SL- 8

Vivi masih memandangi Nero dengan heran karena pria itu malah duduk di tepian atap. Di dalam hati kecilnya bahkan mengatakan sangat khawatir karena bisa jadi tiba-tiba ada angin kencang yang membuat pria itu terempas lalu jatuh dari atap. 

"Kamu yakin mau melompat dari sini?" tanya Nero. Ia tampak sangat santai sekali duduk di sana. Padahal sebenarnya ia juga sedikit ngeri karena posisinya saat ini sangat jauh dari atas tanah. Namun, ia mencoba bersikap tenang dan tidak menunjukkan rasa takutnya pada Vivi. 

Tak ada jawaban dari Vivi, wanita itu hanya diam sambil terus menatap sosok Nero. Ia jelas masih penasaran mengapa pria tampan itu repot-repot membujuknya agar tidak melompat. 

"Apa kamu tahu kalau jatuh dari ketinggian itu rasanya sangat menyakitkan? Hmm ... aku rasa kamu belum tahu karena sekarang kamu bersikeras ingin melompat dari sini dan membuat semua orang panik." Nero menunjuk orang-orang yang berada di belakang Vivi dengan dagunya. 

Perlahan Vivi menoleh ke belakang. Netranya bisa menangkap ekspresi cemas dan takut dari orang-orang tersebut. Sesaat kemudian ia kembali menatap ke arah Nero yang masih betah duduk di tepian atap. 

"Kematian akibat terjun dari ketinggian itu bisa membuat seluruh tulang menjadi patah, organ-organ dalam kita pun rusak. Apalagi kalau sampai kepala kita terbentur aspal di bawah sana, ugh ... rasanya pasti sangat menyakitkan karena pasti kepala kita akan pecah. Belum lagi saat sedang terjun bebas, untuk beberapa saat jantung kita berhenti berdetak." Nero kembali melanjutkan perkataannya yang tadi sempat dijedanya.

Mendengar perkataan Nero, sekujur tubuh Vivi seketika merinding. Ia tak dapat membayangkan bagaimana rasa sakit yang akan dirasakannya jika ia jadi terjun tadi. Nyalinya menjadi menciut karena ternyata Nero berhasil memprovokasinya. 

"Oh iya, kalau kamu langsung meninggal sih tidak masalah. Coba kalau kamu bayangkan saat jatuh dari sini, tapi kamu masih tetap bernapas. Pastinya hidup kamu akan menderita karena cacat seumur hidup," tambah Nero. Ia geleng-geleng kepala sambil berdecak. Sebenarnya ia hanya asal bicara saja, tapi ternyata ia cukup pandai membuat wanita di hadapannya itu takut. 

Nero bisa menilai jika Vivi saat ini pasti tidak mau lagi melompat. Namun, sepertinya ia tak sampai disitu saja memprovokasi Vivi. Terukir sebuah senyuman samar di bibirnya saat melihat Vivi memandangnya tanpa berkedip. 

Jelas saja Vivi takut sebab ia sudah membayangkan semua perkataan Nero tadi. Ia menganggap perkataan pria itu benar juga. Kalau ia langsung meninggal mungkin lebih baik, tapi jika selamat dan hidup cacat, pastinya 

"Sekarang kamu tunggu apalagi? Ayo cepat lompat. Aku tadi hanya mencoba menjelaskan sedikit banyak hal yang aku tahu, tapi aku yakin kamu sudah tahu makanya berniat dan berani melompat dari sini," suruh Nero dengan santainya. 

Kedua mata Vivi membola karena ia tak menyangka pria itu malah menyuruhnya melompat alih-alih membujuknya untuk mengurungkan niatnya. 

"Kok kamu malah suruh aku melompat?!" protes Vivi. 

"Loh bukannya kamu memang mau melompat ya? Kenapa malah protes ke aku? Hmm ... atau mungkin kamu sebenarnya memang belum tahu kalau rasanya mati dari ketinggian seperti yang aku jabarkan tadi. Kamu marah karena tidak percaya dengan yang aku katakan barusan? Kalau kamu mau membuktikannya ya tinggal coba saja." Nero tersenyum smirk sambil menatap ke arah Vivi. 

Vivi makin geram karena ternyata orang yang di hadapannya sekarang itu seperti tak punya perasaan saja. Bagaimana bisa pria itu tersenyum tanpa rasa bersalah saat menyuruhnya melompat? Sungguh tipe orang yang tak punya hati nurani. Pikir Vivi. 

"Kamu mau menyuruh aku mati? Kamu sudah gila ya?!" bentak Vivi. 

"Bukannya kamu sendiri yang mau mati? Kenapa kamu malah mengataiku gila?" Nero turun dari tempatnya duduk. Ia berjalan menghampiri Vivi yang sepertinya sudah menjadi waspada kepadanya. 

Takut. Itulah yang dirasakan oleh Vivi saat ini. Ia tak ingin pria asing dengan pola pikir gila itu mendekatinya. Makanya ia terus saja memundurkan langkahnya agar terus membuat jarak dengan Nero. 

Namun, tiba-tiba saja kedua pundak Vivi dipegang kuat oleh Nero. Kedua mata wanita yang saat ini rambutnya acak-acakan karena tertiup angin itu membelalak sempurna. Bola mata Vivi hampir saja menggelinding dari tempatnya sesaat setelah Nero menyeretnya ke pinggiran atap dan memintanya untuk melongo ke bawah. 

"Bagaimana? Sekarang tinggal selangkah lagi tubuhmu akan tergeletak di bawah sana," ucap Nero yang langsung membuat Vivi menelan ludah. Jelas saja wanita itu takut, apalagi tadi ia sempat mendengar Nero tentang mengerikan dan sakitnya mati terjatuh dari ketinggian. 

Tiba-tiba saja Vivi menyerang Nero. Wanita itu mendorong dan kembali mencakar tangan psikiater tampan itu. Namun, Nero tak tinggal diam, ia mencoba menenangkan Vivi yang mengamuk itu. 

"STOP! Jangan seperti ini!" tegas Nero. 

"Dasar kamu pria gila! Bisa-bisanya kamu menyuruh aku untuk mati!" teriak Vivi. Dadanya terlihat naik turun karena ia tersulut emosi karena perkataan dan tindakan Nero yang dinilainya terlalu ekstrem. 

"Ya aku gila, tapi kamu jangan mengamuk seperti ini!" balas Nero. 

Namun, beberapa saat kemudian sekujur tubuh Vivi melemas. Tulang-tulangnya seperti berubah menjadi jelly sampai ia tak mampu menopang bobot tubuhnya. Beruntung Nero berada di sampingnya dan dengan sigap langsung membawanya ke dalam dekapan hangat. 

"Kamu takut bukan? Makanya lebih baik kita tidak berada di sini, dan kamu jangan coba-coba lagi untuk melompat dari ketinggian," ujar Nero sambil terus mendekap Vivi. Ia membawa Vivi menjauh dari tempat berbahaya itu dengan berjalan perlahan. 

Semua orang yang menyaksikan kejadian menegangkan itu menghela napas lega serentak. Mereka sangat bersyukur karena Vivi tidak jadi melompat dari atap. Beruntung ada Nero yang yang sangat pemberani dan pintar membujuk sehingga mereka tidak jadi melihat situasi mengerikan. 

Nero menyerahkan Vivi kepada beberapa perawat wanita yang kebetulan berdiri di antara kerumunan itu. Ia meminta agar Vivi diberikan obat penenang agar tidak berbuat hal yang mengerikan seperti barusan. 

"Jangan sampai kalian kecolongan lagi. Tolong awasi pasien ini lebih ketat lagi," pesan Nero yang langsung ditanggapi anggukkan oleh para perawat itu. 

Akhirnya kerumunan itu mulai bubar, tapi mereka memberikan jalan terlebih dahulu pada para perawat yang membawa Vivi untuk menuruni tangga sebelum mereka ikut turun juga. 

Mata Nero masih tertuju pada Vivi sampai punggung wanita itu tak terlihat lagi. Ia pun menghela napas lega karena telah berhasil menggagalkan aksi bunuh diri tersebut. 

Nero masih betah berlama-lama di tempatnya sampai kerumunan orang-orang satu persatu menuruni tangga. Sorot matanya datar tanpa ekspresi. Akhirnya setelah keadaan cukup sepi, barulah ia ikut turun dari atap tersebut.

Terpopuler

Comments

Bunda dinna

Bunda dinna

Akhirnya Nero berhasil

2023-01-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!