TEMPUS 12 : Masalah Selesai

Usai makan siang, tentu aku dan Sera langsung kembali ke gedung jurusan Manajemen, fakultas Ekonomi dan Bisnis. Perut kami pun kenyang, jadi kami merasa sama-sama bersemangat untuk mengikuti kelas selanjutnya.

Namun ternyata ada kabar mendadak dari sang ketua kelas atau yang disebut Sipen, singkatan dari Si Penanggungjawab.

“Pak Satria tadi ngabarin kalau gak bisa ngasih kelas hari ini, diganti lusa. Jadi kalian boleh pulang deh.” Ujar Lydia sebagai Sipen dalam kelas kami.

Kebetulan saja saat aku dan Sera hendak masuk ke dalam kelas, Lydia keluar dari kelas. Sehingga perempuan itu langsung memberitahu kami begitu saja. Ia adalah mahasiswi yang cantik dan ramah, serta memiliki public speaking yang bagus.

“Oke, thank you Lydia.” Ujarku berterima kasih.

Lydia tampak mengangguk. “Sama-sama. Gue duluan ya Bell, Sera juga…”

“Iya iyaa… see you!” Seru Sera.

“Lo mau pulang Ser?” Tanyaku penasaran. Kini aku pun juga mulai nyaman berteman dengan Sera. Ternyata memiliki satu teman yang bisa mengerti diriku dengan baik sangat merasa menyenangkan. Tapi tentu, aku berteman biasa saja dengan Sera, tidak sampai ke ranah sahabat dekat.

Sera mengangguk. “Iya, gue langsung pulang aja deh. Sebenernya nanti itu mau ada janji lagi sama Kak Andra. Tapi kan kelas kita aja udah selesai di jam segini. Gue batalin aja sekalian janji sama Kak Andra itu. Mau pulang aja gue terus istirahat dan garap tugas lain di rumah.” Jelasnya.

Aku pun mengangguk, memahami rencana Sera tersebut. “Ya udah kalau gitu. Kita pisah di sini aja.” Ujarku.

“Loh, lo gak ke gerbang depan emang?” Tanya Sera.

“Nggak, gue mau ngabisin waktu ke perpus aja sampai nunggu jam pulang biasanya.”

“Hahaha lo nungguin jemputan dari kakak lo? Kenapa nggak naik taksi saja?”

Aku menggelengkan kepala dan sekedar tersenyum saja. “Gue nyaman dijemput sama kakak-kakak gue Ser.”

“Oh gitu. Ya udah deh, jumpa besok lagi ya Bell.”

“Okee, see you too.” Balasku sambil melambaikan tangan kanan.

Sebenarnya aku bisa-bisa saja naik taksi, namun takut jika kelepasan tertidur lalu terjadi hal yang diluar kendaliku. Maka dari itu aku lebih nyaman dijemput oleh kakak-kakakku saja, dari pada menaiki kendaraan umum sendirian.

Kini aku kembali sendirian ketika Sera benar-benar sudah tidak terlihat oleh pandanganku. Pasti perempuan itu sudah meninggalkan area kampus.

Dan kuputuskan saja, aku langsung menuju ke perpustakaan kampus yang memang terletak dekat gedung Fasilkom atau Fakultas ilmu Komputer. Sedang ingin saja menuju ke sana, karena perpustakaan di sana lebih luas dan banyak sekali buku-buku yang tersedia. Termasuk buku eletktronik pun juga ada.

Dua jam adalah waktu yang cukup lama bagiku. Dari pada bengong menunggu jemputan, lebih baik kuisi waktuku dengan membaca sejenak. Membaca apa saja, random juga tidak apa-apa, karena aku memang ingin berkeliling di dalamnya dan tidak berniat meminjam buku.

Aku menuju ke bagian rak yang memuat buku-buku pengetahuan alam. Yang berkesinambungan dengan sains, biologi, fisika, dan juga matematika.

Dulu, aku sempat ingin bercita-cita menjadi tim medis. Berkeinginan menjadi dokter, perawat, bidan, atau pun apoteker. Setertarik itu dulu diriku dengan dunia kesehatan, karena menurutku pelajaran sains sangat menarik sekali untuk dipelajari.

Namun sayangnya, ketika aku menginjak SMA dan jurusanku adalah jurusan IPA. Ternyata satu kekuranganku, aku tidak mudah menghafal nama-nama biologi dan kesulitan mempelajari mata pelajaran fisika yang dipadukan dengan matematika. Nilaiku selalu kurang pada mata pelajaran itu.

Hingga akhirnya aku mengetahui apa yang bisa aku pelajari dengan mudah, yakni hafalan terhadap ilmu-ilmu sosial dan perkantoran saja. Maka berakhirlah aku di jurusan Manajemen di kampus ini. Karena memang lumayan mudah dan umum, bagiku.

“Lo lagi lo lagi. Seakan-akan di dunia ini kayak gak ada tempat lain aja ya. Jangan-jangan… lo sekarang juga lagi nguntit gue ya? Makanya lo ada di sini.” Ujar seorang pria yang mendekat dari arah kananku.

Tentu aku yang sedang asik melihat-lihat buku-buku pengetahuan langsung menoleh. Mataku bertatapan dengan sepasang mata tajam yang sama sekali tidak ramah sejak awal. “Denger ya Kak, ini perpustakaan untuk semua mahasiswa yang berkuliah di kampus ini. Bukan cuman lo doang dan sekarang lo ngerasa lagi diuntit lagi sama gue. Gue ke sini emang karena ke sini aja, dan gak ada hubungannya sama lo. Lagian siapa juga sih yang seneng nguntit orang emosian kayak lo? Gue pun sama sekali gak berminat. Dan kalau lo masih mempermasalahkan hal itu, mendingan lo cukup diem aja dan bisa ngawasin gue. Gue gak punya waktu hanya untuk sekedar jadi penguntit lo Kak.” Ujarku yang kini berani.

Bagi orang introvert sepertiku ini, bicara cukup panjang dengan orang lain seperti itu benar-benar terasa menghabiskan tenaga. Napasku pun langsung memburu, kembang kempis dadaku karena hal itu.

Pria di hadapanku ini tidak nyolot lagi seperti tadi. Kali ini dia diam dengan dahi berkerut, lalu menatap bagian saku celanaku sebelah kanan.

Aku pun menghindar dengan berkacak pinggang. “Ngelihatin apa? Lo orang mesum ya Kak?” Tanyaku sedikit was-was.

“Gue gak akan mesum sama gadis triplek kayak lo! Oke, urusan kita selesai. Dan gue harap gue gak akan ketemu lo lagi di tempat mana pun!” Tegasnya yang langsung mengakhiri permasalahan ini begitu saja.

“Oke.” Balasku singkat. Hingga dia duluan yang memilih pergi.

Untung saja kami tidak ditegur oleh penjaga perpustakaan. Meskipun dengan keadaan emosi, aku cukup bisa mengontrol nada suaraku agar tidak terlalu tinggi, begitu juga pria tadi.

Kuhembuskan napas panjang, akhirnya persoalan itu selesai begitu saja. Meskipun tadi aku agak bingung juga mengapa pria itu langsung mengakhiri masalah itu tanpa mengajak berdebat lagi. Emosinya juga seperti meredam begitu saja.

“Huft… Lova Lovaaa… bisa-bisanya ketemu sama orang kayak gitu.” Gumamku pada diriku sendiri. Semua ini terjadi karena ulahku sendiri saat mencoba mengontrol teleportasi waktu itu. Yang anehnya diriku ini selalu tertarik begitu saja saat menatap layar dimensi yang menampilkan di mana keberadaan pria itu tadi.

Jangan-jangan, aku terhubung dengannya? Tapi hal apa yang bisa menghubungkan kami?

Ah, sekarang aku sudah tidak melihat kalungnya bercahaya lagi. Apa mungkin karena benda itu ya? Teleportasi pertamaku disebabkan karena hal itu. Iya, aku yakin itu. Saat itu, aku tertidur ketika kelas pertama belum mulai. Lalu tiba-tiba aku langsung tertarik begitu saja dan menuju ke tempat di mana pria itu berada, lalu aku melihat kalung yang ia pakai bercahaya keemasan.

Entah kalung itu kalung apa, karena setengah bagian yang menjuntai ke bawah disembunyikan pria itu dibalik kaosnya.

“Apa dia juga memiliki hal yang serupa sama gue ya? Kalau enggak, gak mungkin gue tertarik gitu aja ke tempat dia. Haiisshhh, cukuuuppp… cukup Lova!! Bukan waktunya lo mikirin hal itu. Sekarang masalahnya udah kelar, dan cowok itu gak mungkin lagi hadir di dalam hari-hari lo. Huft, ada baiknya kalau gue keluar aja dari sini.” Gerutuku pelan sambil mulai berjalan keluar dari perpustakaan ini.

Sialnya aku sempat bertemu dengan pria itu lagi saat aku melewati meja penjaga perpustakaan.

Tampak jelas pria itu sedang menyodorkan tiga buku, mungkin ia memang meminjamnya. Dan tentu tatapan kami sempat beradu sepersekian detik. Hingga aku yang memilih melengos lebih dulu serta mendengus kesal.

Lihat kan, sumpahnya tadi langsung tidak berlaku. Dia sendiri yang berharap bahwa tidak akan lagi bertemu denganku. Baru juga beberapa menit kemudian, tatapan kami beradu lagi. Huh, harapanmu sepertinya gagal, kawan! Kesal sekali melihat pria seperti itu. Kuharap aku juga tidak akan bertemu dengan pria itu lagi maupun pria-pria lain yang bersifat sama sepertinya.

*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!