"Xue Zhan, kenapa kau kembali?! Pergi dari sini!!"
Lin Yu Shan menggertak keras, dia sadarkan diri ketika puluhan orang menodongkan senjata ke arahnya. Kini lelaki tua itu harus bertarung keroyokan, sebelah tangan menggenggam pedang tua dan sebelah lagi menekan bekas luka di dadanya yang mulai berdenyut lagi.
"Kakek, kau tidak apa-apa? Aku tidak menemukan Mei'er di mana pun!" Xue Zhan justru mendekat dan berdiri di sisi Lin Yu Shan yang hanya bisa menggeram. Nyawa keduanya berada dalam ancaman, puluhan orang bertopeng silang mengepung dan mereka makin bertambah semenjak Xue Zhan datang.
"Siapa mereka?" Lin Yu Shan setengah berbisik, matanya memicing tajam dengan waspada.
"Taring Merah," jawab Xue Zhan.
"Apa?!" Lin Yu Shan tak menyangka nama itu yang akan didengarnya. "Mereka sangat kuat, aku tak akan mampu mengalahkan mereka. Xue Zhan, pergilah secepat yang kau bisa!"
"Tapi-"
"Tidak ada pembangkangan! Kau dengar?!"
Sorakan lain membuat Lin Yu Shan teralihkan.
"Tangkap anak bermata merah itu dan bunuh laki-laki tua bersamanya! Aku ingin anak itu hidup-hidup!"
Xue Zhan mundur waspada. Dia tak memiliki senjata sama sekali dan posisi mereka terpojokkan.
Lin Yu Shan tahu keadaan sudah tak memungkinkan, dia segera menggenggam tangan Xue Zhan dan lari lewat pintu belakang. Sontak puluhan musuh mengejar dengan senjata terangkat. Xue Zhan yang ditarik paksa sempat menoleh ke belakang, hanya beberapa langkah saja senjata itu dapat mengenai mereka. Lin Yu Shan melepaskan Xue Zhan, pemuda itu terlempar jauh menabrak batang pohon. Dia terduduk menatap Lin Yu Shan melindunginya di depan.
"Mantan Prajurit, heh? Ternyata kau masih hidup, Lin Yu Shan."
Lin Yu Shan tak tahu siapa sosok yang baru saja menyebutkan namanya. Dia mengacungkan pedang dengan gagah berani, meski tubuhnya sudah tua tapi jiwanya masih sama seperti dulu.
"Xue Zhan, aku peringatkan sekali lagi padamu. Pergi!"
Xue Zhan mengepalkan kedua tangan. Dia tak bisa memilih. Di satu sisi jika dia meninggalkan Lin Yu Shan dirinya takut suatu saat akan menyesal, bertahan di sana pun tak ada yang bisa dilakukan selain membebani laki-laki itu.
"Aku tidak bisa ..."
"Bunuh dia!!!"
Puluhan derap kaki mulai berbondong-bondong menyerbu Lin Yu Shan.
**
"Tidak mungkin ... Tidak mungkin," isak Lin Yu Mei yang bersembunyi di bawah kasurnya, menangis semalaman. "Kakak berbohong," tangisnya kembali terdengar.
Lin Yu Mei menatap ke sebuah pajangan di kamarnya. Armor besi dari kepala, baju hingga ke kaki membentuk sesosok prajurit di sana. Gadis kecil itu tak tahu siapa pemilik armor tersebut, tapi dia merasa sangat akrab.
Langkah kecilnya bergerak ke dekat pintu, mendengarkan pembicaraan Lin Yu Shan dan Xue Zhan.
"Dan satu hal lagi, Yan Shumei adalah pembunuh kedua orang tua Lin Yu Mei." Matanya yang mengintip di balik celah pintu terbuka lebar.
"Karena aku.. orang tua Mei'er dibunuh?"
Pengakuan Lin Yu Shan semakin mengundang tangis Lin Yu Mei, gadis kecil itu membungkam mulut sendiri. Dia sudah mengerti beberapa hal, termasuk kematian orang tuanya. Lin Yu Shan berbohong, dia selalu mengatakan kedua orang tuanya meninggal karena sebuah misi. Dan sekarang Lin Yu Mei tahu pakaian siapa yang dipajang di kamarnya.
Lin Yu Shan dan Ayahnya telah lama mengabdi sebagai seorang prajurit. Kedatangan Xue Zhan di rumah mereka membawa banyak petaka. Kebencian menyeruak di dalam dada Lin Yu Mei. Dia menatap pedang dengan permata ungu di tengah gagangnya. Tangan kecil Lin Yu Mei menarik pedang milik Ayahnya.
"Aku akan menjadi seorang prajurit seperti Ayah."
**
Serangan datang tak terduga. Xue Zhan bangun di tempat, berniat menyelamatkan Lin Yu Shan dari tebasan yang masuk. Meski tak memiliki senjata dia masih memiliki kedua tangan, hal itu yang mulai dipikirkannya semenjak beberapa detik lalu.
Lin Yu Shan selamat dari serangan musuh.
Namun tiba-tiba satu serangan tak terduga datang.
"Aku akan menjadi seorang Prajurit! Kalian mendengarku?!" Gadis kecil yang terkenal sangat ambisius itu berteriak sekencang-kencangnya, dia menusuk pedang milik Ayahnya dari belakang, pertarungan seketika terhenti.
Darah menetes dari pedang yang ditancapkannya. Seorang laki-laki memuntahkan darah, lalu jatuh ambruk di hadapan Xue Zhan.
"Kalian lihat? Kakak melihatnya?! Aku membunuh musuh! Aku bisa membuktikannya padamu!!"
Lin Yu Mei tertawa sangat senang, matanya menunjukkan kemenangan yang buta.
Xue Zhan jatuh berlutut di hadapan tubuh yang mulai kehabisan napas. Air mata menetes di pipinya. "Mei'er ..."
Lelaki itu terbatuk untuk yang terakhir kalinya, menatap Xue Zhan sambil berbisik.
"Tolong ... Jaga-"
Lin Yu Mei baru melihat siapa yang disasarnya, kesepuluh jari kecil gadis itu gemetar hebat. Lin Yu Shan terbaring tertusuk pedang dari belakang, musuh diam, dan kini Xue Zhan menatapnya penuh kebencian.
"Apa yang kau lakukan, Lin Yu Mei?!" teriak Xue Zhan.
"Tidak, aku tidak membunuh kakek. Aku tidak membunuhnya..."
"Kau membunuhnya di depan mataku!"
Lin Yu Mei menatap sekeliling, merasa terancam dan ketakutan bersamaan. Kedua tangannya bermandikan darah milik sang kakek yang telah menghembuskan napas terakhir beberapa detik lalu.
"Bukan aku! Bukan aku, Kak! Aku-"
Xue Zhan tak mampu berkata-kata, harapan besarnya untuk menyembuhkan Lin Yu Shan hancur. Sebenarnya dia sedang mengumpulkan uang untuk membeli obat dan hari ini lelaki itu telah tiada. Marah berkecamuk dalam dirinya, Xue Zhan tak lagi menatap Lin Yu Mei sebagai saudaranya.
"Kau bukan adikku."
"Kakak, jangan tinggalkan aku, ku mohon...! Ku mohon!" Lin Yu Mei merangkak, memeluk kaki Xue Zhan.
Xue Zhan melepaskan kakinya dari pegangan Lin Yu Mei, berjalan menjauh dengan kesedihan yang tak terbendung. Ingin marah pun tak ada yang bisa diubahnya dengan menangis.
"Kakak! Jangan tinggalkan aku!"
Lin Yu Mei menangis dan berteriak sampai suaranya hilang.
"Jangan tinggalkan aku ...!" Kepalanya tertunduk menatap tanah, Lin Yu Mei memegang kepala dengan kedua tangan. Berteriak sekencang-kencangnya, "Jangan pergi, Kakak Zhan! Aku tidak mau sendiri!!!"
Xue Zhan lenyap dari pandangannya. Lin Yu Mei menangis hebat.
"Hei, gadis kecil. Mengapa kau menangis, hm?
Seorang wanita dengan topeng silang berwarna putih dan senjata berupa kipas raksasa dipunggungnya berjongkok di sebelah Lin Yu Mei. Para musuh yang hendak membunuh Lin Yu Mei mundur dan bertekuk lutut hormat kepada wanita tersebut. Dia adalah satu dari Enam Cahaya di Taring Merah.
Wanita tersebut mengelap air mata gadis kecil dengan jari telunjuknya.
"Kakakku meninggalkanku ..." Lin Yu Mei masih menangis sesenggukan.
"Mengapa kau bersedih? Seharusnya kau marah, dia telah merenggut banyak hal darimu. Orang tuamu, kasih sayang kakekmu dan bahkan rumahmu."
Ucapan wanita itu merasuk dalam dirinya, mata Lin Yu Mei mulai berubah kelam. Perlahan-lahan kepalan tangannya mengerat.
"Benar, dia telah menghancurkan semua yang aku miliki."
Mata anak kecil yang masih polos itu berubah drastis penuh amarah.
Wanita tadi tersenyum.
*
Xue Zhan berlari kencang, menyingkirkan tetes air mata di pipinya. Musuh mengejar-ngejar di belakang, dia akan melakukan apa yang diperintahkan Lin Yu Shan terakhir kali.
Lari.
Kakinya tersangkut tubuh mayat, Xue Zhan jatuh dan langsung menengok ke belakang. Benar saja dia dikejar sejak tadi.
Mati sudah. Hanya kalimat itu terngiang di telinga. Xue Zhan mundur, musuh makin mendekat.
Tiba-tiba saja sebuah cahaya terang datang bersama serangan yang mementalkan para musuh.
"Kau tidak apa-apa?"
Laki-laki itu menoleh ke belakang.
Seseorang menyusul, "Kita terlambat Ketua Kang Jian. Musuh bergerak lebih cepat dari yang kita duga."
"Selamatkan anak ini dan yang masih bertahan."
Pertarungan tak diduga berlangsung sangat cepat, laki-laki yang disebut sebagai Kang Jian itu mampu bertarung satu lawan lima sekaligus. Di mata Xue Zhan laki-laki itu sangatlah hebat. Dia berhasil diselamatkan dari musuh.
Kang Jian membawa Xue Zhan bersamanya. "Syukurlah kau selamat. Aku akan membawamu ke pengungsian terdekat."
"Tapi, adikku-" Xue Zhan sempat berpikir tentang Lin Yu Mei meski dia masih sangat marah dan tak terima. Bagaimana pun Lin Yu Mei adalah adiknya. Tim Kang Jian kembali berkumpul, mereka berjalan ke sepanjang desa sambil berbicara.
"Hanya 16 orang selamat, Ketua."
"Apakah di antara mereka ada anak kecil perempuan berumur 9 tahun?" Xue Zhan bertanya cepat.
"Tidak ada."
Ekspresi tak percaya Xue Zhan memaksa wanita itu menjelaskan lebih jelas lagi.
"Dan tidak ada yang bisa selamat lagi, api menjalar di mana-mana. Ini memang menyakitkan tapi, adikmu mungkin sudah tiada."
Xue Zhan ingin melepaskan diri dari Kang Jian, dia ingin melihat langsung Lin Yu Mei. Pada akhirnya dia menyerah, Lin Yu Mei mungkin sudah dilalap api, mata Xue Zhan tak berhenti menatap Desa Guxia yang telah hancur. Penyesalan mengisi hatinya.
"Maafkan aku, Mei'er."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
made darmayasa
ceritanya keren
2023-12-27
0
Jhonny Afrizon
ni ceritanya di bilang sedih tapi mau ketawa,ada anak kecil ga bisa apa apa,dengan kepolosan atau bisa di sebut kebodohan,kok bisa lolos dari segitu banyak musuh,hah aneh,harus nya mereka kabur atau sembunyi,baru masuk akal bisa lolos,ini malah sempat ngobrol
2023-04-29
0
Imam Iswanto
mmmm gk mikir deh salut buatmu thooor
2023-02-23
1