Jadi, Dia?

Bianca menatap dirinya di cermin, meneliti penampilannya, ia telah bersiap untuk pergi bersama Melvin dan itu sesuai dengan kesepakatan awal.

"Mau bagaimana pun, aku tetaplah aku, mau dengan pakaian model apa pun, tetap saja Bianca."

Bianca mencolek poninya dengan jari telunjuk, malam ini Bianca sengaja memotong sedikit rambutnya untuk jadi poni, agar sedikit terlihat berbeda.

Ya memang hanya itu perbedaannya, karena sampai detik ini, Bianca tetap dengan style kaos dan rok pendeknya, sekali pun urusannya kali ini bisa dibilang pertemuan sresmi, tapi Bianca tidak mau merubah apa pun.

"Bianca, ada Melvin di luar."

Bianca melirik pintu sesaat, dan kembali pada cermin itu.

"Aku akan benar-benar bertemu dengan mereka sekarang, apa pun hasilnya nanti, aku tidak akan marah atau pun sedih."

Bianca mengangguk, ia menyisir ulang rambutnya, saat ini ia membiarkan rambutnya tergerai bebas, hanya ada 2 jepitan kecil di kiri dan kanannya untuk pemisah antara rambut dan poninya.

"Bianca, kamu dengar Ibu?"

"Iya, aku keluar sekarang."

Bianca meraih tas slempang kecilnya, itu hanya berisi ponsel dan dompet mininya saja, Bianca membuka pintu dan tersenyum pada Mayang.

"Hey, kenapa seperti ini?"

"Kenapa, jelek ya."

"Bianca."

"Gak apa-apa Bu, kalau memang mereka gak suka, ya sudah, aku memang begini kan orangnya."

Mayang mengangguk, itu memang benar, Bianca tidak perlu menjadi orang lain hanya untuk mendapatkan perhatian dari orang banyak.

"Ya sudah sekarang kamu pergi, Melvin sudah menunggu sejak tadi."

"Iya, aku pergi."

Bianca salam dan segera pergi menghampiri Melvin di luar sana.

"Maaf, aku sudah membuat mu menunggu terlalu lama."

Melvin menoleh, seperti biasa ia terdiam memperhatikan penampilan Bianca saat pertama melihatnya.

"Apa ini?" tanya Melvin seraya menarik pelan poninya.

"Kenapa, kamu tidak suka, kamu mau berubah fikiran?"

Melvin tersenyum seraya mengacak poni itu sekilas, tentu saja tingkah Melvin membuat Bianca sedikit kesal.

"Aku sudah sangat merapikannya," ucap Bianca menepis tangan Melvin.

"Lagi kamu, mana mungkin aku berubah fikiran hanya karena poni ini saja."

Bianca tersenyum, baiklah kalau seperti itu, dan semoga orang tuanya nanti juga tidak menolaknya.

"Kamu semakin terlihat anak kecil saja."

"Ya, aku memang masih anak kecil, kamu lupa itu?"

Melvin sekit tertawa, tentu saja ia ingat, dan tidak mungkin melupakannya.

"Jadi apa?"

"Gak apa-apa, aku suka, dengan begini kamu jadi semakin lucu dan aku semakin gemas."

Bianca memejamkan matanya ketika Melvin mencubit kedua pipinya.

"Kita berangkat sekarang?"

Bianca mengangguk seraya mengusap kedua pipinya, keduanya tersenyum bersamaan.

"Bianca, tunggu."

Keduanya menoleh, mereka melihat Mayang yang datang dengan membawa kotak kue.

"Bawa ini, bagaimana mungkin kamu bertamu dengan tangan kosong."

Bianca menerimanya, tentu saja Bianca telah melupakan hal itu tadi.

"Tidak perlu repot-repot, Tante," ucap Melvin.

"Tidak apa, sudah sana berangkat, kamu harus kembalikan anak saya dalam keadaan terbaiknya."

"Siap laksanakan."

Bianca dan Mayang tersenyum bersamaan, Melvin pamit dan segera membuka pintu untuk Bianca, setelah semua siap, mereka pergi meninggalkan Mayang di sana.

----

"Seperti ini, Bu."

Mika mengamati meja makan yang telah diisi dengan semua perminatannya, di sana sudah tersedia lengkap hidangan makan malan, tidak ketinggalan juga dengan kue yang dibelinya sewaktu siang tadi.

"Oke, sudah semua, terimakasih banyak."

"Sama-sama, Bu, kalau gitu saya permisi."

Mika mengangguk, ia turut pergi menghampiri suaminya di ruang tamu.

"Mana mereka?" tanya Deva.

"Mungkin masih di jalan, tadi Melvin kasih kabar katanya baru sampai di rumah Bianca."

"Emmm, mereka di jalan mau kesini?"

"Bisa jadi, kita tunggu saja dulu."

Deva mengangguk, tidak masalah, mereka akan menunggunya juga, meski tidak tahu sampai kapan, jika mengingat cerita Melvin, rumah Bianca tidaklah jauh, sehingga seharusnya mereka bisa cepat kembali lagi.

"Apa kita akan menerimanya?" tanya Mika

"Tergantung, kita lihat saja nanti."

"Bagaimana kalau ternyata dia bukan wanita baik-baik, mungkin saja dia hanya berniat mencari modal tambahan untuk usahanya?"

"Hey, bicara apa kamu ini, tidak baik berfikir seperti itu pada orang yang belum kita kenal."

Mika diam, entahlah, yang jelas setelah kehadiran sosok Tiara, Mika jadi merasa khawatir jika saja Melvin dekat kembali dengan perempuan lain.

"Kami datang."

Suara Melvin membuat mereka saling lirik, bukankah memang hanya Melvin di rumah itu, tidak ada anak yang lain lagi.

"Ma, Pa."

Bianca mulai panik sendiri setelah sampai di sana, rumah yang begitu mewah telah membuat kakinya bergetar saat menginjak lantainya.

"Kenapa tangan mu jadi dingin, kamu kedinginan?"

Bianca menoleh, ia menggeleng, apa yang harus dikatakannya, jika Bianca takut saat ini.

"Kamu kenapa?"

Melvin menghentikan langkahnya, ia menyentuh kedua pundak Bianca dan menghadapkannya.

"Ada apa?"

"Aku takut."

"Takut apa, mereka tidak akan melakukan apa-apa, tenang saja."

Bianca menunduk sesaat, tapi bagaimana, jika memang itu yang dirasakannya saat ini.

"Kalian sudah datang," ucap Mika.

Bianca menepis kedua tangan Melvin, ia berjalan sedikit ke belakang Melvin.

"Hey, apa-apaan ini."

"Diamlah, mereka tetap bisa melihat ku."

"Ada apa?" tanya Deva.

Dua orang itu telah ada di depan Melvin, Bianca justru menunduk menghindari keduanya.

"Hey, kenapa dia seperti itu?" tanya Deva.

"Bii, ayolah, kamu fikir orang tua ku itu monster?"

Bianca menelan ludahnya, perlahan ia mengangkat kepalanya untuk bisa melihat mereka berdua, ketika itu pulang Deva dan Mika saling lirik setelah mereka melihat wajah Bianca.

"Kemarilah, apa-apaan kamu ini."

Melvin menarik Bianca ke hadapannya, Bianca seketika menegang saat melihat dengan jelas dua orang di hadapannya.

Tak jauh berbeda, orang tua Melvin juga menatapnya heran, Bianca mengepalkan tangannya, apa-apaan ini, kenapa mereka yang jadi orang tua Melvin.

"Kalian lihat, betapa menggemaskannya dia."

Ucapan Melvin tak lantas membuat mereka bergeming, tiga orang itu tetap diam bertahan dengan tatapannya satu sama lain.

Baiklah, Bianca mulai sadar diri jika mereka pasti akan menolaknya saat ini, mereka tidak akan mau memiliki menantu seorang kurir kue.

"Dia wanita yang kamu maksud?" tanya Mika.

"Iya, bukankah dia cantik, perhatian saja, dia sesuai dengan apa yang aku ceritakan pada kalian."

Mereka kembali diam, Mika dan Deva memang tengah memperharikan Bianca, mereka mengakui memang sesuai dengan apa yang sempat mereka dengan waktu itu.

"Kenapa kalian diam, bukankah dia cantik, dan yang paling penting dia baik."

Mika dan Deva saling lirik, sikap mereka berdua membuat Bianca semakin tidak nyaman berada di tempatnya, tapi tidak mungkin juga jika Bianca harus lari begitu saja.

"Ada apa ini?" tanya Melvin.

Bianca mencoba berani menatap mereka berdua, dengan gemuruh di jantungnya, Bianca melangkah mendekati mereka, Bianca berusaha tersenyum seraya mengulurkan tangannya.

Tapi bukannya menerima, Mika dan Deva justru kembali saling lirik dan mengabaikan Bianca, ingin sekali Bianca melarikan diri saat ini juga.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!