Laborasi: PERUBAHAN

"Laborasi anakku, bangun sayang," ucap suara lembut. "Ayah sudah datang."

"Dia akan menjadi penerusku yang luar biasa!" teriak seorang tinggi besar dari ujung lorong yang dipenuhi kegelapan.

"Tidak, apa yang kau lakukan?!"

"Ini demi keberlangsungan bangsa kita!" Sosok tinggi besar itu menerobos masuk. Wajahnya dipenuhi lendir dan darah perlahan yang menjilati sekujurku.

"AHHHHHHGGGGGG!" teriak Kahar saat bangun membuka mata.

Suara misterius itu terus terdengar sepanjang mimpi Kahar. Kahar bangun dengan terkejut, seperti dia baru saja terjatuh dari gedung tinggi. Mimpi yang sangat buruk pikirnya.

"Itu mimpi?" tanya Kahar pada diri sendiri coba menenangkan pikiran.

Kahar merasa seolah-olah baru saja terjebak dalam mimpi buruk yang sangat mengerikan. Dengan tangan gemetar, dia meraih kaca yang ada di samping tempat tidurnya dan menatap dirinya di cermin. Namun, apa yang dilihatnya membuatnya terkejut sekali lagi.

Sekali lagi Kahar terkejut. Dia melihat bahwa kulitnya yang biasanya berwarna sawo matang telah berubah menjadi pucat dan memiliki tampilan yang sangat kusam. Selain itu, dia juga terkejut melihat bahwa dia sedang memakai armor pelindung. Armor itu tampak seperti dari sisik ikan, itu bisa dirasakan Kahar saat menyentuh teksturnya.

Armor yang menutupi dada sampai sampai kaki itu sendiri terlihat seperti armor prajurit kuno. Dia merasa aneh dan mual saat menggunakan benda berwana hitam itu. Saat ingin melepaskannya, armor itu seperti menyatu dengan kulitnya.

Kepala Kahar menjadi panas, segera dia berlari ke kamar mandi membasahi kepalanya.

Kahar tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya dan menjadi semakin takut ketika dia merasa seolah-olah ada sesuatu yang mengikuti setiap gerakannya. Dia merasa seperti dia sedang diikuti oleh sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia biasa.

Dengan hati yang berdebar, Kahar memutuskan untuk memutuskan menelpon Clara. Tiga kali telepon Clara berdering. Tidak diangkat. Keempat kalinya, baru telpon Kahar diangkat.

"Segera kesini! Jangan banyak tanya," teriak Kahar.

"Ada apa?" balas tanya Clara.

Kahar langsung menutup teleponnya. Tubuhnya serasa berat sekali dibawa berjalan. Dia terduduk di lantai dengan armor. sepuluh menit dia terkapar di sana sampai pintu kos diketuk.

"Kahar!" panggil Clara.

"Masuk saja," jawab lirih Kahar.

Clara masuk dan menemukan tubuh Kahar telah terbaring lesu di lantai.

Clara panik segera menutup pintu. Clara tidak mengenali Kahar pada awalnya karena perubahannya yang drastis. Namun, Kahar mampu meyakinkannya dengan menyebutkan beberapa rahasia yang hanya diketahui oleh mereka berdua.

Setelah Clara yakin bahwa sosok di depannya adalah Kahar, dia segera membantunya bangkit dari posisinya yang terkapar di lantai. Kahar terlihat sangat lemah dan Clara tidak tahu harus berbuat apa.

"Apa yang terjadi padamu, Kahar?" tanya Clara sambil memegang tangan Kahar dengan erat.

"Aku tidak tahu, Clara. Semuanya terasa begitu aneh. Aku merasa seolah-olah ada sesuatu yang salah dengan diriku," jawab Kahar dengan nafas yang terengah-engah.

"Kau harus segera ke dokter. Mungkin kau mengalami sesuatu yang tidak normal," saran Clara sambil membantu Kahar berdiri.

Kahar menggeleng. "Tidak, aku tidak bisa ke dokter. Aku takut jika mereka tidak bisa menemukan apa yang salah dengan diriku. Aku merasa seolah-olah ada sesuatu yang sedang mengancam hidupku," jawab Kahar dengan mata yang terlihat panik.

Clara merasa sangat bingung dengan apa yang sedang terjadi. Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk membantu Kahar. Namun, dia tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu segera jika ingin Kahar selamat.

"Baiklah, kalau begitu aku akan mencari seseorang yang bisa membantumu menemukan jawaban atas apa yang sedang terjadi dengan dirimu," kata Clara sambil memegang pundak Kahar.

"Tidak, aku tidak ingin ada yang melihat ini. Ambilkan minum!" pinta Kahar dengan sisa tenaga.

Clara berjalan ke dapur sambil membawa segelas air untuk Kahar yang masih terkapar di lantai kamarnya. Setelah menyiapkan air untuk Kahar, Clara kembali ke kamar dan memberikan air itu pada Kahar. "Minumlah, ini akan membantumu merasa lebih baik," kata Clara pada Kahar.

Kahar mengangguk dan mulai minum air itu dengan nafas yang terengah-engah. Setelah selesai, dia menghembuskan nafasnya dan berkata, "Terima kasih, Clara. Aku merasa sedikit lebih baik sekarang."

Clara merasa lega melihat Kahar mulai merasa sedikit lebih baik. Namun, dia masih merasa bingung dengan apa yang terjadi pada Kahar. "Kahar, boleh aku tanya apa yang kau lakukan semalam saat badai?" tanya Clara sambil duduk di samping Kahar.

Kahar terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku tidak tahu pasti apa yang kulakukan semalam saat badai. Aku hanya ingat bahwa aku merasa sangat lelah dan akhirnya tertidur. Kemudian, aku terbangun dengan keadaan seperti ini."

Clara merasa semakin bingung dengan jawaban Kahar. Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk membantu temannya yang sedang dalam kondisi yang tidak normal. Namun, dia tidak boleh menyerah dan harus terus berusaha mencari solusi untuk masalah Kahar.

"Tidak mungkin," kata Clara.

Clara mengingat-ingat percakapan dia dengan Kahar di aplikasi sebelum badai datang. Dia ingat! Kahar menggunakan kalung keramat pemberian ayahnya.

"Kalung dan puisi itu!" ucap Clara sambil menunjuk ke arah dada Kahar.

"Kau benar," balas Kahar dengan mata yang tampak tak dapat percaya.

"Kalung dan puisi itu pasti memiliki hubungan," kata Kahar dengan tatapan kosong ke arah dinding. "Lantas, apa yang harus aku lakukan?"

Clara berpikir sejenak. Matanya menatap kalung Kahar. "Jika kalung itu memiliki 'sumber kekuatan' seperti yang dibilang pada buku kemarin. Lepaskan saja," saran Clara.

Kahar tanpa penolakan langsung menuruti saran Clara. Ditariknya Kalung yang menggelantung di leher. Detak jarum terus mencari angka tiga belas, tidak ada yang berubah.

"Setelah menggunakan kalung itu, apa lagi yang kau lakukan?" Clara bertanya sekali lagi.

"Membaca puisi ayahku," balas Kahar.

"Baca lagi!"

Kahar membaca puisi tersebut tanpa melihat kertas. Dia telah hapal dengan tiap bait-bait. Lidahnya sudah lelah, hanya dengan berbisik dia bisa membacakan puisi itu. Benar saja, perlahan armor itu rontok dan menjadi abu.

Clara takjub dengan apa yang dia lihat. Kulit Kahar pun perlahan berubah menjadi sawo matang kembali. Tiga menit proses yang menegangkan sampai akhirnya Kahar kembali ke bentuk semulanya. Clara dan Kahar akhirnya mampu bernafas lega.

"Bagaimana perasaan kau?" tanya Clara.

"Pernah lebih baik."

Clara perhatikan punggung Kahar yang telah sembuh dari sisik ikan. Tak bersisa satu pun, setiap sisik ikut terlepas bersama armor. Kahar tidak tahu harus berbuat apa atau berekspresi bagaimana, dia senang karena penyakitnya sembuh tapi dia juga aneh dengan hal yang baru terjadi.

"Kahar, ini." Clara mengambil sebuah sisik yang terkubur dalam abu. Dia menatapnya cukup serius. Clara simpan sisik itu dalam kantongnya.

"Kita harus membereskan semua ini sebelum paman Samsul pulang." Kahar coba bangkit tapi tubuhnya masih sangat lemah. Dia coba sekali lagi, namun tetap saja gagal. Dia merasa semua energi dalam tubuhnya telah terkuras habis. Dia menutup matanya sambil menghela nafas panjang.

Untunglah ada Clara di sampingnya yang siap membantu. Clara membantu Kahar untuk berdiri dan membawanya ke tempat tidur. Kahar merasa sangat bersyukur karena Clara selalu ada untuknya di saat dibutuhkan.

"Terima kasih, Clara," kata Kahar dengan nafas yang masih terasa sesak. "Kau selalu ada untukku."

"Tidak apa-apa, Bang. Aku hanya ingin membantumu," jawab Clara sambil tersenyum lembut pada Kahar.

Kahar lalu meminta Clara untuk merahasiakan kejadian ini dari orang lain. Ia takut jika kejadian ini tersebar, maka ia akan menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat.

Clara pun berjanji untuk menjaga rahasia ini. Ia mengerti betapa pentingnya hal ini bagi Kahar.

"Aku akan menjaga rahasia ini dengan baik, Kahar. Kau tidak perlu khawatir. Aku akan selalu ada untukmu," ujar Clara sambil memegang tangan Kahar dengan lembut.

Kahar merasa sangat lega setelah mendengar janji Clara. Ia tahu bahwa Clara adalah orang yang dapat dipercaya dan tidak akan pernah menyebarkan rahasia ini kepada orang lain.

"Terima kasih, Clara. Aku sangat berterima kasih padamu," ujar Kahar dengan suara yang terdengar lemah.

Clara tersenyum lembut pada Kahar dan mengelus rambutnya dengan lembut. Ia merasa bahagia bisa membantu Kahar dan menjadi tempat Kahar bergantung. Ia pun berjanji akan selalu ada untuk Kahar di saat dibutuhkan.

Clara membersihkan kosan paman Samsul dan membuang semua abu. Dia bilang pada Kahar bahwa sisik Kahar yang terkelupas akan dia simpan. Kahar setuju. Kahar juga masih memikirkan tentang mimpinya.

Setelah melakukan pembersihan, Clara duduk di samping tempat tidur Kahar yang masih tampak lemah. Clara bersyukur bisa datang tepat waktu.

Kahar memalingkan wajahnya, dia mulai bercerita tentang mimpinya tadi malam. Mimpi tentang percakapan dua orang yang tidak dikenalnya. Di mimpi itu ada dua orang yang saling berdebat dengan hebat tentang suatu hal yang tidak bisa Kahar ingat.

"Bagaimana rupa mereka?" Clara bertanya penasaran.

"Gelap, aku hanya melihat kegelapan. Mimpi itu terasa sangat nyata, seolah-olah saja aku baru saja mengalaminya."

"Kau yakin itu bukan kenangan masa lalu?"

"Entahlah," balas Kahar dengan nada lemah.

Clara merasa bahwa mimpi tadi malam itu ada hubungannya dengan hal aneh baru saja dialami Kahar. Dia merasa bahwa mimpi itu adalah tanda bahwa Kahar masih menyimpan rahasia besar. Dan, Clara bingung kenapa bisa sisik Kahar terlepas. Clara berkata pada Kahar membutuhkan bantuan untuk memahami apa yang terjadi padanya. Ia pun memberikan saran kepada Kahar untuk meneliti sisik Kahar kepada Profesor Setiawan.

"Kahar, aku merasa bahwa kau membutuhkan bantuan untuk memahami apa yang terjadi padamu," ujar Clara sambil memegang tangan Kahar dengan lembut. "Mungkin kau bisa meneliti sisikmu kepada Profesor Setiawan. Dia adalah salah satu ahli di bidang ini dan mungkin dia bisa memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaanmu."

Kahar terdiam sejenak. Ia merasa bahwa saran Clara adalah sesuatu yang bijaksana. Ia merasa bahwa Profesor Setiawan adalah orang yang tepat untuk diajak berbicara tentang kejadian yang telah terjadi.

"Kau benar, Clara," ujar Kahar dengan nafas yang masih terasa panas. "Aku akan memberikan sisikku kepada Profesor Setiawan. Mungkin dia bisa memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam pikiranku."

"Tapi aku akan tetap menjaga rahasia tentang perubahanku."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!