TEMPUS 3 : Hal Yang Bercahaya

"Lo gapapa?" Tanyanya.

Aku menggelengkan kepala dengan pelan. "Ah, gapapa. G-gue kayaknya harus balik ke fakultas gue." Ucapku dengan sedikit terbata. Rasanya aku butuh minum.

Pria itu terlihat terbengong-bengong. Apalagi aku sendiri. Rasanya kondisiku sekarang sudah mirip orang gila yang sedang linglung. Kalung yang ada di leher pria itu masih mengganggu pandanganku. Cahaya keemasannya mencolok. Apa hanya aku yang melihat kalung itu bercahaya keemasan? Sebenarnya kalung itu ingin kupegang, tapi tentu saja aku tidak berani. Nanti bisa-bisa aku ini dikira ingin menjambret.

Aku menganggukkan kepalaku untuk kode permisi. Pria itu juga mengangguk dengan sopan. Tampan sih, namun aku tidak kenal siapa dia. Tentu saja aku tidak kenal. Fakultasku saja jauh letaknya dari area fakultas FISIP ini.

Pikiranku jadi ke mana-mana. Aku merasa diriku ini jadi tidak normal. Jujur, ini kali pertamaku mengalami teleportasi. Badanku benar-benar seperti ditarik oleh sesuatu. Seperti ada portal khusus yang mirip lubang hitam angkasa yang menyedotku tadi. Dan sekarang tubuhku agak meriang dan panas dingin.

Dengan terpaksa aku harus berjalan kaki menuju kembali ke fakultas ekbis. Mungkin aku akan duduk di kafe dulu. Ah, tidak bisa. Tas dan ponselku berada di kelas. Aku tidak bisa membeli sesuatu tanpa uang.

Tenggorokanku kering sekali rasanya. Jalan kaki ke fakultas ekbis jaraknya lumayan jauh. Karena harus memutari danui mahoni dari sisi kiri. Kusabarkan saja hati dan tenagaku. Sedikit bersyukur aku tidak berteleportasi ke tempat lain, kota lain, atau negara lain. Kalau seperti itu ceritanya nanti aku bingung bagaimana harus pulang. Konyol sekali bukan?

Setidaknya hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai ke gedung A fakultas ekbis. Napasku tentu saja sudah terengah-engah. Keringat membanjiri bagian dalam dadaku dan leherku basah. Terpaksa aku menunggu dulu dengan duduk-duduk di anak tangga depan gedung A.

Aku harus menunggu kelas pertama selesai. Sebal sekali kalau sudah melewatkan satu kelas. Karena aku paling tidak suka bertanya ke teman lain apa yang dibahas tadi. Dengan duduk sebentar begini rasa hausku setidaknya jadi berkurang. Angin semilir dengan segera berhembus pelan di sekitar tubuhku. Membuat keringatku sedikit demi sedikit jadi hilang. Badanku jadi ringan kembali dan napasku kini sudah teratur.

"Nih tas lo. Kok lo tinggalin gitu aja sih?"

Sontak saja aku kaget dengan suara itu. Ternyata Sera yang menuruni anak tangga dan memberikan tasku. Tentu saja aku menerimanya langsung.

"Ah, Sera. Kelas udah selesai?" Tanyaku.

Sera mengangguk dan mengambil duduk di sebelah kananku. Dia sepantaranku umurnya dan juga masih semester pertama. Namanya Serafina, panggilannya Sera. Sera orang blasteran Indonesia dan Jerman. Rambutnya asli cokelat kepirang-pirangan dan agak curly.

"Iya. Dosennya mendadak ada urusan. Kelas di stop gitu aja." Kata Sera.

"Lah terus? Gak ada kelas hari ini?"

Sera mengangguk. "Kelas ketiga kan ada Bu Lusy. Tapi masih nanti jam satu siang. Ke mana gitu yuk Bell, lo sama gue aja. Makan." Ajaknya dengan langsung berdiri.

Sebenarnya aku malas sekali diajak seorang teman. Aku juga kurang suka dan kuranh nyaman saja dengan Sera. Aku tidak terlalu akrab dengan gadis ini. Tapi sejak awal masuk Manajemen, Sera seperti berusaha akrab denganku.

"Boleh. Ke mana? Gue gak mau jalan terlalu jauh ya." Pintaku karena kakiku sudah pegal dan tidak ingin lagi menuju ke tempat yang jauh.

"Ke kantin FEB aja lah.. ngapain juga jauh-jauh."

Mendengar ajakan itu aku kali ini hanya bisa pasrah saja. Padahal tidak terlalu jauh letaknya, tapi kakiku berasa mau copot saja. Bukannya aku akrab dengan Sera ya, aku hanya merasa sangat lapar saja. Dan karena Sera sudah baik memberikan tasku yang isinya masih lengkap, jadi kali ini aku mau makan dengan Sera.

Suasana di kantin FEB tidak terlalu ramai. Banyak meja dan kursi yang masih kosong. Hanya ada beberapa kelompok mahasiswa yang makan di sana. Dengan segera aku memesan lontong sayur dan es teh. Sepertinya lontong sayur sangat pas untuk perutku saat ini. Di sini porsinya lumayan banyak sampai bisa munjung di piring dan diberi kerupuk udang. Hmmm, aku pasti akan makan dengan lahap saat makanannya tiba.

"Lo tadi ke mana Bell? Gak biasanya lo ninggalin kelas." Ujar Sera saat minuman kami baru saja diantar ke meja.

"Ah, perutku sakit Ra.. lama di toilet." Jawabku asal.

"Oh gitu.. tapi kok lama banget sampe dosen kelas pertama kelar?"

"I-iya.. saking sakitnya jadi betah di toilet." Tuh kan, jawabku asal lagi. Sudahlah, aku ini tidak pandai berbohong. Tapi kalau Sera kuceritakan detailnya, pasti dia akan menganggapku orang gila.

Sera mengangguk saja kemudian gadis itu menyedot es jeruknya. Aku juga begitu, aku langsung saja menyedot es tehku dan habis setengah gelas. Rasanya tenggorokanku yang sempat gersang tadi kini menjadi sangat basah dan licin. Lega sekali.

***

Setelah makan dengan Sera dan sempat mampir ke coffee shop, aku dan Sera kembali ke kelas Manajemen. Bu Lusy belum datang. Tentu saja karena ini masih jam setengah satu.

Sera duduk di bangkunya sendiri. Dan aku kembali ke bangkuku yang ku tempati tadi pagi. Resiko kalau kenyang baru makan pasti mengantuk. Kali ini aku tidak ingin tertidur lagi. Sepertinya aku trauma dengan kejadian tadi.

Setengah jam waktu kugunakan dengan membaca buku pengetahuan saja. Sampai Bu Lusy masuk kelas dan menginterupsi semua mahasiswa. Tentu saja kegiatanku membaca buku pengetahuan lain kuhentikan.

Lima belas menit mengikuti pengajaran Bu Lusy aku tenang-tenang saja. Materi yang diberikan beliau kudengarkan dan kupahami sambil sesekali kutulis point-point pentingnya saja. Namun, memasuki setengah jam atau tiga puluh menit pengajaran Bu Lusy tiba-tiba telingaku berdenging sangat nyaring di gendang telinga.

NGGGIIIIIIIIIIIIINNNNGGGGGG....

Otomatis aku memejamkan mata dan menutup kedua telingaku dengan telapak tangan. Rasanya malah semakin kencang saja bunyi 'nging'nya. Sesekali aku membuka mata dan mengecek keadaan sekitar, takut kalau semua mahasiswa di kelas jadi memperhatikanku yang tampak aneh.

Namun semua mahasiswa diam. Tidak ada yang memperhatikanku sama sekali. Seolah aku ini juga diam dan tidak kesakitan. Sebenarnya aku ini kenapa?

CTAK!!

Tiba-tiba sekitarku menggelap. Kosong. Tidak ada mahasiswa lain. Tidak ada manusia lain di sekitarku. Semua ke mana? Aku bingung. Kali ini aku benar-benar bingung dalam membedakan mana halusinasi mana yang nyata.

Aku masuk kembali ke ruangan kosong, hampa, dan tanpa gravitasi seperti yang ada di alam bawah sadarku. Tiba-tiba gambaran tentang kalung bercahaya yang dipakai pria tadi bermunculan. Seolah benda itu harus kuraih. Seolah aku diberi petunjuk untuk harus merasi kalung bercahaya keemasan tadi.

SPLASH!!

Aku kembali pada tempatku. Di dalam kelas. Bu Lusy masih saja mengajar. Semua mahasiswa diam dan anteng memperhatikan. Keringat dinginku sudah keluar di bagian leher.

Ingatanku langsung menjurus pada kalung bercahaya yang dikenakan pria tadi. Apa hubunganku dengan kalung milik orang lain? Haruskah aku mencari pria tadi dan bertanya tentang kalungnya? Oh Tuhan.... sepertinya aku ingin lari saja dari dunia ini..!

*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!