JAWARA: INDONESIA HERO
Kelahirannya ditandai dengan amukan lautan, dia adalah Kahar Muzakar - Si Anak Ikan dengan sisik. Seorang remaja biasa pada awalnya sampai satu per satu misteri datang dari ayahnya yang hilang.
Foto, puisi, kalung yang menyimpan kekuatan dari lautan ubah Kahar menjadi sosok pelindung atau juru hancur yang berusaha mengungkap jati dirinya.
Namun, seiring perjalanannya, Kahar menjadi bingung dan setiap keputusannya akan menuntunnya menemukan sang ayah.
Jangan pernah lewatkan petualangan Kahar bersama Clara, menemukan jawaban dari semua pertanyaan.
^^^Ada legenda yang mengatakan tentang sebuah bangsa yang mendiami laut. Mereka adalah penjaga sekaligus juru hancur. Kehadiran mereka ditandai dengan amukan badai – menghancurkan yang dia lewati. Legenda itu terus diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya. Legenda yang menceritakan kalung dan mantra pemanggil Laborasi.^^^
Sore yang menggantung di langit perlahan roboh, bukan karena waktu yang meminta selesai. Tapi sebab sebuah rintihan tangis di sebuah rumah tua di bibir pantai. Suara rintihan itu selalu terdengar di setiap petang saat sekolah beres, di mana ia dirundung oleh teman-temannya karena memiliki sisik seperti ikan di sekujur tubuhnya. Mereka tertawa dan mengejeknya, bahkan ada yang memanggilnya "Anak Ikan".
Pemilik rintihan tangis itu adalah Kahar Muzakar. Anak sekecil itu hanya bisa duduk di kamarnya, menangis. Kahar merasa terasing dan tidak punya teman. Semua ketidaknormalan yang berbeda dengan anak lain itu buat Kahar berharap bisa menghilangkan sisiknya. Fakta menyakitkan bahwa ibu Kahar tidak mau memeriksakan sisik Kahar ke dokter juga tambah panjang penderitaan anak itu.
Tapi Kahar tidak sendirian. Dia memiliki ibu yang mencintainya sepenuh hati, dan Kahar tahu ibunya akan menemukan cara untuk membuatnya merasa lebih baik. Ibu Kahar masuk ke kamar dan duduk di sampingnya, memeluknya erat. "Sayang, kamu tidak sendiri. Kamu spesial dan istimewa dengan dirimu yang unik. Jangan pernah merasa tidak normal," kata ibu Kahar dengan lembut.
Kahar tersenyum, merasa sedikit lebih baik. Ia tahu ibunya selalu ada untuknya, dan dia akan menemukan cara untuk menghadapi masalah di sekolah. Kahar memutuskan untuk tidak menyerah dan menunjukkan kepada teman-temannya bahwa dia adalah seorang pahlawan dengan sisik yang unik.
Sisik ini mungkinlah yang membuat ayah Kahar pergi. Ketika Kahar lahir, ayahnya sudah tidak ada. Kahar tidak pernah bertemu ayahnya, dan ibunya tidak pernah memberitahu apa pun. Kahar hanya tahu bahwa ayahnya menghilang misterius sejak ibunya hamil.
"Lupakan saja ayahmu, ada ibu yang selalu menyayangimu," ucap Ibu Kahar setiap kali ditanyakan soal ayah Kahar.
Tahun demi tahun berlalu, dan Kahar tidak pernah berhenti mencari tahu tentang ayahnya. Ia menanyakan kepada ibunya, tetangga, bahkan kepada orang-orang yang tidak dikenalnya. Tapi jawaban yang ia dapat hanya diam dan ketidaktahuannya. Setiap tahun juga, sisik di kulit Kahar perlahan menghilang, menyisakan sisik di punggung.
Kahar tidak pernah menyerah. Ia terus mencari tahu tentang ayahnya, meski harus menghadapi banyak rintangan. Suatu hari, ia menemukan sebuah foto kecil yang tampaknya menunjukkan ayahnya di kamar Ibunya dalam sebuah koper. Foto pria yang menggunakan setelan jas dan rusak di bagian wajahnya adalah petunjuk satu-satunya. Kahar merasa bersemangat dan bertekad untuk menemukan ayahnya, meski harus mencari hingga ke ujung samudera.
Di usianya yang menginjak kini 19 tahun, Kahar telah tumbuh menjadi pemuda yang teguh dan tidak mudah menyerah. Ia memiliki keinginan yang kuat untuk menemukan ayahnya yang hilang misterius, dan ia siap untuk melakukan apa pun untuk mewujudkannya.
Sekarang, impian Kahar melanjutkan pendidikannya terbuka lebar sejak surat undangan dari Universitas Garuda Nusantara diterimanya. Kahar tahu ini keputusan yang sulit untuk dia dan ibunya, tapi dia tahu kalau ini adalah kesempatan terbaiknya untuk mengubah nasib menjadi lebih baik. Siapa tahu ini juga sebuah kesempatan untuk mencari ayahnya. Satu hal yang Kahar tahu hanya bahwa ayahnya dulu bekerja di Universitas Garuda Nusantara, jadi dorongan Kahar untuk berkuliah di sana.
Sejak kecil, kehidupan tidak mudah bagi Kahar dan ibunya. Perundungan dan sosok ayah yang tak pernah hadir jadikan Kahar teguh hadapi impian.
Di malam ini, Kahar memberanikan diri mengajak ibunya berbicara perihal masa depannya. Ia mengajak ibunya makan di meja makan berdua. Dengan mata yang menatap penuh harap. Kahar berkata, "Ibu, aku ingin memberikan sesuatu yang penting denganmu."
"Apa itu, Kahar?" balas ibunya dengan penuh kasih sayang.
"Aku ingin berkuliah di luar kota, Jakarta tepatnya. Aku tahu ini sangat berat, terutama untuk ibu, tapi aku yakin ini adalah pilihan yang terbaik untukku," jelas Kahar.
Ibunya diam sejenak, lalu memberikan senyum yang Kahar nantikan. Ia mengerti Kahar akan menjalani kehidupan yang sulit dan tanpa kehadirannya.
"Kalau begitu, kau bersiap dengan tantangan yang lebih berat, sayang. Apalagi kau akan pergi ke kota orang. Jangan pernah lupakan kasih dan sayang, ibu akan selalu mendoakanmu," ucap Ibu Kahar diwarnai air mata haru.
"Paman Samsul, kau ingat dia, Nak?" tanya Ibu menghapus air matanya.
"Iya, dia tinggal di Jakarta, kan."
"Ibu akan segera menghubungi beliau."
Mata Kahar ikut berkaca-kaca, dari mulutnya muncul pelangi senyum. Kahar tahu kalau ibunya akan selalu mendukungnya walaupun mereka akan terpisah jauh.
"Ini." Kahar menyodorkan sebuah foto yang dia ambil.
"Ini?" Ibu Kahar diam sejenak saat dia disodorkan foto yang telah lama disimpan. Ia kaget dan tersentak karena telah lama tidak memikirkan ayah dari anaknya.
"Ini ayah, kan?" tanya Kahar dengan nada yang berhati-hati.
"Tampaknya ibu tidak bisa menyembunyikan sosok ayah darimu." Ibu mengangkat piring kotor. Matanya tak bisa lagi menyembunyikan rahasia yang dia pegang.
Ibu tampak bersalah karena telah menyembunyikan ayah anaknya selama ini. Akhirnya, ibu Kahar menceritakan kebenaran tentang ayahnya. Ia mengambil nafas dalam-dalam dan mulai bercerita tentang bagaimana mereka bertemu, bagaimana mereka saling jatuh cinta, dan bagaimana pada suatu malam ayah Kahar menghilang.
"Kami bertemu di pantai. Kami jatuh cinta di laut. Ayahmu bernama Zulkarnain Muzakar. Seorang pria yang baik. Teramat baik. Dia bekerja di Pindad dan hanya itu yang ibu tahu tentang pekerjaannya." Tangis mulai jatuh dari empat mata yang saling hadap. Foto ayah Kahar dia genggam erat.
"Ibu masih ingat bagaimana ayahmu melamar ibu, 'Apakah kau Maryam mau menjadi kapalku dalam amuk laut' dia sangat romantis."
"Dia menghilang di suatu malam saat kau masih dalam kandungan. Malam itu badai mengamuk, ketuban ibu telah pecah. Ibu tahu kau akan segera lahir. Ayahmu bilang akan pergi mencari bantuan, namun setelah itu dia menghilang."
Cerita selesai. Kahar memeluk ibunya. Tak ingin dia melihat ibunya bertambah sedih. Cukup dia mengetahui ayahnya. Namun, di dalam hati Kahar, dia akan tetap berusaha mencari ayahnya. Makan malam selesai. Amuk badai datang.
...----------------...
Kahar berdiri di pintu gerbang bandara. Memeluk ibunya erat-erat. Ini adalah saat terakhir Kahar melihat ibunya sebelum dia pergi ke Jakarta.
"Aku akan merindukan, Ibu," ujar Kahar dengan suara gemetar. Ibu mengelus lembut halus rambut anak semata wayangnya.
"Ibu juga akan merindukanmu. Ibu tahu kau telah tumbuh menjadi anak yang kuat dan tangguh. Kau akan kuat dalam menghadapi semua tantangan dan masalah," kata ibu dengan penuh percaya diri menghapus air mata anaknya.
Kahar tersenyum kecil. Ia merasa senang mendapatkan pujian dari ibunya. Ia telah berusaha keras untuk sampai titik ini, dan kini dia telah mendapatkannya, beasiswa dan undangan masuk universitas ternama di Indonesia.
"Terima kasih, Ibu. Aku akan berusaha semampuku," kata Kahar.
Tangan ibu terulur untuk mengelus pipi Kahar. "Ibu bangga padamu, jaga kesehatanmu di sana. Dan, jangan lupa selalu mengirimkan pesan dan menelpon ibumu ini," kata Ibu.
Kahar mengiyakan permintaan ibunya dengan senyum selebar yang dia bisa. Kini, tak ada lagi keraguan di mata ibunya.
*Mohon perhatian. Ini adalah panggilan boarding terakhir untuk para penumpang Maskapai Royan Air penerbangan 34 tujuan Jakarta, boarding di gerbang A-3. Pemeriksaan terakhir akan selesai dan pintu pesawat akan ditutup dalam waktu sekitar lima menit. Terima kasih.
Sebuah pengumuman jadi pengantar Kahar untuk segera pergi. Dia mencium tangan ibunya lalu segera berpaling menuju kehidupannya yang baru. Air matanya jatuh tak tertahan, dia tak sedikit pun memandang ke belakang karena tidak ingin ibunya menangis. Dia angkat tangannya yang terkepal tinggi tanda bahwa dia sudah siap bertarung dengan segala kemungkinan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments