Kang Jian mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuk, gelisah. Dia sendiri memiliki pekerjaan yang harus dikerjakan. Temannya Qin Wentian menyadari kegamangan tersebut.
"Sedang memikirkan muridmu?"
Kang Jian tertegun dan menoleh ke arahnya, "Ah, iya, aku ingin melihat hasilnya. Ini membuatku kepikiran terus."
"Biar aku selesaikan tugasmu, pergilah temui muridmu. Sepertinya dia sangat berharga bagimu, apalagi murid satu-satunya." Sedikit terdengar tawa dari mulut sahabatnya itu, Qin Wentian sudah mengenal Kang Jian sejak lama jadi tidak heran dia tahu bagaimana tabiat sahabatnya itu.
"Sungguh? Aku berterima kasih banyak padamu."
"Ya sudah pergilah sana sebelum aku berubah pikiran. Kau tahu tugasmu menumpuk seperti gunung, hais," gerutunya memindahkan berkas-berkas dari meja Kang Jian ke mejanya.
Kang Jian langsung berangkat ke gedung akademi. Namun di tengah perjalanan dia didatangi lima orang pengawal yang membawa sebuah surat resmi dari Kaisar Ziran.
Lantas Kang Jian membuka isi surat tersebut dan sudah menduga apa isi di dalamnya.
Panggilan untuk Xue Zhan. Hari di mana hidup atau matinya ditentukan, Kang Jian harus segera menemui muridnya itu dan membawanya memenuhi panggilan ke hadapan Kaisar.
Setibanya di akademi Kang Jian tidak menemui muridnya itu di mana pun. Dia mencari hingga ke pojok dan halaman belakang, tapi hasilnya nihil. Bertanya dengan pengawas mereka menggeleng tidak tahu, apalagi bertanya dengan murid lain atau guru-guru di sana.
"Mungkin sudah mati, ku dengar dia gagal melewati tes. Kasihan sekali, muridmu itu sungguh memalukan," sindir seorang lelaki berjenggot putih dengan kata-kata yang tajam.
"Haha, aku sudah menebak dia tidak akan lolos. Dengan kekuatan lemah seperti itu mana mungkin dia bisa lulus, apalagi bermimpi menjadi Pedang Suci."
Kang Jian memilih meninggalkan orang-orang itu, tidak mempedulikan ucapan mereka dan menganggapnya sebagai angin lalu.
Langkahnya tertahan saat melihat Jiazhen Yan yang kelihatannya sedang terburu-buru.
"Kau melihat Xue Zhan?" tanya Kang Jian sesaat ketika dia tiba di dekat Jiazhen Yan.
"Ini sedang kucari! Sudah kubilang kalau kalah akan kujitak! Dia kabur entah ke mana, argh sialan. Awas saja ketemu kau, Xue Zhan."
Melihat pemuda itu juga sudah mencari Xue Zhan sejak siang tadi, Kang Jian semakin khawatir. Muridnya itu mungkin sudah meninggalkan akademi setelah keluar dari ruangan. Tidak ada yang mau memberi tahu ke mana muridnya itu berada.
Karena itu sampai matahari terbenam, keduanya masih tidak menemukan Xue Zhan di mana pun. Kang Jian menyuruh Jiazhen Yan untuk beristirahat dan dia berjanji akan menemukan Xue Zhan secepat mungkin.
Angin sore menerbangkan rambutnya, Kang Jian menuju ke atas bukit yang terletak tak jauh dari akademi. Tempat yang paling sepi dan aman untuk menghindari kerumunan manusia, entah kenapa dia ingin mencari muridnya ke sana. Namun butuh waktu sekitar dua jam untuk tiba di paling atas.
Kang Jian menyingkirkan dedaunan semak, ketika melihat ke tepi jurang dengan pemandangan kota pusat di bawahnya, dia menemukan Xue Zhan sedang termenung dengan wajah kosong.
*
Xue Zhan menyesali banyak hal dalam hidupnya.
Dulu, dia merasa sangat bahagia. Meski mereka miskin, Xue Zhan sempat merasakan kehangatan dalam sebuah rumah. Kakeknya, Lin Yu Shan dan adiknya Lin Yu Mei membuat hari-harinya terasa indah.
Namun satu per satu dari mereka pergi. Lin Yu Shan mati karena ditusuk oleh adiknya sendiri, Lin Yu Mei dan adiknya itu mungkin tidak selamat dalam pembantaian yang dilakukan oleh Taring Merah.
Andai Xue Zhan tidak meninggalkan Lin Yu Mei kala itu, adiknya itu pasti akan baik-baik saja. Lin Yu Mei adalah gadis periang dan kuat, tapi dia masih sangat polos dan manja. Xue Zhan begitu menyayangi adiknya itu, bahkan ketika mereka kehabisan makanan dia tidak akan segan membagikan semua makanannya untuk adiknya yang lucu itu.
Dan andai Xue Zhan tidak hadir dalam keluarga tersebut, dia yakin kehidupan Lin Yu Mei jauh lebih bahagia. Dengan seorang ibu, ayah, dan kakek. Lengkap tanpa kekurangan. Dirinya hanyalah orang asing yang membawa banyak kesialan.
Deru angin dari bawah lembah naik ke atas jurang, menerbangkan rambut Xue Zhan. Pemuda itu kembali menyentuh tanduk di kiri kepalanya.
Karena darah iblis dalam nadinya, Xue Zhan dibenci semua orang. Dia ingin membuktikan bahwa mereka salah.
Namun ketika dia diberikan kesempatan untuk membuktikan itu, Xue Zhan malah menyia-nyiakannya.
Xue Zhan gagal menjadi murid yang baik, entah bagaimana nanti dirinya berhadapan dengan Kang Jian. Lelaki itu pasti menanggung rasa malu yang amat besar. Karena memang jenius dari Lembah Abadi itu begitu disorot oleh banyak orang dan keduanya menjadi bahan pembicaraan.
Dengan begini rumor buruk akan mencoreng nama baik Kang Jian. Xue Zhan mencengkram kepalanya dengan kedua tangan sambil berteriak. Sesal di dalam dadanya makin menggebu-gebu
"Payah! Aku payah, lemah, tidak berguna-! Apa yang bisa kulakukan selain membawa sial, apa?!"
Xue Zhan terus berteriak frustrasi hingga sebuah suara datang, sebuah tangan berusaha melepaskan tangan Xue Zhan kepalanya.
"Jangan berbicara begitu. Tenanglah, Xue Zhan."
"Gu-guru ..." Xue Zhan berdiri lalu berbalik badan, menghadap Kang Jian yang tersenyum ke arahnya.
Bola mata merahnya basah oleh air mata, Xue Zhan tidak bisa menyembunyikan kesedihannya lagi. Di satu sisi Xue Zhan kasihan pada dirinya sendiri, di sisi lain dia benar-benar marah. Tidak ada yang bisa dilakukannya, bahkan saat kematian Lin Yu Shan. Dirinya hanya terdiam dan berlari seperti seorang pengecut.
"Aku telah membuatmu malu, aku gagal dalam tes itu ... Aku ..."
Dia mengepalkan kedua tangan gemetar.
"Kau sudah berusaha, Zhan'er. Aku tidak melihat hasilnya, yang kulihat adalah prosesnya. Dan kau berhasil menunjukkan perkembangan yang memuaskan dalam latihanmu. Jadikan tes itu sebagai pengalaman dan pelajaran ke depannya agar kau bisa lebih kuat lagi."
Kang Jian sama sekali tidak terlihat marah. Membuat Xue Zhan semakin terlihat cengeng.
Dia menyeka pipinya dengan lengan tangan.
"Ba-bagaimana aku bisa tenang ... Semua orang mencemooh guru karenaku. Satu-satunya yang bisa kulakukan untuk membungkam mereka adalah lolos dalam seleksi ini tapi aku gagal."
"Aku tidak pernah takut dengan omongan orang. Sudah kukatakan, bukan? Nilai dari diri kita tidak diukur dari omongan orang lain. Kau masih memiliki waktu banyak, Xue Zhan. Enam bulan lagi, kau bisa mengikuti seleksi itu. Aku akan melatihmu dengan baik."
Xue Zhan berusaha mengangguk walau berat hati.
Kang Jian mengeluarkan sebuah permen gula berbentuk bunga.
"Dulu ayahku memberikanku permen ini saat aku gagal. Dia bilang kita akan merayakan kekalahanmu lebih meriah daripada kemenanganmu."
Lelaki itu menoleh pada Xue Zhan.
"Kau menangkap arti di dalamnya?"
"Guru juga pernah gagal?"
"Tentu saja! Bukan hanya sekali atau dua kali, lebih dari ratusan kali. Hanya ada satu pembatas tipis antara seseorang yang gagal dan seseorang yang hebat. Yaitu ketika terjatuh, kau masih mampu bangkit kembali atau tidak."
Selalu saja kata-kata dari Kang Jian membuatnya kembali bersemangat.
"Aku tidak akan menyerah semudah itu."
Kang Jian tersenyum lega. "Xue Zhan," panggilnya.
Muridnya menoleh. "Iya, Guru?"
"Panggilan dari Kaisar Ziran telah sampai. Kita harus segera menjumpainya."
Bagai disambar petir, Xue Zhan terpaku beberapa saat dan baru mengingat soal itu. Sekujur tubuhnya panas dingin. Xue Zhan akhirnya menjawab ragu.
"Aku akan ke sana."
"Aku akan menemanimu. Tidak akan terjadi hal buruk, Xue Zhan. Percayalah." Meski tahu Kang Jian sedang mencoba menghiburnya Xue Zhan tetap bertanya.
"Darimana Guru tahu aku akan baik-baik saja? Bisa jadi aku digantung hidup-hidup."
"Memang sudah begitu peraturannya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
🍒⃞⃟🦅 R⃟tunggadevi㊍㊍👻ᴸᴷ
tetap semangat
pantang menyerah sebelum titik darah penghabisan
2023-07-05
0
Ayahnya Putra Fajar
bener jangan dengerin mulut orang
2023-06-24
0
Imam Iswanto
😢😢😢😢😢😢oi
2023-02-24
1