Meski Nero masih tidak dapat melepaskan tatapan aneh Vivi dalam kepalanya, pria itu tetap berusaha menunaikan tugasnya. Di dalam ruangannya, Nero mencoba memfokuskan pikirannya pada tumpukan lembaran kertas di mejanya, menyelesaikan catatan jurnal mingguannya untuk laporan.
Saat itu, Nero berpikir jika harinya akan berakhir dengan damai seperti hari pada umumnya. Tidak menyangka jika kejadian janggal sedang terjadi di luar ruangannya.
Kala tatapan tertuju pada deretan kalimat dalam kertas di genggaman, telinga Nero dapat mendengar suara aneh di luar ruangannya. Semula, Nero berpikir jika itu hanya perasaannya saja, membuat pria itu tetap fokus mengerjakan pekerjaannya. Namun, lambat laun, suara riuh ricuh di luar semakin menjadi, menyebabkan tanda tanya Nero tidak dapat terbendung.
“Aneh ... kenapa rasanya orang-orang seperti sedang berlarian, ya ... seharusnya tidak ada acara penting hari ini?”
Sembari bertanya pada diri sendiri, Nero meletakkan pekerjaannya di meja, beranjak dari kursinya dan berjalan ke pintu. Dan ketika pintu itu terbuka, terkejutlah Nero. Saat ini, di hadapannya tersaji pemandangan rekan kerjanya berlarian dengan wajah panik. Meski tidak mengerti situasi saat itu, tidak dapat dipungkiri jika Nero merasakan perasaan serupa bercampur tanda tanya, mempertanyakan apa yang terjadi hingga semua orang bertingkah demikian.
Hingga akhirnya sosok yang dikenal Nero muncul di hadapannya.
“Ronald, tunggu sebentar!”
Sembari berucap demikian, Nero langsung menahan tangan Ronald agar pria itu berhenti. Mendapati langkahnya tertahan, Ronald terpaksa menatap pelaku yang sedang menatapnya penasaran.
“Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Kenapa semua orang berlarian, apa ada sesuatu?”
“Kau ingat pasien yang baru saja datang kemarin? Wanita itu berniat bunuh diri di atap.”
Terkejut, Nero langsung melebarkan kedua matanya. Kepanikan langsung menyelimuti batinnya. Kepalanya mengingat jelas siapa pasien baru yang dimaksud Ronald.
“Vivi!”
Selesai mendapatkan informasi yang dibutuhkannya, Nero langsung melepas pegangannya pada Ronald, berbaur dalam kerumunan orang-orang yang berlari ke satu tujuan, atap rumah sakit. Tidak hanya berbaur, Nero juga berusaha membelah lautan manusia yang memenuhi lorong saat itu. Saat Nero memerhatikan sekilas keadaannya, ia sadar jika tidak hanya ada rekannya dalam kerumunan itu. Tidak sedikit pasien dalam perawatan juga ikut berlari, entah bagaimana lepas dari kamarnya. Namun, Nero tidak peduli. Fokusnya hanya pergi ke atap, memastikan dan menyelamatkan Vivi yang hendak mengakhiri nyawanya.
Selang beberapa menit Nero berlari tanpa istirahat, akhirnya ia berhasil sampai di tujuannya dengan napas terengah. Saat mencoba mengatur napasnya, kedua mata Nero dapat melihat beberapa temannya yang tengah berusaha membujuk seorang wanita untuk menjauh dari tepian atap.
“Nona, itu berbahaya! Tolong jangan berjalan lebih jauh dari itu!”
“Itu benar. Nona Vivi, masih banyak orang yang menantikan Anda. Kami mohon, jangan lakukan tindakan gegabah seperti ini!”
Dan masih banyak bujukan lainnya yang mengudara, terucap dari setiap orang yang berusaha menahan Vivi. Naas, kata demi kata yang mereka ucapkan tidak satu pun berhasil menyentuh hati sang wanita. Terbukti bagaimana Vivi yang menggeleng cepat, menandakan penolakan dengan wajah agresif.
“Kuperingati kalian, jangan berani-berani untuk mendekat lebih dari ini! Jika ... jika kalian berani, aku tidak akan takut untuk langsung melompat dari sini!” ancam Vivi dengan suara lantang, menyebabkan semua orang di sana tercengang, takut bertindak gegabah.
“Aku ... aku sudah berulang kali mengatakan pada kalian jika aku bukan orang gila, berhenti memperlakukanku sebagai orang gila. Tapi, apa? Kalian tetap menatapku seperti itu! Untuk apa aku tetap hidup dengan kehidupan yang tidak kuinginkan ini?!”
Tidak seperti sebelumnya, keagresifan di wajah Vivi meluntur, tergantikan dengan kesedihan yang kentara di kedua mata. Tidak hanya itu, kini air matanya juga menetes, menuruni pipinya, membuat orang-orang semakin bungkam. Tetapi tidak dengan pria itu.
“Nona Vivi, tenanglah. Semua ini tidak ada gunanya. Saya yakin jika Anda mengerti ini, kan?”
Di saat semua orang tidak berani mengucapkan sepatah kata, berbeda dengan Nero. Dengan melewati orang-orang di depannya, kini pria itu berdiri paling depan di antara rekan kerja di belakangnya. Saat itulah kedua alis Vivi langsung menukik tajam, menatap Nero dengan ketidaksukaan.
“Kau! Berhenti di sana. Jika kau berani mendekat selangkah saja, maka aku—”
“Tidak apa-apa, Nona Vivi. Kedatangan saya di sini bukan untuk menghentikan aksi Anda. Saya hanya ingin mencari udara segar setelah bekerja seharian di ruangan saya,” ujar Nero dengan wajah santai dan mengangkat kedua tangannya, seakan menunjukkan bahwa dirinya serius dengan ucapannya barusan. Namun, Vivi tetap memasang wajah siaga, tidak langsung menganggap serius ucapan Nero tadi.
“Jangan berbohong. Kau ... kau sama saja dengan yang lain, menganggapku sebagai orang gila yang hanya bisa dikurung dalam kamar. Orang normal mana pun pasti akan muak dengan perlakuan seperti itu!” teriak Vivi dengan suara yang kentara akan amarah. Namun, untuk kedua kalinya, Nero terlihat santai menanggapi ucapan Vivi.
“Kami hanya melakukan tugas kami,” balas Nero seadanya yang mulai melangkah, selangkah demi selangkah dengan tempo pelan, mendekati Vivi yang masih terlihat tidak menyadarinya.
“Kau pikir sikap masa bodohmu itu akan membuatku percaya? Jangan percaya. Kalian semua sama saja! Kalian ... kalian hanya ingin menjauhkanku dari Azzam. Orang jahat! Tidak punya hati!”
Racauan Vivi tidak masuk dalam hati Nero. Semua itu langsung lewat begitu saja dari kepala sang pria, terbukti bagaimana senyum yang masih senantiasa terukir di wajahnya.
“Menurutmu begitu? Jika demikian, maka saya yang sekarang tidak dapat merubah pikiran itu,” balas Nero yang kini telah berdiri di tepian atap agak jauh dari Vivi berada, lalu duduk. Tidak hanya Vivi, semua orang di sana juga terkejut dengan upaya pendekatan Nero yang begitu berbeda. Tidak, malahan setiap dokter yang berusaha membujuk Vivi untuk tidak melompat menjadi kagum dengan cara Nero. Mereka meyakini dengan bertindak masa bodoh adalah cara yang paling tepat agar Vivi melupakan niat bunuh dirinya.
“Angin di sini sangat segar, ya? Pantas saja Anda pergi ke sini. Mungkin aku akan mulai sering ke sini saat istirahat,” ucap Nero sembari menatap pemandangan kota di bawahnya, memecah keheningan di sana, menyebabkan sikap siaga Vivi luntur, tergantikan dengan ekspresi tanda tanya di wajahnya.
“Kau ... sebenarnya apa maumu?”
Pertanyaan Vivi barusan membuat tatapan Nero langsung diarahkan pada wanita itu. Masih seperti sebelumnya, Nero memasang senyum simpul.
“Bukankah sudah saya bilang sebelumnya? Saya datang ke sini hanya untuk mencari udara segar. Saya pikir kedatangan Anda di tempat ini juga sama seperti saya,” jelas Nero dengan wajah tanpa bersalah, membuat Vivi langsung terkejut.
“Aku ... aku tidak mengerti. Kau ... pasti berbohong. Tidak mungkin ... kau tidak berniat menghentikanku.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Bunda dinna
Nero..punya cara tersendiri untuk mendekati Vivi
2023-01-25
0