Kring ....
Bianca merogoh tasnya untuk mengambil ponsel, ada panggilan video dari Sintio.
"Siapa?"
"Penggemar kamu."
"Maksudnya?"
Bianca menunjukan layar ponselnya, setelah membacanya, Melvin seketika bergidik geli.
"Jangan seperti itu, dia teman ku."
"Iya aku minta maaf."
Bianca tersenyum, ia lantas menjawab panggilannya.
"Ampuuun, lama sekali kamu menjawab."
Bianca sedikit tertawa mendengar suara melengking dari lelaki setengah perempuan itu.
"Eh tunggu, sedang di dalam mobil, apa itu artinya kamu sedang bersama pangeran itu?"
Bianca mengangguk, dan membalikan kameranya agar Sintio bisa melihat Melvin.
"Aaaaa," jerit Sintio histeris.
"Ingin sekali aku tring ada disana, diantara kalian, akan aku singkirkan Bianca, biar aku saja yang mendampingi malam mu tampan."
Melvin menunjukan ekspresi gelinya, tapi itu justru membuat Sintio semakin tak waras.
"Hentikan, hentikan ini, hentikan, kenapa kalian membuat ku cemburu, hentikan cepat pulang ke rumah masing-masing," oceh Sintio.
"Sudah, apa sih kamu."
Melvin menjauhkan ponselnya, Bianca membalik kembali kameranya.
"Hey, aku tidak mau melihat wajah mu."
"Kalau gitu matikan teleponnya."
"Enak saja."
"Ya sudah, ada apa?"
"Besok ke tempat aku ya."
"Kenapa?"
"Datang saja, aku ada promo makanan disana."
"Seriusan, jam berapa?"
"Jam 3 sore, pokoknya harus datang."
"Siap, untuk makan akan ku kejar."
Melvin berpaling sesaat, jam 3, Melvin masih harus stay di kantor, dan itu artinya Bianca akan pergi sendirian saja, bagaimana kalau di sana ada Tiara, mereka pasti akan ribut lagi.
"Datang, oke, jangan lupa ajak pangeran ku."
Bianca melirik Melvin, lelaki itu menggeleng cepat, apa itu artinya Melvin menolak.
"Aku masih harus di Kantor jam 3, lebih baik kamu gak usah datang."
"Eh kurang ajar, mana dia, berani sekali melarang mu seperti itu."
Melvin mengernyit, kenapa lelaki jadi-jadian itu nyolot sekali.
"Tidak bisa, kamu harus datang, pokoknya kamu harus datang, karena apa, karena besok akan ada yang menunggu kamu bernyanyi."
"Sintio, ih kamu ini."
Melvin seketika menghentikan laju mobilnya, apa maksud ucapannya, bernyanyi, dan menunggu, siapa itu.
"Kenapa?" tanya Bianca.
"Matikan teleponnya."
"Matikan?"
"Matikan saja."
Bianca melirik kameranya, Sintio tampak diam saja dengan wajah bingungnya.
"Aku tutup dulu ya, nanti aku telepon balik."
"Tidak masalah, yang penting besok kamu datang, wajib."
"Iya, aku usahakan."
Bianca menutup sambungannya, ia menyimpan ponselnya dan melirik Melvin.
"Siapa yang menunggu mu, dan apa kamu seorang penyanyi?"
"Memangnya kenapa kalau aku penyanyi?"
Melvin diam, ia berpaling sesaat, tentu saja Melvin tidak suka itu, kenapa Bianca tidak mengatakan itu sejak awal.
"Kamu gak suka?"
"Iya, aku gak suka."
Bianca balik diam, suasana mendadak canggung, Melvin hanya diam saja menatap lurus ke depan sana.
"Kamu tidak bilang ini sejak awal."
"Aku fikir, itu tidak akan jadi masalah buat mu."
"Lalu siapa yang menunggu mu besok?"
"Marten."
Melvin kembali menoleh, ia terdiam menatap Bianca, hatinya mendadak kesal setelah mendengar semua itu.
"Melvin."
"Kalau kamu ada yang lain kenapa kamu mau sama aku?"
Bianca justru mengernyit mendengar pertanyaan Melvin, bisa sekali lelaki itu berkata demikian.
"Bianca, kamu berniat bermain-main dengan ku?"
"Kamu bicara apa sih, kenapa bisa kamu berfikir seperti itu?"
"Ya karena memang seperti itu kan, omongan kamu sendiri yang membuat ku berfikir seperti itu."
Bianca kembali diam, apa Melvin sosok yang pencuriga, atau bahkan pencemburu, tapi tetap saja salah.
"Besok kamu akan kesana?"
"Iya."
"Menemui lelaki itu?"
"Kamu dengar sendiri tadi, kalau aku ditunggu disana."
Melvin mengangguk, ia berpaling dan melajukan mobilnya lagi, Bianca hanya diam saja melihat respon Melvin yang seperti itu.
"Kenapa kesini, bukannya mau ke rumah kamu dulu?"
"Tidak perlu, aku akan berikan hadiahnya sendiri."
"Kamu kenapa, marah sama aku?"
"Untuk apa aku marah, kita bukan siapa-siapa kan."
Bianca diam, kenapa jadi seperti itu, padahal tadi mereka baik-baik saja, apa kesalahan Bianca sampai harus mendapat sikap seperti itu.
"Aku mau langsung pulang saja."
Melvin menghentikan laju mobilnya, mereka telah sampai di rumah Bianca saat ini.
"Melvin."
"Terimakasih sudah temani aku sekarang."
"Melvin, kamu ...."
"Kamu masuk saja," potong Melvin.
Bianca diam, ia sama sekali tak mengerti dengan perubahan sikap Melvin, apa kesalahannya, apa karena ucapan Sintio, tapi kenapa jadi Bianca yang kena marah.
"Melvin, aku minta maaf, aku gak ada maksud buat kamu marah."
"Aku tidak marah."
"Tapi kamu seperti itu."
"Iya, aku lelah dan butuh istirahat."
"Kamu sakit?"
"Tidak, tenang saja, aku baik-baik saja."
Bianca mengangguk, baiklah kalau memang seperti itu, Bianca juga tidak mau membuatnya semakin marah lagi sekarang.
"Ya sudah, aku masuk ya."
"Ya sudah sana masuk."
Bianca lantas keluar, ia membiarkan mobil Melvin pergi begitu saja, Bianca menggeleng, apa kesalahannya.
"Kamu sudah pulang, kenapa hanya sebentar?"
"Aku gak tahu."
"Gak tahu apa?"
"Melvin tiba-tiba marah sama aku, dia antar aku pulang."
"Marah, kamu lakukan apa?"
"Tidak ada, aku hanya menerima telepon dari Sintio, dan dia tiba-tiba marah."
"Jangan bilang kalau Melvin cemburu sama teman kamu itu?"
Bianca justru mendelik mendengarnya, apa Melvin bukan lelaki normal, Mayang sedikit tertawa dan mengusap pundak Bianca.
"Sudahlah, biarkan saja, kalian baru kenal jadi belum bisa saling mengerti sepenuhnya, nanti juga dia balik lagi."
"Tapi aku gak ngerti Bu, dia tiba-tiba marah, padahal aku gak lakukan apa pun."
"Mungkin dia sedang pusing saja, bisa saja kan sebelum bertemu kamu, dia sudah kesal."
"Dan aku pelampiasannya, menyebalkan sekali dia."
"Sutt, jangan seperti itu, biarkan saja dulu."
Bianca menghentakan kakinya kesal, Melvin tidak seharusnya seperti itu, kalau dia seperti itu, sama saja tidak percaya padanya.
"Bianca."
"Biarkan saja, kalau dia datang kesini, tidak perlu panggil aku, menyebalkan."
Bianca berlalu begitu saja, Mayang hanya bisa menggeleng melihatnya, itulah, Mayang tidak yakin jika Bianca mampu mengimbangi Melvin, Bianca masih terlalu kecil untuk memikirkan pernikahan.
"Sudah seharusnya Melvin mencari wanita lain saja, jangan memaksakan pada Bianca, mereka mungkin saja akan banyak bertengkar, Bianca terlalu kecil untuk menghadapi permasalahan hubungan serius."
Mayang menghembuskan nafasnya berat, ia turut memasuki rumahnya, biar saja nanti Mayang akan berbicara langsung dengan Melvin.
Sampai di rumah, Melvin juga langsung memasuki kamarnya, tanpa peduli panggilan kedua orang tuanya, Melvin meninggalkan hadiah yang dibelinya itu di mobil.
"Ada apa dengannya?" tanya Deva.
"Mana Mama tahu, sepertinya dia sedang kesal."
"Apa mereka bertengkar."
Mika menggeleng, apa yang harus dikatakannya, Mika tidak tahu permasalahannya apa, bertengkar itu bisa saja benar tapi bisa juga salah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments