Second Love
Senyum merekah di wajah sepasang suami istri itu tatkala keluar dari suatu ruangan. Mengabaikan hiruk pikuk dari keadaan sekitar, keduanya nampak hanyut dalam kebahagiaan yang mereka rasakan hari ini. Dan jika diperhatikan lebih saksama, pasangan itu nampak mengaitkan tangan satu sama lain, berbagi kehangatan, seperti berbagi kebahagiaan.
“Aku sudah tidak sabar untuk menemui jagoan kecil kita,” ujar Nero, sang suami, sembari mengelus buncit istrinya dengan senyum hangat di wajah. Azzura yang merasakan elusan penuh kasih sayang itu langsung terkekeh pelan, lalu menyentuh punggung tangan suaminya yang berada di perutnya.
“Aku juga. Dokter berkata jika anak kita adalah laki-laki. Apa kamu sudah menentukan nama apa yang cocok bagi anak kita?”
Pertanyaan Azzura membuat Nero menarik tangannya dari perut sang istri, lalu memasang wajah berpikir. Mendapati tingkah lucu suaminya, Azzura tidak dapat menahan tawa pelannya. Nero yang mengetahui istrinya sedang menertawakannya pun langsung ikut tertawa.
“Jujur saja, aku belum pernah memikirkan hal itu. Baik laki-laki atau perempuan, aku akan sangat menyayangi mereka. Mungkin karena itulah aku tidak berpikir panjang mengenai nama mereka.”
Usai berkata demikian, Nero membungkukkan badannya, lalu menanamkan kecupan hangat pada perut Azzura. Kecupan yang menunjukkan kasih sayangnya kepada calon anaknya yang masih di kandungan istrinya.
“Kamu benar. Apa pun anak kita nantinya, aku pasti akan menyayangi mereka sepenuh hati.”
Tatkala Nero menarik kepalanya menjauh, Azzura mengusap lembut perutnya yang telah mengandung anak pertama mereka. Tatapan melembut usai mengingat kembali ucapan dokter kandungan yang baru ditemuinya tentang jenis kelamin anaknya.
“Dan dokter telah menetapkan jika anak kita laki-laki. Kupikir mulai sekarang kita harus lebih serius untuk memikirkan namanya, Nero,” ucap Azzura sembari menoleh pada suaminya, tersenyum hangat. Lalu ucapannya ditanggapi dengan anggukan pelan.
“Tentu saja. Tidak hanya nama, aku akan sering mengajakmu berbelanja pakaian bayi.”
“Aku tidak menduga jika kamu akan bersemangat seperti itu.”
Setelah itu, keduanya tertawa bersamaan.
“Tapi yang paling tidak sabar kunantikan adalah memberitahu kabar bahagia ini kepada yang lain di rumah. Mereka pasti akan senang ketika tahu anak pertama kita adalah laki-laki,” ucap Nero yang pertama kali berhenti tertawa. Setelah itu, ia mendekat pada kening Azzura, mengecupnya dengan penuh kasih sayang, lalu menggenggam tangannya erat.
“Sekarang, bagaimana jika kita pulang dulu? Setelah itu, kita bisa mulai mencari peralatan untuk jagoan kecil kita.”
Azzura menanggapi ajakan Nero dengan anggukan kepala. Setelah itu, mereka bergandengan tangan dan berjalan menuju parkiran mobil. Dalam hati keduanya mereka tidak sabar membayangkan kebahagiaan yang juga ditunjukkan orang rumah ketika tahu kabar bahagia mereka.
***
Disisi lain, ada dua pasang calon pengantin yang tengah berbahagia. Keduanya terlihat saling mencintai, rona kebahagiaan jelas terpancar dari wajah mereka. “Melihatmu mencoba gaun pengantin tadi membuatku tidak sabar dengan pernikahan kita nanti.”
Sang pria, Azzam, yang pertama kali membuka pembicaraan ketika dirinya dan calon pendamping hidupnya, Vianli, baru keluar dari tempat penyewaan baju pengantin. Tidak hanya Azzam, kedua mata Vianli juga memancarkan kebahagiaan yang sama seperti pasangannya.
“Tidak hanya kamu, aku pun tidak sabar menanti hubungan kita resmi menjadi suami istri,” balas Vianli sembari menatap lekat pasangannya, dan tersenyum hangat.
“Haha! Tentu saja. Itulah yang paling tidak sabar kunantikan juga!”
Selesai berkata demikian, Azzam langsung mengecup singkat kening Vianli, dan menatapnya penuh afeksi.
“Menikahimu adalah salah satu impian terbesarku. Terima kasih sudah mau menerimaku.”
Ucapan serius Azzam membuat Vianli sontak melebarkan kedua mata, terkejut. Ia juga dapat merasakan jantungnya yang terasa berhenti berdetak untuk sesaat akibat keterkejutan tadi. Namun, di saat yang sama kehangatan yang menenangkan menyusup masuk dalam hatinya. Ia merasa senang sekaligus terharu karena ucapan tulus pasangannya. Karena ia tidak menduga jika Azzam akan bersikap romantis di depan umum seperti itu.
“Ya sudah. Ayo ke mobil dulu. Habis ini masih banyak yang perlu kita siapkan, bukan?”
Sembari berkata demikian, Azzam menggenggam erat tangan Vianli, menatapnya dengan senyum lebar. Sang perempuan pun menerima genggaman tadi, lalu mengangguk senang. Setelah itu, mereka pergi ke parkiran mobil mereka, lalu masuk ke dalam.
“Tapi, kau tahu, sepertinya sebelum pernikahan kita aku harus lebih ketat dalam diet. Maksudku, gaun yang kusuka tadi terasa sesak di bagian dadaku,” ucap Vianli yang pertama kali memulai percakapan di dalam mobil, menangkup kedua dadanya dengan tangan dan menatapnya lekat. Saat itu, Azzam masih berfokus mengeluarkan mobilnya dari parkiran, sehingga ia tidak memerhatikan apa yang sedang dilakukan Vianli.
“Untuk apa diet? Jika memang tidak cukup, lebih baik cari gaun yang lain, kan? Atau kamu bisa meminta mereka untuk membuka beberapa jahitannya agar kamu muat mengenakannya,” jawab Azzam santai yang masih tidak mengetahui Vianli yang menggembungkan pipinya, kesal.
“Ih, kok kamu begitu, sih. Masa kamu mau istrimu lebih gemuk dari masa pacarannya dulu?”
Mengerti jika pertanyaan Vianli tidak serius, Azzam justru menanggapinya dengan kekehan.
“Memang kenapa? Mau gemuk atau kurus, mau hitam atau putih, asalkan di dalam tubuh itu ada Vianli yang kusayangi, tentu saja aku tidak masalah.”
Meski telah mendengar berbagai rayuan dari Azzam semasa mereka berpacaran, Vianli masih nampak salah tingkah dengan ucapan manis yang diucapkan pasangannya. Terbukti bagaimana ia langsung menangkup pipinya dengan kedua tangan, merasa malu.
“Mulai ya gombalnya.”
“Itu bukan gombal, sayang. Masa kamu tidak percaya pada suami masa depanmu ini, sih?”
Setelah Azzam berkata demikian, tawa keduanya pecah.
“Meski kamu bilang begitu, pernikahan kita sebentar lagi. Kupikir aku akan mengurangi porsi makanku agar di hari pernikahan nanti kecantikanku akan lebih maksimal,” ucap Vianli dengan nada bercanda, lalu berpose bak foto model yang mengibas rambutnya. Tatkala Azzam menoleh sekilas pada calon istrinya itu, ia langsung tertawa.
“Jangan terlalu cantik, dong. Nanti kalau ada laki-laki lain yang suka kamu bagaimana?”
“Ya nanti aku kasih tahu kalau aku sudah laku, terus kamu bisa pukuli mereka kalau mereka mulai kurang ajar.”
Dan untuk kedua kalinya, keduanya tertawa bersama menanggapi ucapan barusan. Setelah itu, pembicaraan mereka beralih tentang perencanaan masa depan mereka. Bagaimana tempat tinggal yang akan mereka huni, tipe dekorasi seperti apa yang akan digunakan, hingga memikirkan relasi dengan tetangga sekitar ketika keduanya telah resmi keluar dari rumah orang tua masing-masing. Saat membicarakannya, kedua orang itu nampak sangat berbahagia, seakan tidak sabar menikmati masa depan yang indah bersama-sama.
“Azzam, kupikir kamu harus lebih berhati-hati dalam berkendara, deh. Jangan terlalu sering menyalip seperti ini. Aku ... jadi takut.”
Tidak beberapa lama, Vianli menyuarakan kekhawatirannya pada cara mengemudi Azzam. Tidak menanggapi serius ucapan perempuannya, Azzam justru mengibaskan tangannya.
“Santai saja. Aku ini sudah ahli, kok,” jawab Azzam sembari mengarahkan setir mobilnya untuk melewati truk besar di depan. Di luar dugaan, dari arah berlawan nampak mobil yang melaju cepat. Tanpa memiliki kesempatan menghindar, mobil sepasang kekasih itu menghantam mobil lawan. Kecelakaan hebat pun tidak dapat terhindari, menyebabkan kepanikan setiap orang yang melihatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Mystera11
mampir thor...awal yg menarik...
2023-01-27
0