..."Legenda Hantu Pulau Piyambak"...
Pulau Piyambak merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di tengah lautan, berjarak dua jam dari Jakarta. Meskipun ia terlihat indah dengan pantainya yang putih dan air lautnya yang jernih, pulau ini tidak pernah dihuni oleh manusia. Masyarakat setempat mengatakan bahwa pulau ini dihantui oleh roh-roh yang menakutkan yang ingin menuntut balas.
Mengapa pulau Piyambak tidak pernah dihuni? Menurut legenda yang beredar, pulau ini dahulu pernah dihuni oleh sebuah komunitas kecil yang hidup dari hasil tangkapannya di laut. Namun, suatu hari, para penjajah Jepang datang dan menjadikan pulau ini sebagai basis militer.
Karena penjajahan itu tak ada jalan keluar, warga pulau tersebut terpaksa harus tinggal di sana sebagai budak. Namun, mereka terus menderita karena tidak ada makanan yang cukup dan tidak ada cara untuk mengirimkan bantuan dari luar. Akhirnya, sebagian warga pulau tersebut meninggal karena kelaparan dan penyakit. Saat kelelahan Jepang datang, sisa tentara Jepang mengeksekusi mati semua sisa penduduk sebelum kabur dari pulau itu. Dan, legenda mengatakan bahwa katana yang memenggal para korban ditinggalkan di pulau Piyambak karena membawa petaka.
Sejak saat itu, pulau Piyambak tidak pernah dihuni lagi oleh manusia. Namun, legenda mengatakan bahwa roh-roh warga yang tewas masih ada di sana, dan mereka terus menghantui pulau tersebut. Masyarakat setempat tidak pernah berani untuk tinggal di sana, dan hanya beberapa nelayan yang berani memasuki pulau ini untuk menangkap ikan dan hanya ada tercatat hanya ada lima belas turis yang mengunjungi pulau ini sejak sembilan belas tahun tahun terakhir.
Walaupun tidak ada bukti yang kuat tentang keberadaan hantu di pulau Piyambak, legenda tersebut tetap dipercayai oleh masyarakat setempat. Pulau ini selalu dianggap sebagai tempat yang menakutkan, dan hanya orang-orang yang sangat berani yang berani untuk mengunjunginya.
Jadi, bagi Anda yang ingin mengunjungi pulau Piyambak, sebaiknya berhati-hati dan waspada terhadap apapun yang terjadi di sana. Pulau ini mungkin terlihat indah di luar, namun di dalamnya mungkin terdapat roh-roh yang menunggu untuk menakuti Anda.
Sumber: www.jangandibuka.co.id
penulis: Nurdin
Zico sontak terkejut saat membaca artikel ini, apalagi dia membacanya di malam Jumat. Dia tidak memberikan informasi tentang legenda hantu ini. Dia teringat Kahar dan Clara yang jadi pergi ke pulau Piyambak berkat sarannya. Sekarang yang bisa Zico lakukan hanya berdoa memohon keselamatan bagi Kahar dan Clara.
...****************...
Di malam harinya Kahar dan Clara terpaksa memasuki hutan lebih dalam dari sebelumnya, mereka memberikan tanda di tempat yang dilewati. Semakin masuk ke dalam, semakin suara hewan-hewan terdengar menakutkan.
Mereka merasa sangat haus karena air minum telah dihabiskan Kahar tadi sore dan mereka harus segera menemukan sumber air untuk dapat bertahan. Mereka terus berjalan dengan hati-hati, sambil terus memperhatikan sekitar mereka. Untunglah senter tidak lupa mereka bawa, berbekal senter yang jadi sumber penerangan mereka masuk lebih dalam.
Suasana di hutan terasa mencekam dan menakutkan. Kahar dan Clara merasa seperti sedang diikuti oleh sesuatu yang tidak dapat mereka lihat. Mereka berusaha tidak terlalu terpengaruh oleh perasaan takut yang terus merasuki pikiran mereka. Mereka terus berjalan dengan cepat, sambil terus mencari sumber air yang layak untuk diminum.
Tiba-tiba, Clara merasa seolah-olah ada sesuatu yang tidak beres di sekitarnya. Ia merasa seolah-olah ada sesuatu yang memegang kakinya, dan merasa sangat tidak nyaman. Namun, Kahar tidak merasakan apa-apa, dan terus menyuruh Clara untuk terus berjalan. "Tenang, ada aku dan kekuatan superku yang siap melindungimu."
Saat terus berjalan, akhirnya mereka menemukan sebuah pemukiman yang terlihat seperti bekas markas dari jaman Perang Dunia kedua milik Jepang. Mereka terkejut, dan merasa tidak yakin apakah harus masuk atau tidak. "Aku tidak akan melangkahkan kakiku ke sana," ucap Clara.
Namun, Kahar merasa sangat penasaran, dan akhirnya memutuskan untuk masuk mencari sumber air di sana. Clara tidak ada pilihan lain selain masuk dan memegang tangan Kahar dengan erat.
Saat masuk ke pemukiman itu, mereka menemukan beberapa rumah yang sudah reot dan tidak terawat selama puluhan tahun. Mereka juga menemukan beberapa senjata usang yang tergeletak di sana. Kahar dan Clara merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan di sini, dan merasa seolah-olah ada sesuatu yang tidak beres. Sinar senter terus Kahar arahkan ke semua sudut rumah.
Saat Clara menjelajahi ruangan-ruangan di markas, dia menemukan sebuah katana yang tergeletak di antara senjata usang lainya di salah satu sudut.
Clara tidak tahu apa yang harus dilakukan, tapi dia merasa seperti katana itu adalah satu-satunya pertahanan yang dia miliki di sini. Clara memutuskan untuk mengambil katana tersebut tanpa diketahui Kahar dan membawanya bersamanya saat dia terus mencari jalan keluar.
Tiba-tiba, Clara merasa seolah-olah melihat sesuatu di sampingnya. Ia menoleh, dan terkejut melihat sebuah penampakan yang terlihat seperti tentara Jepang dengan menggunakan seragam perang kekaisaran Jepang. Ia terlihat sangat mencekam, dengan mata yang memandang kosong dan wajah dipenuhi luka tembak.
"Kahar! Ada sesuatu di sampingku!" teriak Clara dengan panik.
Kahar menoleh ke arah Clara, dan terkejut melihat penampakan hantu tentara Jepang itu yang berjalan mencoba meraih pundak Clara. Kahar menarik tangan Clara dan menyinari jalan pintu keluar.
"Kita harus keluar dari sini sekarang juga!" teriak Kahar sambil menarik Clara untuk segera keluar dari pemukiman itu.
Mereka berlari dengan cepat, sambil terus mencari jalan keluar dari pemukiman itu. Mereka berlari tak tentu arah, saat melihat ke belakang, pemukiman itu tak terlihat lagi. Clara bisa bernafas sedikit lega.
"Dulu kau bilang tak takut hantu," kata Kahar masih dengan nafas yang terengah-engah. Clara coba tahan tangisnya, namun tak bisa. Dia menangis sejadi-jadinya di tengah rimbun pohon. "Kita akan mati di sini."
"Hey, ada abangmu yang punya kekuatan di sini," kata Kahar. "Aku rasa hantu tadi hanya halusinasi kita karena dehidrasi saja."
Kahar datang memeluk Clara dan menenangkannya. Ia mengingatkan Clara bahwa mereka harus mencari air minum yang layak untuk diminum, dan harus terus berjuang untuk bertahan hidup di pulau ini setidaknya sampai hari Sabtu saat pak tua bajak laut datang menjemput mereka.
Clara akhirnya bisa menjadi lebih tenang. Setelah berhenti menangis, mereka melanjutkan perjalanan mencari sumber air.
Mereka makin masuk ke dalam hutan, entah sudah pukul berapa karena telepon genggam mereka berdua tertinggal di tenda.
"Aku membawa ini." Clara menunjukkan katana berkarat dengan sarung. Bagian dari pedangnya terlihat bengkok dan terkoyak, sementara bagian dari tangkai pedangnya terlihat terkelupas dan terkikis. Warna besi terlihat pudar dan terlihat kusam.
Terlihat jelas bahwa katana ini telah mengalami banyak pertempuran dan telah dianggap tidak layak untuk digunakan lagi. Namun, meskipun terlihat usang, katana ini tetap Clara bawa.
"Kau yakin ingin membawa benda tua itu?"
"Iya," jawab singkat Clara memperhatikan katananya.
"Kau harus menjaganya dengan baik, kita tetap fokus mencari sumber air."
Perjalanan dilanjutkan, Kahar merasa mereka telah berjalan ke tengah hutan dan malam benar-benar sombongkan gelapnya. Clara berjalan di samping Kahar dengan menggenggam katana dengan berhati-hati. Kahar lelah, tak ada sisa tenaga. Mereka berjalan dengan sia-sia. Clara juga telah kehilangan harapan.
"Bagaimana kalau kita tidur dulu untuk malam ini?" kata Clara terduduk lesu. Tanpa penolakan. Kahar ikut duduk di sebelah Clara.
Kegelapan yang mendalam menyelimuti seluruh hutan, sehingga hampir tidak mungkin untuk melihat apa pun dengan jelas. Hanya berbekal senter yang baterainya tersisa setengah. Suara-suara aneh dan menyeramkan terdengar dari semua arah, seolah-olah hutan itu sendiri mengeluarkan suara-suara tersebut. Pohon-pohon yang tinggi dan rindang tampak seperti bayangan-bayangan yang menakutkan di tengah kegelapan yang mendalam.
Di tengah hutan gelap tersebut, hampir tidak ada cahaya sama sekali. Hanya sedikit sinar bulan yang mampu menembus kegelapan yang mendalam, membuat sebagian kecil dari hutan terlihat seperti sebuah dunia yang terisolasi dari dunia luar. Bau-bau tak sedap dan aneh tercium dari udara, seolah-olah hutan itu sendiri mengeluarkan bau tersebut.
Di tengah hutan gelap tersebut, rasa takut dan was-was terus menghantui pikiran Kahar dan Clara. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi malam ini, dan tidak tahu apa yang akan terjadi jika mereka tertidur tanpa penjagaan. Namun, mereka tidak memiliki pilihan lain selain terus berjalan dan berusaha menemukan mata air dan kembali ke tendanya.
Kahar bangkit dari duduknya, sudah cukup bagi Kahar dengan menyerah. Dia berteriak di tengah hutan, dan mengumpat bergerak ke segala arah seperti orang gila. Dalam amuk amarahnya, sesuatu terjatuh dari kantong. Kompas. Kompas yang diberikan pak tua bajak laut tadi. Kahar perhatikan kompas itu, jarumnya tak mengarah ke arah Utara.
Kahar teringat suatu hal. Dia menatap kompas dengan harapan. Kahar pakai kalung dan mengucapkan mantra. Untuk sekali lagi Kahar berubah. Clara tidak sanggup berjalan lagi.
"Sebuah ide buruk masuk ke hutan di malam hari. Harusnya kita puasa minum dulu malam ini." Kahar gendong tubuh Clara yang lemah. Dia berlari dengan kecepatan sedang menghemat tenaga.
"Kita ke mana? kembali ke tenda?" tanya Clara dengan berbisik. Kahar tak menjawab, dia hanya mengecup kening Clara.
Kahar berlari menuju arah Timur pulau. langkahnya begitu yakin. Entah apa yang Kahar tuju pikir Clara.
"Kita sampai pada pulang." Kahar meletakkan tubuh Clara. Di hadapan dua orang itu terdapat sebuah danau yang disinari cahaya bulan.
"Bagaimana bisa?" tanya Clara meletakkan katana.
"Kompas ini, kompas ini terlihat rusak. Tapi sebenarnya jarum kompas ini menunjukkan arah hal yang sangat kita inginkan."
Kahar memasuki danau. Dia menyuruh Clara untuk tidur saja di pinggir danau, Kahar akan menjaga Clara di sisa malam.
"Kau juga harus istirahat," ucap Clara.
"Tenang saja, dengan ada sumber ini, aku bisa bertahan semalaman."
Selamat malam, Clara tertidur dalam rasa lelah bersama katana. Kahar dari dalam danau terus memandang Clara berjaga-jaga.
Malam yang begitu panjang dan melelahkan.
...****************...
Pagi ini terasa sejuk dan segar. Kicauan burung kenari temani Clara yang mencoba bangun dari tidur nyenyak. Matahari baru saja terbit terlihat indah. Aroma tanah yang lembab dan tumbuh-tumbuhan juga tercium memenuhi hidung Clara. Pagi di Piyambak terasa tenang dan damai. Clara sejenak melupakan peristiwa menyeramkan semalam.
"Selamat pagi tukang tidur," sapa Kahar dari dalam danau.
"Ayo kembali."
"Kita kembali hari Sabtu." Clara kembali menangis. Kali ini Kahar hanya tertawa. Kahar bercerita tentang semalam dia yang berlatih tanpa henti di danau ini.
"Itu bagus, itulah memang tujuan kita."
Akhirnya pada siang, mereka kembali, melewati arah memutar menghindari markas Jepang. Jaraknya memang lebih jauh, tapi mereka lega bisa mendapatkan persediaan air. Clara bisa bernafas lega. Saat tenda mereka terlihat.
Di tengah tenda mereka, ponsel mereka terletak dengan puluhan pesan dari Zico.
"Kalian tidak bertemu hantu Jepang 'kan?"
"Telat."
...****************...
Hari Sabtu pagi telah datang menjenguk. Sesuai janjinya, pak tua bajak laut datang tepat waktu. Kapalnya yang kuno jadi kabar baik bagi Clara yang mulai terserang panas.
Di tengah laut, Kahar mengembalikan kompas milik pak tua itu. "Terima kasih untuk kompas ajaib ini."
"Ajaib? ini hanya kompas rusak," balas pak tua itu dengan tawa.
Clara yang mulai mabuk laut hanya tertidur di sisa dua jam perjalanan. Kahar merasakan bahwa Clara jatuh sakit. Untung saja laut tidak mengamuk hari ini, ketenangan jadi pengantar pulang mereka.
Dua jam berlalu lebih cepat, tibalah mereka bertiga di lepas pantai Jakarta. "Aku senang sekali bisa membantu kalian," kata pak tua bajak laut sambil membantu menurunkan barang bawaan.
"Terima kasih banyak, aku merasa tidak enak. Jawab saja, berapa yang harus kami bayar?
"Harganya adalah kebahagiaan kalian, hohoho." Perahu meninggalkan pelabuhan dalam kelam kabut.
Saat menginjakkan kaki di Jakarta, mereka berdua telah ditunggu oleh Zico dan Isma. Di pelabuhan, Zico langsung memeluk Kahar saat mengetahui temannya pulang dengan aman.
"Kalian berhasil dan selamat. Kalian tidak bertemu hantu bajak laut juga 'kan?"
Kahar dan Clara pucat basi tak menjawab.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments