pergi ke Toko, Fauzan tidak bisa masuk, jadi kamu yang harus menggantikannya."

"Siap."

"Ya sudah, tidur."

"Selamat malam, Ibu."

Mayang tersenyum, ia bangkit dan berlalu meninggalkan putrinya, sepertinya mulai malam ini Mayang tidak akan bisa tidur dengan nyenyak, ia akan kefikiran Bianca dan Melvin.

----

"Oke, bye."

Melvin melambaikan tangannya saat mobil temannya keluar dari halaman rumah, ia lantas kembali memasuki rumah.

"Baru selesai?"

Melvin menoleh dan mengangguk, ia melihat jam di pergelangan tangannya, sudah larut malam kenapa papanya itu belum tidur.

"Kenapa belum istirahat, besok gak ke Kantor?"

"Ke Kantor, lumayan siang."

"Pantas saja, Mama sudah tidur?"

"Dia sedang nonton tv, bagaimana bisa dia tidur sendirian di kamar."

Melvin tersenyum dan mengangguk, baiklah lebih baik Melvin katakan saja semuanya sekarang, sepertinya memang keadaan begitu mendukung untuk Melvin dan Bianca.

"Kalau aku perlu bicara sekarang, bisa?"

"Mau bicara apa?"

"Kita temui Mama."

"Oke."

Keduanya lantas berjalan, menghampiri wanita yang ternyata masih sibuk dengan acara televisinya.

"Hey, kalian datang juga, ayo duduk sini."

"Mama, kenapa belum tidur?"

"Papa kamu saja belum tidur, Melvin."

Melvin tersenyum ia lantas duduk menyusul papanya, Mika dan Deva, itulah orang tua Melvin, pengusaha sukses yang memiliki beberapa perusahaan di bidang berbeda.

"Ada apa?" tanya Deva

"Ada apa, apa?" tanya Mika.

"Matikan saja televisinya, kita dengarkan dia mau bicara apa sekarang."

Mika melirik Melvin, lelaki itu mengangguk setuju.

"Baiklah, silahkan," ucap Mika seraya mematikan televisinya.

"Jadi, ada apa?" tanya Mika.

"Aku mau bawa Bianca kesini."

"Bianca?" tanya Mika.

"Dia gadis yang aku temui di acara cari jodoh itu."

"Siapa dia, jangan berani kamu membawa wanita lagi ke hadapan kamu, jika dia sama saja dengan wanita yang sebelumnya, kurang ajar," ucap Deva.

"Tidak, Bianca tidak seperti itu, dia baik."

"Siapa dia?" tanya Mika.

"Dia gadis berusia 19 tahun, dia pendek memang, dan tidak terlalu gemuk."

"Pendek?" tanya Deva.

"Ya, dibandingkan dengan yang sebelumnya, Bianca lebih pendek, dia mungil, Mama dan Papa pasti akan menyukainya, dia cantik dan sederhana."

"Dia anak pengusaha?" tanya Mika.

"Pengusaha kue."

Keduanya diam, kue apa, Melvin terlalu membuat mereka banyak bicara saat ini.

"Dia berusia 19 tahun, dia pendek kecil, tapi pas tidak buruk, dia bukan orang kaya, dia hanya tinggal dengan Ibunya, dan Ibunya adalah pengusaha kue, maksud aku dia membuat kue dan menjualnya sendiri."

"Dimana rumahnya?"

"Dekat Rumah Sakit, rumahnya minimalis jauh dari kemewahan, Mama dan Papa harus tahu, jika Bianca itu sederhana, dia suka sekali memakai kaos dan rok selutut, juga rambutnya yang dikuncir, dia lucu."

Mika dan Deva saling lirik, benarkah seperti itu, tapi mereka tidak akan berfikir apa pun jika mereka belum melihat wanita itu.

"Boleh kan jika aku bawa dia kesini?"

"Bawa saja, kapan?" tanya Deva.

"Besok malam, aku sudah bilang sama dia."

"Kami tidak butuh kepura-puraan, kamu sudah menjelaskan seperti apa dia, dan kami hanya akan mengingat itu, jika kenyataan yang terlihat nanti jauh berbeda, kami tidak akan mau menerimanya."

Melvin diam, ia mendadak bergelut dengan fikirannya sendiri setelah mendengar kalimat Deva.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!