Aku pun nyengir dan terkekeh pelan, karena merasa perkataan Jarvis sangat lucu. Tentu semua orang bisa melihat suatu benda tanpa ada halangan. “Eh, yang namanya ngelihatin benda, semua orang juga bakalan gak ada halangannya buat ngelihat sesuatu. Aneh banget sih perkataan lo.” Ujarku padanya.
Kudengar Jarvis langsung berdecak pelan dan menatapku dengan wajahnya yang tampak serius. “Bell, gue serius. Sekarang gue tanya, apa lo pernah ngeluarin jam saku itu di tempat banyak mahasiswa kayak gini? Pasti nggak kan?”
Dan aku langsung mengangguk karena hal itu benar. Jam saku milikku memang selalu kubawa setiap hari, namun selalu berada di dalam saku celana, saku jaket, atau di dalam tas ranselku. Tidak pernah kugenggam secara langsung.
“Itu maksud gue. Waktu kita ketemu di perpus dan gue langsung minta masalah itu selesai. Itu karena gue gak sengaja melihat sesuatu yang bersinar dari dalam saku celana sebelah kanan lo. Dan gue bisa lihat di dalam itu ada jam saku bergaya kuno, dan bercahaya keemasan. Gue, memiliki jam saku yang sama kayak yang lo punya.” Jelas Jarvis padaku.
Suaranya terdengar tidak mengada-ngada, tatapannya pun serius, dan saat menjelaskan hal itu padaku nada suaranya pun merendah setengah berbisik. Seolah memiliki rasa khawatir juga bila didengar oleh orang lain.
Aku masih menatapnya ragu, lalu menghela napas pelan. “Terus, sekarang gue tanya. Apa sekarang lo bisa lihat di mana letak jam saku gue?”
Jarvis langsung melihat-lihat ke bagian saku celanaku, saku jaketku, dan bagian tas ranselku. Di detik berikutnya, ia pun menggeleng pelan.
Aku langsung berdecak kesal dan bersedekap dada. “Kayak gitu lo mau gue percaya?”
“Tapi Bell, gue beneran lihat kemarin. Tampak jelas. Hal itu terjadi tanpa kendali gue dan tanpa kemauan gue. Sekarang gue juga gak tahu kenapa gue gak bisa lihat di mana letak jam saku milik lo.”
“Terus maksud lo bilang kita satu server itu apa? Lo kira kita ini anak kelompok dalam suatu organisasi sehingga lo sebut satu server?” Tanyaku yang memang kesal. Dan aku baru sadar bahwa kini aku mulai berbicara lebih banyak dengan orang lain. Dan aku seberani ini dan sepercaya diri ini berbicara dan bertanya pada orang lain.
Jarvis mengangguk. “Memang itu kok kenyataannya. Sekarang jawab iya atau tidak, di balik jam saku milik lo, ada tulisan Tempus Itinerantur nggak?”
Pertanyaannya memang membuatku tidak bisa mengelak sejak tadi. Dan sekarang, aku pun langsung mengangguk. Enggan membelit-belitkan apa maksud Jarvis. “Iya, benar.” Jawabku.
“Oke, berarti bener kita satu server. Sekarang jujur ke gue, pasti beberapa waktu lalu lo seakan nguntit gue karena---”
“Heh!! Kok lo masih ngungkit-ngungkit itu lagi sih? Kan gue udah bilang. Gue gak nguntitin elo! Gue gak kenal sama lo dan gue pun nggak---”
“Yes, I see. I know you didn’t do that. Gue belum selesai bicara dan lo motong gue.” Tegas Jarvis sambil menatapku serius.
Aku langsung menelan ludah ditatap seperti itu. Apalagi posisinya sedikit menunduk demi menyetarakan pandangan kami. Membuatku sedikit gugup karena jarak wajahnya hampir dekat dengan wajahku.
Perlahan aku pun mundur dan berdehem pelan. “Oke sorry. Lanjutin aja perkataan lo tadi.” Ujarku mengalah dan memberikan waktu bicara padanya.
“Sekarang jujur ke gue, beberapa waktu lalu lo bisa seperti sedang nguntitin gue, itu pasti karena lo tiba-tiba teleportasi ke tempat gue berada kan? Dan itu tanpa kendali lo kan? Lalu, lo seakan-akan selalu ditarik menuju ke tempat gue, padahal lo gak mau hal itu terjadi. Dan lo pasti masih belajar untuk mengendalikan hal itu.” Ujarnya.
“Kok… lo tahu banget? Lo bisa lihat itu semua?” tanyaku yang kini merasa penasaran padanya.
Jarvis menggeleng pelan. “Gue gak lihat semua itu, tapi gue tahu karena gue juga mengalami hal yang sama. Udah berapa lama lo begitu?” Tanyanya.
“Gue baru-baru ini sih.”
“Dari mana lo dapet jam saku itu?”
“Dari bokap gue. Jam saku itu disimpen di sebuah kotak----”
“Kotak kayu jati yang juga ada ukiran kalimat ‘Tempus Itinerantur’, lalu lo baru bisa ngebuka kotak itu ketika usia lo udah 17 tahun?”
Jujur, di sini aku langsung bengong. Melongo layaknya orang bodoh. Bibirku benar-benar terbuka sedikit, karena aku saking herannya dengan Jarvis yang bisa mengetahui semua itu dengan baik. “I-iya. Bener. Lo juga kayak gitu emangnya?” Tanyaku sedikit gugup.
“Iya. Gue juga kayak gitu. Usia gue juga udah 20 tahun. Udah tiga tahun gue hidup seperti ini. Meskipun sebelum membuka kotak itu… hidup gue---”
“Juga mengalami alam bawah sadar yang aneh? Lo gak bisa bermimpi tapi lo selalu tidur nyenyak. Dan dalam alam bawah sadar lo ketika lo lagi tidur, lo berada di ruangan gelap tanpa gravitasi?” Sambarku yang langsung memotong perkataannya. Karena aku merasa tidak sabar saja untuk bertanya. Rasanya lumayan seru dan menarik ketika bertemu dengan orang yang ternyata satu server denganku.
Dan sekarang, ketika mendengar kata ‘satu server’ rasanya aku ingin tertawa. Sekatang aku sudah tahu apa maksud Jarvis.
Jarvis tampak terkekeh langsung dan ia mengangguk. “Bener. Gue juga seperti itu. Kalau gitu, nanti---”
“Hey Gaaaiiss!! Wah, kayaknya ada yang lagi ngobrol seru nih sekarang. By the way, kalian jadinya udah saling kenal dan akrab nih?” Sahut Sera yang tiba-tiba muncul di belakangku dan Jarvis.
Sehingga aku dan Jarvis langsung menjarak jarak dan kami tersenyum saja pada Sera.
“Hey, lo yang main negur sobat gue ini di kantin kan? Lo Jarvis itu ya?” Tanya Sera yang memang mudah sekali ia mengakrabkan diri.
Jarvis tersenyum. “Iya.” Jawabnya singkat.
Kulihat Sera langsung mengulurkan tangan kanannya. “Kenalin, gue Serafina. Akrab disapa atau dipanggil Sera aja. Dan kalau lo temenan sama Bellova, berarti lo juga temenan sama gue. Hahaha, nambah-nambah circle you knoooww..” ujar Sera begitu riang.
Aku pun hanya memasang cengiran kecil saja.
Jarvis terlihat mengangguk-angguk. “Ah, oke. Kalau gitu gue cabut ke fakultas gue. Bell, see you nanti ya. Kalau lo bisa.” Ujarnya padaku.
“O-oke.” Jawabku ragu, namun mengiyakan juga. Padahal aku tidak tahu ia ingin mengajakku bertemu di mana dan jam berapa.
Setelah Jarvis menjauh, Sera langsung bergelayut merangkul siku tangan kananku. Mengajakku berjalan bersama menuju kelas yang sudah dekat.
“Cieee… ada gebetan nih ceritanya. Gitu ya lo Bell. Diem-diem bisa ngelelehin cowok emosian yang namanya Jarvis itu.” Ujar Sera.
Aku pun mengernyit dan melayangkan tatapan tanya padanya. “Maksud lo apa Ser?”
“Iya. Jarvis kan terkenal sebagai cowok yang suka emosian di kampus ini. Bukan sebagai cowok kulkas atau cocok dingin yaa… beda. Dia itu emosian dan keras kepala. Tapi dia termasuk mahasiswa cerdas dengan IPK bagus di kampus ini dan jurusannya. Semua orang suka sama dia, tapi kalau kena emosi sama dia otomatis semuanya juga ngerasa kesel. Makanya kemarin banyak yang dukung kalau Jarvis gak perlu jadi ketua BEM. Karena dia emosian banget. Sedangkan ketua BEM kan harus memiliki sikap sopan, ramah, dan mudah berbaur dengan banyak orang. Kalau Jarvis kan gak begitu. Semua orang kampus juga udah pada kenal dia gimana kali Bell.” Jelas Sera begitu panjang. Bahkan hingga kami sudah masuk ke ruangan kelas.
Aku hanya mengiyakan saja sambil mengangguk-angguk. Memang dasarnya aku ini tidak terlalu mengurusi berita tentang orang lain, maka jika bukan Sera yang memberitahuku, aku tidak akan tahu tentang hal itu.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments