"Bianca, bangun cepat, banyak pesanan yang harus dikerjakan."
"Aku sudah bangun, tenang saja."
Bianca menghampiri Mayang di dapur sana, keduanya sama-sama tersenyum, mereka akan bekerjasama lagi pagi ini.
"Baru jam 8, Bu."
"Gak apa-apa, biar selesainya gak terlalu sore, lagi pula bukannya kamu ada undangan?"
Bianca mengangguk, itu memang benar, dan Bianca tidak boleh sampai terlambat kesana.
"Ya sudah, ayo kita mulai."
Tok .... Tok .... Tok
Keduanya saling lirik, suara ketukan itu membuat mereka sedikit heran.
"Ibu, ada janji?"
"Tidak, semua pesanan sudah masuk kemarin."
"Lalu?"
"Entahlah, sebentar."
Mayang berlalu untuk membuka pintu, biar saja Bianca memulai semuanya terlebih dahulu.
"Permisi."
"Iya, sebentar."
Mayang membuka pintu rumahnya, dan terdiam melibat sosok Melvin di depannya, lelaki itu tampak memakai stelan olahraga, dengan kabel musik di telinganya, dan handuk kecil yang terpasang di pundaknya.
"Selamat pagi, Bu."
Melvin menyalaminya hormat, bukankah mereka sudah bertemu semalam, Mayang masih sangat mengingatnya.
"Bianca, ada di rumah?"
"Ada, kalian ada janji?"
"Nanti sore, aku habis olahraga dan kebetulan dekat sini, jadi sekalian mampir."
"Oh, baiklah, ayo masuk."
"Terimakasih."
Keduanya memasuki rumah, Mayang memanggil Bianca agar segera menghampiri, setelahnya Mayang mempersilahkan Melvin untuk duduk.
"Ada apa Bu, katanya buru-buru?"
Bianca, mengangkat kedua alisnya saat sadar keberadaan Melvin, pagi hari seperti ini, untuk apa lelaki itu datang.
"Apa kabar?" tanya Melvin.
Bianca melirik Mayang yang berjalan meninggalkan mereka, Melvin kembali bangkit dan menghampiri Biancan.
"Kamu sedang sibuk?"
Bianca sedikit terkejut karena Melvin yang tiba-tiba ada di sampingnya, Melvin tersenyum seraya meneliti penampilan Bianca.
"Kamu, ngapain kesini, bukannya kita akan pergi sama-sama nanti sore?"
Melvin tak menjawab, senyumnya juga tak kunjung hilang, hal itu membuat Bianca turut melihat dirinya sendiri.
"Kenapa, ada yang salah?"
"Kamu suka dengan rok?"
Bianca diam, memang stelannya pagi ini tidak berbeda dengan saat mereka bertemu kemarin malam, Bianca tetap memakai kaos dan rok pendeknya.
"Apa aku terlihat jelek?"
"Tidak, aku hanya bertanya saja."
"Ya, aku memang suka gaya seperti ini, tidak perlu banyak macamnya yang penting aku nyaman."
Melvin mengangguk setuju, Bianca balik memperhatikan lelaki itu, tampilannya saat ini sangatlah santai, jauh berbeda ketika ia memakai jas dan kemeja seperti kemarin malam.
"Habis olahraga?"
"Benar sekali, tadinya aku mau ajak kamu lari pagi, tapi aku tidak punya kontak kamu, jadinya aku kesini sekarang."
"Kamu kesini untuk meminta nomor ponsel ku?"
"Bukan yang utama, karena kenyataannya aku ingin melihat mu sebelum aku melihat lebih banyak orang lagi."
Bianca tersenyum, ia berpaling menghindar dari tatapan Melvin.
"Kamu sedang membuat kue?"
"Ya, baru mau mulai, dan sebaiknya kamu pulang saja, karena kegiatan ku akan sangat membosankan bagi mu."
"Tidak seperti itu, aku akan membantu Ibu mu saja."
Melvin berjalan ke dapur tanpa permisi pada Bianca, ia menyusul kepergian Mayang ke arah sana.
"Hey, apa-apaan kamu ini."
Bianca turut menyusul, kenapa tidak sopan sekali lelaki itu.
"Benarkah kamu mau membantu?" tanya Mayang.
"Tentu saja, apa yang bisa aku bantu."
"Ini, buat adonan ini mengembang ya, jangan berhenti sebelum Ibu bilang berhenti."
Melvin menerima mixernya, ia mencoba melakukan apa yang dilakukan Mayang saat ia datang.
"Hey, kamu gak akan bisa," ucap Bianca.
Keduanya menoleh, Melvin mengangkat kedua bahunya sekilas, tanpa berniat menjawab kalimat Bianca sedikit pun.
"Bianca, kamu kerjakan yang lain, ovennya juga belum dipanaskan."
"Baiklah."
Melvin memperhatikan mereka berdua, semua serba manual, mixernya juga yang harus digoyangkan tangan, padahal ada yang otomatis dan bisa dibiarkan bekerja sendiri.
"Kamu bisa?" tanya Mayang.
Melvin menoleh dan mengangguk, semoga saja memang bisa, karena ini pertama kalinya Melvin menyentuh benda seperti itu.
"Yang kuat ya, biar cepat mengembang adonannya."
"Baiklah."
Mayang mengangguk dan mengerjakan hal lainnya lagi, kegiatan mereka sedikit terhambat karena Melvin yang kurang paham dengan kegiatan tersebut.
"Sudahlah, kamu diam saja," ucap Bianca.
"Bianca, biarkan saja orang mau belajar."
"Tuh dengar, kenapa sih judes banget."
Bianca menghembuskan nafasnya sekaligus, baiklah, mereka sedikit kompak saat ini.
"Masukan adonannya kesini," ucap Mayang.
Melvin melirik loyang yang disimpan Mayang, apa lagi itu.
"Sendoknya mana?" tanya Melvin.
"Hey, bos muda, ditumpahkan saja," ucap Bianca.
Mayang tersenyum mendengar sebutan bos muda dari Bianca, Melvin meliriknya dan menggeleng.
"Tapi dia benar, tumpahkan saja, biar langsung habis."
"Tapi ini mana muat."
"Ini kan ada tiga, isinya setengah ya jangan full."
"Benarkah."
"Tentu saja."
Melvin mengangguk dan mulai mengisi loyangnya, adonan yang kental dan banyak membuat Melvin kesulitan, sehingga banyak yang berceceran ke meja.
"Kan, mana bisa," ucap Bianca seraya membantunya.
Melvin menoleh dan tersenyum, ia bisa menatap wajah Bianca dengan jarak dekat sekarang.
"Pindah sini."
Bianca menarik tangan Melvin agar mendekat pada loyang yang masih kosong, setelah adonan habis semua, Bianca melirik Melvin dan tersenyum.
"Cantik," ucap Melvin.
"Hey, apa-apaan kalian, cepatlah," sela Mayang.
Keduanya sama-sama berpaling, Bianca meminta Melvin untuk memasukan loyangnya ke dalam oven, itu bukan hal yang sulit dan Melvin pasti bisa melakukannya.
"Tiga-tiganya?"
"Iya, dua di bawah, satu di atas."
Melvin mengangguk, ia membawa loyangnya mendekati oven, ketika tangannya menyimpan loyang, tanpa sengaja ia terkena ovennya, sehingga membuat Melvin kaget.
Prangg .....
Mayang dan Bianca menoleh bersamaan, mereka melihat adonan kue yang berantakan di lantai, dan Melvin yang sibuk mengibaskan tangannya.
"Ada apa, kenapa kamu?"
Bianca segera menghampiri dan meraih tangan Melvin, merah sekali, itu pasti karena panas.
"Ya Tuhan, ceroboh sekali, pakai apa sih ini Bu, apa, pasta gigi kan, bisa kan buat luka gini?"
Bianca berlalu tanpa menunggu jawaban, ia panik sendiri karena luka di tangan Melvin, sikap Bianca membuat Melvin tersenyum, mungkin itu yang dinamakan berkah atas musibah.
"Jangan heran, anak itu memang seperti itu tingkahnya, kerap heboh sendiri," ucap Mayang.
"Tapi aku menyukainya, Bu."
"Bagaimana mungkin, kalian baru saja bertemu."
"Aku serius."
Melvin berjalan menghampiri Mayang, ia berdiri dengan segenap keberaniannya di hadapan Mayang.
"Ini memang terlalu cepat, dan mungkin saja seperti lelucon, tapi aku suka padanya sejak pertama aku melihatnya, aku menginginkan putri mu."
Mayang diam, ia melihat sorot mata dan ekspresi serius di wajah Melvin, seperti tak apa kebohongan apa pun atas ucapannya.
"Bukankah dia dua bulan lagi akan bertambah usia?"
"Ya, dia genap 20 tahun."
"Aku akan menikahinya dihari ulang tahunnya nanti."
Mayang sedikit tertawa, memang seperti lelucon, sesuai dengan yang dikatakan Melvin.
"Bu, aku terlihat bercanda?"
"Diamlah, kamu tidak mengenal anak ku, kalau sudah kenal, kamu pasti berfikir ulang untuk mengatakan itu."
"Tapi aku serius, perasaan aku tidak pernah mempermainkan aku, Bu."
Mayang kembali diam, apa yang harus dikatakannya, Mayang belum siap menikahkan Bianca, wanita itu masih terlalu kecil untuk menikah.
"Mana sini biar aku obati."
Bianca kembali dengan membawa pasta gigi, benar saja ia membuktikan ucapannya tadi, dengan perlahan ia mengoleskannya ke tangan Melvin.
"Sss panas," eluh Melvin.
"Tahan, kamu kan laki-laki, masa gini saja lemah."
Melvin tersenyum seraya melirik Mayang di sana, Melvin akan kembali mengatakan kalimat yang sama dipertemuan berikutnya.
"Sudahlah, biarkan dia obati sendiri lukanya, lebih baik kamu bereskan saja itu tumpahan adonannya."
Bianca menoleh, kenapa nada bicara Mayang jadi seperti itu, terdengar tidak baik, Bianca melirik Melvin yang sesaat kemudian mengangguk padanya.
"Aku bisa," ucap Melvin seraya mengambil pasta giginya.
"Ibu, Ibu kenapa?" tanya Bianca.
"Kenapa apanya, Ibu sudah bilang kita harus cepat, pesanan banyak, masa kamu lupa."
Mayang kembali pada kesibukannya, kenapa Bianca merasa ada yang salah dari Mayang saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments