"Aku masuk ya, kamu langsung pulang."
"Ya pulanglah, memangnya mau kemana lagi?"
"Ya mungkin saja kamu mau keliling dulu."
"untuk apa, besok aku juga harus kerja, mana ada waktu untuk itu."
Bianca tersenyum dan mengangguk, ia lantas membuka pintu mobilnya, tapi harus tertahan karena Melvin yang menarik tangannya.
"Kenapa?"
"Besok malam, aku jemput lagi ya."
"Mau kemana?"
"Ada, aku jemput jam 7."
Bianca tersenyum, itu bukan masalah, lagi pula kebersamaannya dengan Melvin, untuk saat ini ada satu kebahagiaannya.
"Ya sudah, aku masuk, salam buat orang tua kamu."
"Salam juga buat Ibu."
"Iya, hati-hati di jalan, kalau sudah sampai kabari aku."
"Siap."
Keduanya tersenyum, Bianca lantas turun dan melambaikan tangan ketika mobil Melvin melaju pergi, ia lantas masuk karena memang matanya sudah sangat lengket.
"Kamu baru pulang."
Bianca menoleh, padahal ia sudah berusaha agar tidak berisik, tapi ternyata Mayang memang belum tidur saat ini.
"Bagaimana hasilnya?"
Bukan menjawab, Bianca justru langsung memeluk Mayang.
"Ada apa, katakan, kenapa kamu diam saja?"
"Aku diterima dengan baik, Ibu."
"Benarkah?"
"Iya, mereka menerima ku dengan baik, aku senang sekali, aku akan pertahankan dia selagi aku bisa."
Mayang mengangguk, ia tersenyum seraya mengusap kepala Bianca, tentu saja itu hasil yang sangat bagus, setelah berjam-jam merasa khawatir, sekarang hasilnya sangat membahagiakan.
"Ibu, jangan larang aku sama dia, mereka saja mau menerima aku."
Mayang melepaskan pelukannya, keduanya tersenyum bersamaan.
"Semoga Tuhan juga merestui kalian."
Bianca tersenyum, ia mencium tangan Mayang, semoga dan semoga semua harapannya akan menjadi nyata.
"Bu, besok aku akan pergi lagi."
"Kemana?"
"Aku gak tahu, Melvin hanya bilang kalau besok malam akan datang lagi."
"Ya sudah, terserah kamu saja yang penting kamu selalu hati-hati."
Bianca mengangguk, tentu saja, bukankah ia akan selalu baik-baik saja jika bersama dengan melvin.
"Ya sudah, sekarang kamu istirahat."
"Iya, selamat malam."
Mayang mengangguk, Bianca lantas pergi meninggalkan ibunya di sana, mereka memang sudah waktunya untuk istirahat.
Sinar matahari telah membuat penghuni bumi merasa kepanasan, Melvin berjalan keluar kantor dan memasuki mobilnya, jam makan siang akan ia gunakan untuk mendatangi tempat Bianca.
"Pak Melvin."
Mobil yang sempat melaju, kembali terhenti, Melvin membuka kaca mobil dan melihat Agit di sana.
"Bapak, mau kemana?"
"Mau ke tempat Bianca, kenapa?"
"Tadi, Ibu datang kesini sewaktu Bapak di luar."
"Ibu, ada apa?"
"Katanya, kalau mau keluar sekalian mampir ke toko kue Bimana."
Melvin mengernyit, kenapa Mika tidak bicara langsung padanya, apa susahnya untuk menghubunginya saja.
"Bagaimana Pak, kalau misal Bapak sibuk, biar saya yang pergi."
"Oh gak usah, saya bisa kesana nanti."
"Baiklah, permisi Pak."
Melvin mengangguk, ia kembali menutup kaca mobilnya dan melaju pergi, toko kue Bimana bukankah Melvin tidak tahu dimana tempat itu, harusnya Mika mengirimkan alamatnya saja.
"Repot sekali Mama ini."
Melvin mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi Bianca, mereka telah janji akan makan siang sama-sama siang ini.
"Sebentar lagi aku sampai, kamu tunggu di luar saja bisa?"
Melvin tersenyum, ia lantas memutus sambungannya setelah selesai dengan panggilannya, lagi dan lagi Melvin merasa ingin selalu dekat dengan wanita itu, andai mereka sudah menikah, Melvin akan selalu membawa Bianca kemana pun ia pergi.
Tid .... Tid .... Tid
Melvin menghentikan mobilnya, ia keluar saat pagar rumah Bianca terbuka.
"Ibu, ada?"
"Tidak, Ibu sedang di toko."
"Kita jalan sekarang?"
"Ya, aku tahu waktu kamu hanya sedikit."
Melvin tersenyum, ia lantas membukakan pintu, meski sedikit tapi Melvin akan memanfaatkannya dengan baik.
"Mau makan dimana?" tanya Melvin.
"Sebenarnya, Sintio ngajak aku ketemu siang ini, dia ada di Cafe Mentari."
"Sama siapa dia disana?"
"Yang jelas memang tidak ada Tiara."
"Kamu mau kesana?"
"Terserah kamu saja, kalau memang tidak keberatan ada mereka, aku mau kesana."
"Ya enggak, masa keberatan, kalau banyakan kan jadi seru."
Bianca tersenyum, baiklah kalau memang seperti itu, lumayan juga untuk mengganti pertemuan mereka yang gagal sore itu.
"Jadi, kita kesana?"
"Iya."
"Oke."
Keduanya diam, sesekali Bianca melirik Melvin yang tampak fokus menyetir, Bianca selalu merasa jantungnya tak normal setiap kali berdekatan dengan lelaki itu, apa lagi jika melihat matanya.
"Bii."
"Emmm."
Bianca berpaling sesaat, dan kembali melirik Melvin, Melvin tidak boleh tahu jika ia sedang memperhatikannya.
"Kalau aku lamar kamu gimana?"
"Gimana apanya, gak gimana-mana, aku senang."
"Kamu mau terima aku?"
Bianca mengangguk tanpa ragu, bagaimana mungkin Bianca akan menolaknya, tentu saja Bianca akan menerimanya.
"Aku akan segera melamar mu."
"Semoga saja."
Melvin tersenyum dan meraih tangan Bianca, mengusapnya dengan ibu jari, Melvin akan mendapatkan mimpinya.
"Kamu tahu, acara yang kita datangi waktu itu, ternyata membuka season duanya."
"Maksudnya?"
"Bulan depan, kita diundang lagi kesana."
"Untuk apa?"
"Mereka ingin tahu seperti apa perkembangan hubungan dari pertemuan pesertanya."
"Apa harus seperti itu?"
"Ya, mereka memang kurang ajar, ingin tahu masalah pribadi orang lain."
Bianca sedikit tersenyum, bisa sekali Melvin berkata seperti itu.
"Kamu mau datang?" tanya Melvin.
"Kalau aku tidak datang, akan bersama siapa kamu berdiri di depan mereka?"
Melvin tersenyum, ia mencium tangan Bianca, hal itu membuat Bianca berpaling girang, ingin sekali Bianca menjerit dan melompat asal.
"Kamu kenapa?"
"Hah."
Bianca menoleh, ia menggaruk kepalanya yang tak gatal, Melvin tersenyum dan mengacak poninya asal.
"Ih, selalu saja seperti itu."
"Siapa suruh pasang poni, aku sudah bilang kalau kamu semakin menggemaskan karena poni itu."
Bianca mengerucutkan bibirnya dan kembali berpaling, receh sekali Bianca, hanya dengan kalimat seperti itu saja sudah membuat hatinya tak karuan.
"Oke, dimana mereka."
Mobil telah berhenti, keduanya keluar bersamaan, Bianca segera membawa Melvin ke tempat biasa mereka berkumpul.
"Aca," teriak Sintio.
Mereka seketika bangkit, dan menyambut kedatangan dua orang itu.
"Jadi hubungan kalian berlanjut?" tanya Sintio.
"Jadi kamu mau kita berpisah?" tanya balik Melvin.
"Euuh sensi, iya iya, setuju."
Melvin tersenyum, ia kembali meraih tangan Bianca dan sedikit menariknya menjauh dari Sintio.
"Eh, eh, apa-apaan ini, gak ada ya seperti itu."
Sintio kembali menarik Bianca ke sisinya, Melvin melirik mereka semua yang tampak menahan tawa.
"Kalian memang pacaran, tapi jangan berani menjauhkan dia dari ku, apa kamu tidak waras, apa bisa kamu cemburu sama lelaki jadi-jadian seperti diriku?"
Mereka semua benar-benar tertawa karena tingkah dan nada bicara Sintio yang membuat mereka semua geli sendiri, Melvin mengusap wajahnya seraya berpaling sesaat.
"Bisa sekali kamu memiliki seorang teman seperti itu Bianca."
Kalimat Melvin membuatnya mendapatkan pelukan dari Sintio, Melvin sedikit berteriak sembari berontak dari pelukan itu, tingkah keduanya membuat mereka semua kembali tertawa, termasuk juga Bianca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments