TEMPUS 2 : Teleportasi

Seperti biasa, selesai sarapan aku naik lagi ke lantai dua menuju kamar lagi. Untuk mengambil perintilan-perintilan barang bawaanku ke kampus. Tas ranselku ini namanya tas backpack, tahu kan tas backpack? Yah memang tas ransel, tapi bukan tas ransel yang masih dipakai anak sekolah kebanyakan.

Lumayan modis kalau memakai tas backpack untuk ke kampus. Tas ranselku warna hitam. Dan aku juga hobi memakai jaket kulit, warna apa saja aku suka. Di kampus malah ada yang hanya memakai baju casual dan tas selempang unyuk, tapi buku-buku mereka dibawa di tangan. Aku anti rempong(ribet), aku tipe orang yang paling tidak suka membawa-bawa barang. Jadi lebih suka menggunakan tas ranselku saja atau tas selempang yang ukurannya besar, biar muat semua barang bawaan.

Setelah mengecek semuanya sudah lengkap, aku turun ke bawah lagi. Kulihat hanya ada Bang Wara yang masih duduk di meja makan.

"Kak Ravi dan Kak Elang mana?" Tanyaku.

"Biasa.. mereka sudah pergi sendiri-sendiri." Jawab Bang Wara. Bang Wara memang satu-satunya kakak yang dipanggil dengan embel-embel 'Bang' sendiri. Khusus begitu untuk Bang Wara, karena paling terlihat dewasa dan akrab saja kalau dipangil 'Bang' atau 'Abang'.

"Kak Ravi kayaknya sibuk banget ya sekarang." Gerutuku.

"Iya jelas. Dia kan masuk kedokteran. Mungkin setelah ini akan menghadapi koas dulu."

Aku mengangguk paham. "Untung beasiswa. Aku pengen kayak gitu."

Bang Wara langsung menjitak tipis kepalaku. "Udah terlanjur masuk universitas bayar mandiri gak pantes ngomong gituuu!!! Dasar! Udah ayok abang antar."

Aku cemberut saja. Tapi benar juga sih. Aku masuk ke Universitas Indonesia memang bukan karena beasiswa. Karena dukungan dari ketiga kakak-kakakku. Dan juga dukungan dari Ibu tentunya.

"Buuuuu.. aku pamit kuliaaahh.." teriakku karena Ibu masih ada di dapur.

Terlihat para karyawan catering menoleh semua. Aku nyengir saja dan menyapa mereka dengan anggukan. Ibuku keluar dari wilayah dapur yang besar.

"Iyaaa.. hati-hati. Daniswara.. jaga adikmu yaaa.." peringat Ibuku dengan melambaikan tangannya.

Aku tersenyum dan melambaikan tanganku juga. Bang Wara juga begitu. Memang rutinitas Ibuku setiap pagi adalah membuat masakan untuk catering. Ibuku memang memiliki usaha Catering sejak tujuh tahun yang lalu dan syukurlah sekarang cateringnya laris manis.

Karyawan catering Ibuku ada total 25 orang. Sudah sekalian dengan abang kurirnya. Langganan catering Ibuku bukan cuma rumah-rumah tetangga sekitar ataupun orang biasa. Tapi juga kantor-kantor perusahaan besar yang satu hari bahkan bisa memesan 20 sampai 30 makanan catering versi kotak bekal atau paket bento. Menu catering Ibuku lumayan banyak dan bisa request. Bahkan banyak wanita kantor yang memesan menu sehat yang kalorinya sedikit. Seperti nasi merah dengan lauk yang seimbang.

Ah, sudahi dulu bercerita tentang catering Ibuku. Sekarang aku dan Bang Wara baru saja sampai di halaman parkir rumah kami. Aku banyak bersyukur tinggal di rumah yang termasuk bagus. Rumah ini adalah rumah peninggalan Ayah untuk kami.

Rumahku memiliki luas bangunan 300 meter persegi dan dua lantai. Di jaman dulu Ayah sudah memiliki tanah rumah ini saja sudah bisa disebut kaya. Kalau jaman sekarang, mungkin biasa-biasa saja dan sudah banyak yang lebih dari ini kan?

Bagian rumah yang paling kusukai tentu saja kamarku. Bagian lain yang kusukai adalah bagian foyer rumah. Foyer rumah kami terbilang luas, terisi ruang tamu, etalase untuk menyimpan barang-barang unik, foto-foto pigura dan lukisan yang memenuhi dinding, dan juga berbagai macam vas guci dengan isian bunga dan daun kering. Lumayan instagramable. Aku sering rebahan di bagian ruang tamu sendirian dengan bermain ponsel atau menonton televisi. Ya, aku menyukai kesendirian.

"Sudah sampai. Pulang kuliah jam berapa?" Tanya Bang Wara yang menghentikan mobilnya dengan pelan.

"Seperti biasa. Jam setengah empat sore." Jawabku dengan malas dan memeluk tas backpack.

"Kujemput seperti biasanya juga."

Aku mendengus mendengar itu. Diantar oleh Bang Wara pasti satu jam lebih awal dari jam kuliah, dan dijemput Bang Wara pasti melebihi jam pulang kuliah. "Aku akan menelpon Kak Ravi saja. Aku akan pulang dengannya."

"Baiklah jika itu maumu. Pastikan pulang kuliah jangan ke mana-mana. Abangmu ini lelah kalau harus mencari alasan untuk jawaban dari pertanyaan Ibu."

Mendengar itu aku langsung nyengir. "Hehe iya Bang.. nanti aku pulang tepat waktu."

Bang Wara mengangguk. Aku pun juga langsung keluar dari mobil. Kulihat gedung A fakultas FEB sudah ramai dengan para mahasiswa. Aku tidak terlalu suka bergaul. Bahkan bisa dibilang aku belum memiliki teman yang sangat akrab di sini. Semuanya hanya sekedar kenal saja. Mengingat dunia kuliah memang banyak perbedaan usia diantara para mahasiswa.

Seperti biasa setelah diantar oleh Bang Wara, aku langsung menuju ke kelas Manajemen Keuangan. Kelas masih kosong. Tentu saja, ini masih jam delapan kurang lima belas menit. Karena aku termasuk mahasiswa yang malas untuk membuka buku lebih awal, sebagai gantinya untuk mengisi waktu yang masih panjang aku memilih tidur.

Rasanya menelungkupkan wajah di antara tekukan kedua lengan tangan sangat nyaman. Apalagi kelas masih kosong tidak ada orang.

Saat aku mulai tertidur, kurasakan lagi aku seperti melayang tanpa beban. Itu alam bawah sadarku. Suara detik jarum jam di telingaku rasanya sangat cepat dan cepat.

Dan tiba-tiba aku seperti melihat sesuatu. Seperti melihat sebuah gambaran area fakultas lain dan ada seorang pria yang duduk di bawah pohon beringin di area taman tunas bangsa. Gambaran itu rasanya seperti ditarik, dan tiba-tiba tubuhku serasa ditarik begitu dahsyat hingga dadaku rasanya agak sesak.

Kedua mataku terbuka dan aku dalam keadaan sadar. Kalian tahu sekarang aku ada di mana? Aku sudah terduduk di dudukan semen yang mengitari pohon beringin. Dan seketika aku membalikkan badanku. Tampak ada seorang pria yang duduk di sisi lain dengan mengenakan headset dan mungkin sedang mengerjakan sesuatu dengan memangku laptopnya.

Ada sesuatu yang tampak bercahaya di leher pria itu. Cahayanya keemasan. Tak terasa ternyata langkahku mendekati posisi duduk pria itu. Tentu saja pria itu tampak kebingungan dengan kehadiranku. Wajahku sendiri mungkin juga tampak seperti orang bingung atau linglung.

"Mas, saya di mana ya?" Tanyaku dengan polos.

Pria itu mendongak dan menatapku seperti orang aneh. "Lo siapa?" Tanyanya bingung.

"Ah, kenalin. Bellova dari Fakultas EkBis. Emm, kayaknya gue nyasar." Ujarku santai, berusaha tidak memperlihatkan raut wajah kebingunganku.

"Oh lo mahasiswa baru?"

Aku mengangguk. "Iya. Ini taman tunas bangsa ya?"

Pria itu yang gantian mengangguk. "Iya. Lo di sekitar fakultas FISIP. Bukannya jam segini Fakultas FEB udah mulai ya?"

Mendengar kalimat tanya itu sontak saja aku langsung melihat jam tangan arloji kecilku di pergelangan tangan kiri. APAA??! Yang benar saja!! Padahal tadi masih pukul delapan kurang lima belas menit. Kenapa sekarang sudah jam sepuluh pagi???

Apa aku gilaaa?? Tiba-tiba aku berada di area fakultas FISIP!! Tas bacpackku tentu saja ada di kursi di dalam kelas Manajemen Keuangan. Bagaimana mungkin aku bisa sampai di sini? Mana mungkin juga aku menyebrangi danau mahoni dengan berjalan kaki? Kalaupun berjalan kaki lewat jalanan kendaraan menuju fakultas FISIP ini, butuh jarak 600 meter dari fakultasku.

Aku melamun dan masih tercengang. Apa yang baru saja kualami? Pria tadi melambaikan jemari tangannya di depan wajahku dan ia berdiri. Menatapku yang mungkin terlihat aneh dan kebingungan.

"Lo gapapa?" Tanyanya.

Aku menggelengkan kepala dengan pelan. "Ah, gapapa. G-gue kayaknya harus balik ke fakultas gue." Ucapku dengan sedikit terbata. Rasanya aku butuh minum.

*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!