Laborasi: MENGONTROL II

..."Pulau Piyambak, Tempat Eksekusi tanpa Penghuni"...

Pulau Piyambak merupakan sebuah pulau kecil yang berada di Kepulauan Seribu, Jakarta. Meskipun terlihat seperti pulau yang indah dan menyenangkan untuk dikunjungi, Pulau Piyambak ternyata memiliki sejarah yang cukup mengerikan.

Pada masa lampau, Pulau Piyambak sering digunakan sebagai tempat eksekusi bagi para tahanan yang dianggap terpidana berat. Para tahanan ini dibawa ke pulau tersebut dan dijatuhi hukuman mati dengan cara diasingkan di pulau tersebut, tanpa ada orang lain yang tinggal bersama mereka.

Tak heran jika Pulau Piyambak sering disebut sebagai pulau tanpa penghuni. Meskipun sekarang ini tidak lagi digunakan sebagai tempat eksekusi, Pulau Piyambak masih terasa sepi dan menyeramkan bagi kebanyakan orang. Bahkan, beberapa warga setempat masih takut untuk mendekat ke pulau tersebut.

Meskipun sejarah Pulau Piyambak cukup mengerikan, pulau tersebut masih memiliki keindahan alam yang tak ternilai. Pulau ini dikelilingi oleh laut yang jernih dan memiliki pantai-pantai yang indah. Pulau Piyambak juga merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa laut, seperti ikan, kepiting, dan kerang.

Meskipun tidak terlalu populer sebagai destinasi wisata, Pulau Piyambak masih bisa menjadi pilihan yang menarik bagi mereka yang ingin menikmati keindahan alam dan sejarah yang unik. Jika Anda berminat untuk mengunjungi Pulau Piyambak, Anda bisa menggunakan jasa motor laut di dermaga Jakarta untuk mencapainya. Namun, sebaiknya Anda memastikan terlebih dahulu kondisi cuaca yang aman sebelum melakukan perjalanan ke pulau tersebut.

Anda disarankan untuk mengecek apakah motor laut yang anda tumpangi itu benar-benar dikemudian oleh manusia atau makhluk lain. Jumlah pengunjung di pulau ini tercatat hanya lima belas sepanjang rentang tahun 2003-2022.

Sumber: www.jangandibuka.co.id

Penulis: Nurdin

Artikel yang menyeramkan. Nyali Clara sedikit goyah saat membacanya. Kahar bisa heran melihat tingkah teman baiknya itu. Clara yang menyarankan untuk melatih kekuatan Kahar tapi dia yang sekarang takut untuk pergi.

"Jangan batalkan niat kita, sekarang kita sudah di dermaga Muara Angke, akan aku ceburkan lagi kau jika batal pergi," tegas Kahar sambil menyilangkan tangannya. Apalagi dia telah berbohong dengan paman Samsul bahwa dia pergi karena untuk survey tugas akhir.

"Hahaha, apa aku tampak takut?" Wajah Clara pucat basi. Keringat menetes deras. Tangannya gemetaran.

Kahar menunjukkan ekspresi wajah datar. Tidak ingin dia batal pergi, segera dia cari perahu termurah yang akan berangkat ke pulau Piyambak. "Jangan lupa, cari yang termurah." Clara kembali mengingatkan

Cukup lama Kahar berputar-putar mencari perahu yang menuju pulau Piyambak. Sayangnya, tak ada satupun perahu yang menuju ke sana. Semua pelaut di dermaga merasa aneh dan takut saat Kahar menyebutkan nama pulau itu.

Melihat Kahar yang tak kunjung mendapatkan perahu, Clara menjadi bimbang. Dia ikut berkeliling mencari tumpangan. Clara menyelusuri dari ujung ke ujung. Dia sempat menyerah sampai akhirnya Clara menemukan sebuah kapal kayu berbendera tengkorak dengan seorang nahkoda. Dia awalnya ragu untuk bertanya tapi di perahu itu tertulis, "Menuju Piyambak dan melampauinya".

Clara kumpulkan keberanian dan bertanya, "Permisi, Pak. Apa perahu ini akan berangkat ke pulau Piyambak?" Suara Clara begitu lembut tak seperti biasanya.

Nahkoda yang membelakangi Clara berbalik badan. Clara terkejut. Mata pria itu hilang satu, dia menggunakan penutup mata khas seorang bajak laut dengan tato naga di pipi kanannya. Pria itu meludah terlebih dahulu sebelum berkata, "Ahoy, gadis muda. Ingin pergi ke Piyambak? Iya, tentu. Pak tua ini siap mengantarmu bahkan ke ujung samudera."

Dalam hati Clara mengumpat, "Kahar kesinilah. Aku takut." Kaki Clara ingin segera melangkah menjauh tapi entah kenapa tidak bisa. Pak tua berjalan mendekat. "Mampus." Masih dalam pikiran Clara yang hilang entah kemana.

"Kau dapat perahunya?" tanya Kahar yang datang di waktu yang tepat.

Pak tua itu menarik pandangannya ke arah Kahar. Dia tersenyum licik seperti seorang bajak laut. "Oh, aku mengerti. Sepasang kekasih ingin mencari sensasi bersenang-senang di alam terbuka tanpa takut diganggu." Kahar tidak mengerti sedikit pun percakapan pria bajak laut itu.

Dia berjalan mendekat dan mulai bernegosiasi. "Kami ingin pergi hari ini ke pulau Piyambak. Kami akan berkemah selama dua hari, di hari Sabtu kami pulang. Berapa biayanya?" tanya Kahar.

"Gratis, perahu SS-Bismarck ku ini siap mengantarkan kalian," jawab pria bajak laut dengan tawa.

"Perahu ini tidak terlihat seperti kapal perang angkatan laut Jerman, tapi serius gratis?" sahut Kahar dengan pertanyaan sekali memastikan.

"Apa aku harus mengulangi. Gratis."

Kahar awalnya tidak percaya dengan pria tua bajak laut itu tapi karena tidak ada pilihan lain dan yang paling penting gratis, Kahar mengambilnya.

"Bagus, sangat bagus. Aku akan menyiapkan perahu ini sebentar, kalian naiklah." Segera pria tua bajak laut itu naik ke perahu dengan riangnya.

"Ayo naik." Kahar menoleh ke arah Clara. Wajah Clara sudah memerah seperti menahan tangis.

"Kau kenapa?" tanya Kahar dengan nada tinggi.

"Jangan tinggalkan aku."

...****************...

Kahar dan Clara terduduk di atas perahu yang terombang-ambing di tengah lautan. Mereka terus menatap ke depan, ke arah pria tua yang baju seragamnya terlihat seperti pakaian bajak laut. Pria tua itu memegang kemudi dengan tegas, matanya terus mengamati alam sekitarnya dengan seksama. Mereka menuju Barat Jakarta dari dermaga Muara Angke.

"Kau yakin kita harus ikut dengan pria ini, Kahar?" tanya Clara dengan rasa was-was.

"Iya, dia bilang dia bisa mengantarkan kita ke pulau Piyambak," jawab Kahar sambil mencoba menenangkan Clara. "Dia juga bilang kita bisa berkemah di sana. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan."

Clara masih terlihat kurang yakin, tapi ia tidak bisa berbuat banyak lagi. Mereka sudah terlanjur menaiki perahu yang dipandu oleh pria tua aneh ini, dan sekarang mereka harus percaya bahwa pria itu akan membawa mereka ke tempat yang seharusnya.

Sementara itu, pria tua itu terus memandu perahu dengan lincah. Ia terus mengajukan pertanyaan tentang bagaimana kondisi mereka dan apakah mereka memerlukan sesuatu.

"Jadi apa alasan kekasih seperti kalian datang ke pulau tak berpenghuni itu?" tanya pria bajak laut itu.

"Untuk keperluan penelitian tugas akhir." Pria tua itu menatap Kahar dengan serius dia merasakan seperti ada yang Kahar sembunyikan.

Kahar dan Clara terus menjawab dengan sopan, meskipun mereka masih merasa tidak nyaman dengan situasi ini.

"Ah, boy. Lihatlah kecantikan yang pernah bermandikan darah. Piyambak, sayang." Jari pria tua bajak laut itu menunjuk ke arah sebuah pulau. Dari mata Kahar dan Clara terpantul sebuah pulau dengan pantai putih bersih. Akhirnya, setelah dua jam perjalanan, mereka tiba di pulau Piyambak. Pria tua itu membantu mereka turun dari perahu dan menunjukkan kepada mereka tempat yang baik untuk berkemah.

"Jemput kami di hari Sabtu pagi sekitar pukul 10." Kahar turun dari perahu lalu memandangi sekitarnya yang tampak asli.

"Nak, ambil ini." Pria bajak laut itu melemparkan sebuah kompas, Kahar hampir saja menjatuhkannya.

"Ini akan berguna," kata pria bajak laut tua sebelum perahunya berputar balik kembali menuju ibu kota dan hilang di batas cakrawala.

Kahar dan Clara merasa lega akhirnya tiba di tujuan mereka, dan mereka berterima kasih kepada pria tua itu atas bantuannya. Mereka sampai saat matahari belum benar-benar tinggi.

Mereka memasang tenda di tepi pantai yang indah, dan mulai mempersiapkan makanan untuk siang dan malam. Mereka merasa sangat senang bisa menikmati keindahan alam di pulau ini dengan tenang, tanpa harus khawatir tentang apa yang akan terjadi.

Namun, tak lama kemudian, mereka mendengar suara-suara aneh yang terdengar sangat dekat. Kahar dan Clara terkejut dan segera mengambil perlengkapan pertahanan diri yang mereka bawa. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi mereka tidak ingin mengambil risiko.

"Kahar!" Clara ketakutan hampir saja kencing di celananya. Kahar segera mengambil kalung keramat dan memakainya.

"Jangan dulu, kau belum menguasainya."

Clara dan Kahar memberanikan diri masuk sedikit lebih dalam ke hutan yang tak terjamah matahari. Perlahan langkah mereka disambut suara aneh itu yang semakin kuat.

"Perhatikan langkahmu," bisik Kahar.

Ternyata, suara-suara itu hanyalah hewan-hewan liar yang sedang berkeliaran di hutan belakang tenda mereka. Kahar dan Clara lega setelah mengetahui bahwa suara-suara itu tidak berasal dari sesuatu yang berbahaya atau hantu yang para korban ekseskusi. Mereka kemudian memutuskan untuk makan dan segera tidur walaupun belum sore karena mereka merasa sangat lelah setelah perjalanan yang panjang. Mereka tidur di tenda berbeda.

Di sore hari, Kahar dan Clara bangun dengan segar dan siap untuk memulai latihan menguasai kekuatan Kahar. Kahar yang sebenarnya masih mengantuk segera mencuci muka dengan air laut. "Asin!" Tak sengaja Kahar meminum air laut.

Setelah dirasa sudah siap. Kahar memakai kalungnya dan membaca mantra puisi.

"Laborasi hiduplah."

Pemandangan luar bisa dilihat Clara. Kahar perlahan bertranformasi menjadi sosok yang lebih kekar dan tinggi. Kulitnya berubah menjadi berwarna putih pucat. Armor bertekstur sisik ikan yang dilihatnya kemarin perlahan memenuhi lagi dada, tangan, kaki kahar. Di sela-sela jari kaki dan tangan Kahar muncul serabut seperti ikan. Kuku dan giginya perlahan memanjang juga, tanda bahwa itu senjata untuk mengoyak musuhnya.

Kahar tersenyum tampaknya kali ini dia bisa menstabilkan energi tubuhnya, dia segera berlari ke ujung pantai. Clara terkesima dengan mulut yang terbuka lebar. Kahar mampu berlari seperti peluru.

Dia lari dari ujung ke ujung dengan waktu sepuluh detik saja. Garis pantai yang Clara perkirakan berjarak 5KM mampu ditempuh dengan hanya 7 detik.

"71.5 Km/jam!" Clara makin takjub. Ini benar-benar kecepatan manusia super. Kecepatan ini dua kali rekor dunia manusia tercepat. Kahar tampak juga ikut senang, dia tidak menyangka kemampuan ini bisa dia miliki. Namun, tiba-tiba kepala Kahar terasa pusing. Dia merasa seperti kurang oksigen. Nafasnya panas.

Clara segera berlari menuju Kahar memberikan minum. Kahar habiskan satu botol yang berisi 1.5 liter air dalam satu kali teguk.

"Kurang," pekik Kahar kesakitan. Segera Clara memberikan semua persediaan air minum yang ada untuk Kahar. Semuanya habis tak tersisa satu tetes pun.

Kahar bangkit, dan telah siap memulai percobaan yang lain. "Kau yakin?" tanya Clara khawatir.

"Kita datang ke sini untuk inikan." Kahar menegaskan kehendaknya.

Clara mengeluarkan catatannya. Dia conteng kecepatan. Clara melihat ke dalam daftar, di nomor dua tertulis "Kekuatan daya hancur".

Clara segera menunjuk ke arah batu besar yang terkapar di pinggir pantai. Dengan ancang-ancang yang jauh, Kahar melompat untuk meraih batu tersebut. Satu kali dia menghantam batu itu, dan batu itu telah terpecah menjadi krikil kecil tak berbentuk.

Clara bertepuk tangan. "Itu sebaiknya aku tandai lompat jauh dan daya hancur super."

"Baiklah siapkan dirimu untuk yang selanjutnya."

Daya tahan, pendengaran, penglihatan, sampai yang paling ekstrim adalah Kahar memiliki ekolokasi seperti ikan paus. Sungguh luar biasa.

Di akhir uji coba saat mentari mulai tertidur di ufuk barat, Kahar lagi-lagi terjatuh lemas. Clara yang coba mengangkatnya tak kuat menahan berat badan Kahar yang telah bertumbuh, sekarang armor yang menutupi tubuhnya lebih berat dari pertama kali Kahar berubah.

Clara benar-benar panik, dia tidak memiliki sisa air minum. Dengan pengamatan sekitarnya, Clara tersadar dengan potensi laut yang terbentang di hadapan mereka. Segara dia menyerat tubu Kahar.

Kahar sedikit membuka matanya, dia bantu menyeret tubuhnya dengan sisa tenaga. Sampailah dia di bibir pantai. Air laut segera basahi rambut Kahar. Kahar bangkit, seperti baru saja terisi dengan energi. Dia berlari masuk ke laut. Benar saja, Kahar merasakan kekuatannya kembali ketika di dalam laut. Ekolokasinya juga terasa lebih baik, Kahar mampu mendeteksi objek di sekitarnya, termasuklah kedalaman laut, bentu, posisi, dan ukuran objek tersebut.

Sebuah pengalaman yang terasa seperti terlahir kembali. Laut ini terasa menjadi ibu bagi Kahar. Kahar kembali ke pantai sambil melepaskan kalungnya. Dia telah kembali ke bentuk normalnya. Clara yang menunggunya langsung memeluk kedatangan kembali pahlawan supernya.

Sekarang, di pinggir pantai dengan api unggun dan baju yang basah. Kahar dan Clara menikmati langit yang sedang kasmaran dengan senja. Berwana jingga, warna yang timpa tubuh dua orang itu.

"Ngomong-ngomong air minum kita habis."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!