Laborasi: KOTA KERAS

^^^Di Jakarta, mimpi akan dimulai. Semua hubungan dengan orang akan dimulai. Pertemuan tak terduga banyak terjadi di sini. Jakarta adalah sebuah rumah dan kota yang akan terkenang selalu.^^^

Sesampainya di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Kahar disuguhi pemandangan ibu kota yang baru pertama kali dia lihat. Ini merupakan pengalaman pertama kali Kahar meninggalkan kampung halamannya, Selayar, Sulawesi Selatan.

Di depan pintu kedatangan domestik, Kahar mengeluarkan secarik kertas dengan nama dan alamat yang tertulis:

Paman Samsul, Jl. Mudah No.888a, RT.03/RW.08, Rawamangun, Kec. Pulo Gading, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13225

0895-4233-3333

Nomor telepon dan alamat yang jadi singgahan Kahar selanjutnya. Paman Samsul, kakak ibunya yang telah lama tinggal di Jakarta.

Paman Samsul telah mengadu nasib duluan di Jakarta sebagai pengemudi ojek online dan tinggal di kos-kosan sederhana di dekat Universitas Garuda Nusantara. Dia sangat merindukan keluarganya di kampung halaman. Kedatangan Kahar disambut dengan tangan terbuka. Kahar akan tinggal bersamanya selama menempuh pendidikan. Paman Samsul juga telah berjanji akan menjemput Kahar di bandara.

30 menit Kahar menunggu dengan sabar sampai motor matic berwarna merah datang. Sosok pria tua paro baya dengan aroma matahari datang menghampiri Kahar.

"Kahar Muzakar?" tanyanya memastikan.

"Paman Samsul?" balas pertanyaan Kahar.

"Iya." Kahar datang memeluk pamannya yang telah lama sekali tidak dia temui. Terakhir kali mereka bertemu saat Kahar masih di sekolah dasar.

Air mata kembali ciptakan reuni keluarga yang lama tak bertemu. Paman Samsul seakan terobati rindunya dengan tanah Sulawesi. Dengan senyum, paman Samsul langsung mengajak Kahar pulang ke kos-kosannya.

Perjalanan yang ditempuh penuh macet, Kahar sontak terkejut dengan kondisi ibu kota. Seharusnya butuh waktu satu jam, sekarang harus sedikit lebih sabar di jalan.

"Aku selama ini cuman lihat Jakarta macet di televisi, ternyata itu benar adanya."

"Selamat datang di Jakarta."

...****************...

Kahar yang baru sampai tampak masih canggung dan takut. Bagaimana tidak, dia baru pertama kali berpisah dengan ibunya di kota kecil untuk mengejar mimpinya di Jakarta. Paman Samsul sadar kalau Kahar merasa canggung, mencoba memulai percakapan, "Bagaimana kabar ibumu?"

"Baik Paman," jawab Kahar.

"Sudah lama sekali paman tidak melihatnya. Bahkan paman tidak bisa mengenalimu awalnya." Paman Samsul mengeluarkan sebatang rokok merah lalu membakarnya.

"Apa karena sisikku yang mulai berkurang?" kata Kahar diselingi tawa yang menandainya telah berdamai dengan kekurangannya.

"Sedikit jahat kalau paman ikut tertawa." Paman Samsul membuang asap ke langit. Sedikit senyum terlukis.

"Kosan paman dekat dengan kampusmu. Kau tidak perlu mengeluarkan biaya untuk transportasi, paman telah bertahun-tahun di sini. Kalau perlu apa pun, jangan pernah sungkan untuk bilang," kata Paman Samsul.

Kahar tersenyum dan mengangguk. Ia merasa lega karena paman terlihat baik dan ramah. Mereka terus mengobrol tentang perkuliahan dan kehidupan di kota besar, sambil sesekali ditemani oleh kucing peliharaan paman yang lucu bernama Opan. Kahar merasa semakin nyaman dan tidak canggung lagi. Ia merasa sangat beruntung bisa tinggal di kos paman Samsul yang ramah dan membantunya menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya.

...****************...

Perkuliahan akan dimulai satu bulan lagi. Namun, daftar ulang sudah dibuka, itulah yang membuat Kahar datang lebih cepat ke Jakarta. Kahar antusias mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan. Setelah sarapan, Kahar berangkat menuju kampus dengan berjalan kaki. Jarak kampus dengan kos bisa ditempuh hanya 10 menit berjalan kaki. Baguslah pikir Kahar, dia bisa menghemat uang.

Saat sampai di sana, manusia telah mengantre panjang mengular. Papan petunjuk bertuliskan "Barisan Daftar Ulang". Kahar tahu harus apa. Sendirian dia ikut berbaris, tidak lama kemudian datang lima sampai sepuluh orang berbaris di belakangnya.

Pendaftaran ulang yang melelahkan, tiga jam mengantri dan banyak dokumen fotocopy yang membingungkan. Untunglah kesabaran Kahar telah dipupuk sejak lama. Sekarang Kahar setengah resmi menjadi mahasiswa. Dia penasaran dengan gedung perkuliahannya.

"Apa aku ke fakultas dulu barangkali?"

Kahar berjalan sendirian di taman Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Dia melihat bangunan yang indah dan luas. Di sana juga ada laboratorium yang menarik. Dia juga melihat beberapa mahasiswa sedang berbincang-bincang di taman, hanya sedikit. Sebab perkuliahan masih libur, keadaan taman menjadi sepih. Di tengah taman fakultas, ada kolam dan di atas kolam ada jembatan yang biasa disebut sebagai jembatan kertapati.

"Cukup untuk hari ini," ujar Kahar memalingkan diri dari fakultas. Dia bersiap pulang.

"Tolongggg!" teriak seorang wanita. Kahar terkejut. Dia segera berlari menuju sumber suara. Dilihatnya seorang gadis tenggelam. Orang-orang di sekitar kolam hanya berteriak dan merekam tanpa usaha menolong.

Tanpa ragu, Kahar langsung melompat ke kolam setelah menaruh tas dan ponselnya. Dia berenang sangat cepat, sebelum gadis itu benar-benar tenggelam, Kahar sukses menariknya ke pinggir kolam. Awalnya orang-orang cemas karena gadis itu tak pingsan, namun Kahar mampu memberikan pertolongan pertama sehingga gadis itu kembali sadar.

Meskipun awalnya gadis itu tampak terkejut dan takut, dia akhirnya tenangkan diri setelah Kahar menjelaskan kejadian tadi.

"Clara, kau baik-baik saja?" tanya seorang temannya yang datang sambil membawakan jaket dan barang-barang Kahar.

"Pernah lebih baik," balas gadis tersebut yang ternyata bernama Clara. Tubuhnya menggigil, tangganya sedingin es, matanya terus memandangi Kahar yang menyelamatkannya.

"Terima kasih, kalau boleh tahu, siapa namamu?" tanya Clara menyodorkan tangannya.

Kahar menyambut sodoran tangan itu dengan jabat tangan yang hangat. Dia tersenyum meski juga kedinginan. Dengan ramah, dia memperkenalkan diri sebagai Kahar Muzakar dari jurusan ilmu kelautan. Clara tampak senang, dia ternyata juga berasal dari jurusan tersebut dan ini adalah tahun pertamanya.

"Agak lucu berkenalan dengan kondisi seperti ini."

"Sesuai jurusan kita yang tidak jauh dari laut," tawa Kahar.

Kahar meminjamkan jaketnya kepada Clara yang tampak lebih pucat. Mata gadis mungil yang memiliki rambut panjang dan kulit putih itu tampak kebingungan. Bibir merah mudahnya seakan ingin mengatakan sesuatu tapi ragu.

"Kau yakin?" tanya Clara.

"Iya, pinjam saja, aku terbiasa dengan kondisi basah seperti ini." jawab Kahar. Dia perhatikan dirinya yang basah kuyup. Sudah lama dia tidak begini.

"Tapi kau tidak bisa pulang ke tempatmu dengan kondisi seperti itu, kan."

"Benar juga."

"Mampirlah sejenak ke tempatku."

Kahar tidak bisa menolak ajakan Clara. Dia sebenarnya hanya sok kuat menahan dingin. Clara segera berdiri, berbicara dengan temannya dan mengatakan dia benar-benar baik saja. Clara akan pulang dengan Kahar dengan menaiki motor Clara.

Karena kondisi basah, mereka berdua menjadi perhatian orang-orang yang lewat, untunglah keadaan kampus sedang sepih. Mereka terus dipandangi saat menuju parkiran motor.

"Kau biasakan bawa motor?" tanya Clara.

"Tidak." Kahar langsung naik ke jok belakang motor. Clara menarik nafas dalam lalu berkata, "Aku rasa ini lebih memalukan daripada tenggelam di kolam."

...****************...

Clara dan Kahar akhirnya tiba di kosan milik Clara yang terletak cukup jauh dari kampus. Kosan campur yang buat Kahar kembali terkena shock culture. Kamar Clara ada di lantai tiga, lantai paling atas.

Di lantai pertama, Kahar melihat kamar-kamar yang di pintunya tersusun sepatu rak tinggi dan botol minuman keras. Naik di lantai dua, bau obat khas rumah sakit penuhi hidung Kahar. Dan, di lantai tiga ini hanya ada Clara yang menetap. "Kabarnya di lantai sini berhantu, setan bahkan takut untuk tinggal. Makanya murah."

Clara baru dua bulan tinggal di kosan ini. Dia datang lebih dulu dari Kahar karena itu dia lebih mengenal Jakarta.

Clara yang basah, masuk duluan ke kamar mandi yang terletak di dalam, sedangkan Kahar membuka atasannya dan memperhatikan tubuhnya yang masih memiliki sisik di bagian punggung. Tubuh setinggi 170 Cm dan memiliki berat badan proporsional, terpampang jelas di cermin bundar Clara. Roti sobek yang dilatih Kahar yang terpantul di cermin tiba-tiba tertutup handuk yang dilemparkan tanpa sepengetahuan Kahar. Kahar terkejut dan langsung menutup tubuhnya.

"Kau melihatnya?" tanya panik Kahar pada Clara yang tertutup handuk putih di sekujur tubuhnya.

"Aku hanya melihat perutmu," jawab Clara lalu mengambilkan kaos hitam polos dan celana training.

"Ini, pakai yang ini saja jika sudah mandi."

"Kau tidak melihat punggungku kan?" tanya sekali lagi Kahar memastikan.

"Tidak," jawabnya dengan enteng.

Kahar merasakan sedikit dikit nyaman hanya berdua dengan gadis yang baru dia kenal yang hanya tertutup handuk. Dia segera mandi dan menggunakan baju pemberian Clara. Kahar tampak canggung saat keluar kamar mandi, dia gugup melihat Clara yang telah berganti baju lengan panjang merah muda.

"Aku akan pulang."

"Di mana kosanmu?" tanya Clara dengan senyum seakan sudah melupakan kejadian yang hampir merenggut nyawanya.

"Di dekat kampus, aku lupa nama jalannya," jawab Kahar dengan nada yang sedikit terbata-bata.

"Akan kuantar kau." Clara segera mengambil kunci motor. Kali ini Kahar ragu untuk menerima ajakan gadis manis itu.

"Tidak dulu, terima kasih."

"Ayolah, ini kota keras, Bang."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!