Minggu, di pagi menjelang siang yang tenang. Kahar bangun sedikit terlambat hari ini karena kelelahan bekerja semalam. Kahar sebenarnya berharap suatu saat nanti dia bisa bekerja dengan jam kerja yang lebih teratur dan tidak perlu bekerja semalaman lagi.
Kahar segera bangkit dari tempat tidurnya dan bergegas ke kamar mandi untuk mandi. Setelah mandi, dia memakai pakaian yang sudah disiapkan sebelumnya dan kemudian pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.
Di dapur telah tertulis pesan dari paman Samsul:
“Selamat pagi atau siang tukang tidur, ada mie instan di lemari.”
Sambil menunggu air panas di teko, Kahar menghitung tabungannya di dompetnya. Dia tersenyum melihat jumlah uang yang terkumpul dari gaji yang dia terima selama dua minggu bekerja. Dia berharap bisa menambah tabungannya lagi pada minggu-minggu berikutnya.
Dengan tabungan yang terkumpul dari gaji yang dia terima, Kahar merasa lebih tenang dan yakin bahwa ia akan bisa mencapai tujuannya mencari dan memecahkan misteri hilangnya ayah Kahar.
Setelah sarapan, Kahar merasa lebih segar dan siap untuk menghabiskan sisa hari Minggunya dengan santai. Namun, santai itu tidak jadi dia dapatkan. Dua puluh pesan di telepon genggamnya bubarkan ketenangan pagi.
“Jika kau sudah bangun, kabarkan aku, ada yang ingin aku sampaikan.” Pesan terakhir yang dikirim Clara tiga puluh menit lalu.
“Iya aku sudah bangun, datang saja.” Kirim Kahar. Hanya selang sepuluh detik, pesan itu dibaca dan segera dibalas, “Otw.”
Clara datang dengan mata yang berwarna hitam. Jelas sekali dia kurang tidur. Namun, Clara tidak ingin beristirahat terlalu lama. Dia datang ke kosan Kahar dengan sebuah ide yang ingin dia sampaikan kepada Kahar.
“Hai Bang, aku datang dengan ide yang cukup luar biasa. Bagaimana kita melatih kekuatan supermu seperti kataku semalam,” kata Clara sambil menghampiri Kahar yang sedang duduk di lantai sambil menonton TV.
Kahar menoleh ke arah Clara dengan wajah bingung. “Apa maksudmu, Clara? Kekuatan super apa yang kau maksud? Semalam aku kira kau hanya bercanda,” tanya Kahar penasaran.
Clara tersenyum. “Ya, kekuatan super yang baru kau dapatkan setelah kejadian kemarin. Kau ingat, kan? Saat kau berubah menjadi makhluk lain yang berkulit putih dan armor yang keren,” jelas Clara.
Kahar terlihat skeptis. “Aku tidak tahu, Clara. Aku tidak merasa ada yang berbeda dengan diriku. Bahkan aku merasa kelelahan saat berubah kemarin,” jawab Kahar dengan ragu.
“Tidak, Bang. Aku yakin itu adalah kekuatan supermu. Dan, aku pikir kita harus melatihnya agar kau bisa menggunakannya dengan lebih baik, aku yakin juga ini berhubungan dengan ayahmu,” tegas Clara.
Kahar terlihat masih ragu-ragu. “Aku tidak tahu, Clara. Aku tidak ingin terlibat dalam hal-hal aneh seperti itu. Aku tahu semua hal yang terjadi ini aneh, tapi kekuatan super? Tidak dulu,” jawab Kahar tegas.
“Tapi Bang, ini adalah kesempatan yang tidak boleh kita lewatkan. Kita tidak tahu kapan kekuatan supermu itu akan kembali muncul lagi. Kita tidak tahu apa yang bisa kau lakukan dengan kekuatan tersebut. Kita harus memanfaatkannya sebaik mungkin,” argumentasi Clara dengan nada yang tak kalah tegas.
"Aku tidak percaya dengan kekuatan super itu, Clara. Ini hanya omong kosong," jawab Kahar dengan nada kesal.
Perdebatan makin memanas. "Aku tidak merasa ini adalah kekuatan super, Clara. Aku tidak percaya dengan kekuatan super itu. Aku tidak mau melatihnya," kata Kahar dengan nada yang tidak mau mengalah.
Clara merasa kesal dengan sikap Kahar yang tidak terbuka pikirannya. Tapi dia tidak mau menyerah dengan mudah. "Bang, kau harus percaya padaku. Kita bisa melakukan banyak hal luar biasa dengan kekuatan super ini. Aku yakin kau juga ingin menemukan keberadaan ayahmu. Ini mungkin bisa menuntun selangkah lebih maju," kata Clara dengan penuh semangat.
Kahar terdiam sejenak, lalu menatap Clara dengan tatapan penuh pertimbangan. "Aku tidak tahu, Clara. Aku tidak yakin apakah kekuatan super itu benar-benar bisa membantu orang,” ujarnya.
Clara mengerti perasaan Kahar. Dia tahu bahwa kekuatan super bisa dijadikan senjata oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Tapi dia tidak mau menyerah begitu saja. "Kau bisa menggunakan kekuatan super untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. kau bisa membantu orang-orang yang terdampak bencana alam, atau menolong orang-orang yang terjebak dalam situasi yang sulit. Kau bisa menjadi pahlawan yang sebenarnya, yang membantu orang-orang dan tidak menyakiti mereka," ujar Clara dengan tegas.
Kahar masih ragu-ragu. Dia tidak yakin apakah kekuatan super sebenarnya bisa membantu orang. Tapi dia juga tidak mau menolak tawaran Clara begitu saja. "Baiklah, aku akan berpikir tentang hal ini lagi. Tapi aku tidak bisa berjanji bahwa aku akan segera setuju denganmu," balas Kahar. Clara tersenyum lega. Setidaknya Kahar tidak langsung menolak tawarannya. Dia yakin bahwa dengan waktu dan usaha yang cukup, dia bisa meyakinkan Kahar untuk berlatih mengontrol kekuatannya.
Setelah melewati perdebatan yang cukup menguras tenaga. Keadaan menjadi canggung, kedua orang itu terdiam membekukan bahasa. Hanya Opan yang mengeong terus meminta jatah makan.
"Opan, ajak tuanmu berlatih," ucap Clara.
Meong
...****************...
Akhir pekan telah berakhir, Senin menyapa Kahar. Dia harus kembali berkuliah dengan semangat yang tersisa dan tetap saja memikirkan ajakan Clara kemarin. Kepala Kahar sudah meledak dengan semua hal yang ditemui di Jakarta, mulai dari foto ayahnya yang menyimpan koordinat, puisi 'laborasi', kalung keramat yang berisikan kekuatan super yang sangat diyakini Clara, mimpi buruk, sisik yang sedang diteliti Profesor Setiawan, dan perubahan yang dialami Kahar.
Semua rahasia itu pasti ada sebuah jawaban, Kahar yakin jika semua ini ada hubungannya. Kahar serasa berjalan di atas misteri yang terus berdatangan.
Perkuliahan di hari Senin di mulai pukul 10 pagi, tapi Kahar sedari pagi sudah menjejakkan kaki di taman Fakultas. Dia ingin menenangkan pikiran di sana. Saat duduk seorang diri, datang Clara tanpa Kahar duga.
Mereka sekarang menatap kolam yang terletak di tengah taman. Mereka terdiam sejenak, mengingat pertemuan pertama mereka yang terjadi beberapa bulan yang lalu.
Kini, mereka duduk di taman fakultas sambil memperhatikan kolam yang sama. Clara masih teringat betapa terkejutnya dia saat tenggelam di sana.
"Terima kasih sudah menolongku waktu itu," ujar Clara, tersenyum pada Kahar.
"Tidak apa-apa," jawab Kahar santai. "Aku senang bisa membantumu."
Kahar diam kembali diam sejenak. Dia teringat dengan saran Clara kemarin, hati Kahar sekarang telah terbuka untuk berlatih mengontrol kekuatannya. Kahar bersiap menceritakan pada Clara tentang keinginannya untuk melatih kekuatan supernya.
"Akhirnya, aku akan terus mendukungmu, Bang." Clara memegang tangan Kahar dan mulai membelai rambut Kahar yang kini telah tumbuh panjang.
"Tapi aku tidak yakin kekuatanku ini seperti apa." Kahar menyadarkan kepalanya pada bahu Clara. Tangan Clara terus membelai rambut Kahar. Terlihat jelas bahwa Kahar sangat lelah terus-menerus diterpa misteri yang datang. Kahar ingin tahu ada apa di ujung jalan dan sebenarnya Kahar itu siapa.
Kahar akhirnya memutuskan untuk menyetujui saran Clara berlatih mengontrol kekuatannya karena semalam telah berpikir keras bahwa pasti kekuatan super ini ada hubungannya dengan ayah Kahar.
"Tapi di mana aku bisa belajar mengontrol kekuatan ini di Jakarta?" tanya Kahar.
Clara berpikir. Dia mengingat beberapa tempat yang telah dia jelajahi di Jakarta. Benar saja, tidak banyak tempat yang tersisa di Jakarta tanpa penghuni. Tempat yang cocok untuk melatih kekuatan supernya Kahar.
Kebingungan mereka dipecahkan Zico yang tiba-tiba datang. Sepertinya ini sudah jadi kebiasaan Zico untuk datang seperti hantu tanpa aba-aba.
"Kalian sedang apa?" tanya Zico.
"Cari lapangan yang sepi tidak ada manusianya," balas langsung Clara sambil menggaruk telinganya.
"Untuk?" tanya sekali lagi Zico.
"Tempat buat tugas akhir kami, aku dan Kahar butuh tempat yang luas dan tak ada orang yang melihat," bohong Clara. Kahar menyeringai sinis. Tak dia sangka Clara adalah seorang pembohong handal.
"Aku pernah membaca sebuah artikel tentang pulau Piyambak di gugusan kepulauan Seribu. Pulau itu kosong tanpa penghuni, kabarnya pulau itu berhantu."
"Tenang saja, Clara akrab dengan hantu," sahut Kahar.
Clara tertawa dan meminta informasi lebih tentang pulau Piyambak. Zico dengan senang hati membagikan artikel yang dia baca di internet.
"Pulau Piyambak, tempat eksekusi tanpa penghuni."
Begitulah judul artikelnya. Bukannya takut, Kahar dan Clara menjadi bersemangat. Zico hanya bisa tersenyum melihat dua orang temannya. Sudah diputuskan bahwa mereka berdua akan pergi di hari Kamis ini saat tidak ada kelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments