Setelah sarapan pagi bersama kedua orang tuanya, Ardian langsung berjalan menuju motornya untuk segera ke rumah Rafael menjemput cowok itu.
Rafael belum bisa mengendarai motor kemana-mana karna luka yang dia dapatkan masih menimbulkan rasa sakit saat dia bergerak berlebihan.
Ardian sudah memakai helmnya, lalu membunyikan mesin motornya siap untuk ke rumah Rafael.
''Ardian!''
Suara sang Mamah langsung membuat Ardian menoleh kearah samping, dia melihat mamahnya membawa paper bag, entah berisi apa.
Ardian membuka kaca helmnya. ''Itu apa, Mah?'' tanya Ardian dengan menaikkan alisnya sebelah.
Tari tersenyum. ''Ini kue untuk kelima sahabat kamu,'' ucap Tari enteng. Lalu memasukkan paper bag berisi kue lima toples kedalam tas Ardian.
''Mah...''
''Mamah udah janji loh, Ar, sama sahabat kamu kalau mamah bakalan buatin mereka kue. Soalnya mereka suka makan kue buatan mamah.''
''Kamu cuman tinggal terima beres, tinggal bawain ke mereka.''
Ardian menarik nafasnya dalam, dia tidak bisa menolak hal ini jika mamahnya sudah terseyum bahagia kearahnya. “Semua makanan mereka makan Mah, apa lagi kalau makanan gratis. Terutama Izam sama Ethan.” Ardian hanya bisa membatin.
Untung saja tas yang Ardian gunakan lumayan besar. Sehingga bisa menampung barang Tari.
''Kalau gitu Ardian berangkat dulu,'' ucap Ardian kembali menutup kaca helmnya.
Tari mengangguk. ''Hati-hati, ya, Ar.''
Ardian mengangguk kecil di balik helmnya lalu dia mulai menjalankan motornya meninggalkan pekarangan rumah mewah kedua orang tuanya.
Ibnu lebih dulu ke kantor.
Tari masuk kedalam rumahnya, sekarang dia tinggal sendiri karna anak dan suaminya sedang melakukan aktivitas mereka masing-masing.
Jika anak dan suaminya sudah pergi, Tari akan bermain ponsel dan membuka toko online lewat ponselnya.
suara mesin motor Ardian membuat Rafael langsung keluar dari kamarnya, dia menuruni anak tangga untuk segera ke bawa.
Sudah tiga hari dia di rumah yang dia sebut neraka.
''Lukamu belum pulih, Rafael. Kenapa kamu ke sekolah?'' Suara itu milik sang papah Rafael-Bram.
Bram menutup koran yang dia baca lalu meletakkan d atas meja.
Langkah Rafael terhenti, di depan ambang pintu.
''Kamu mau ke sekolah bertemu dengan teman brandalan mu itu! Cari masalah lagi dan mencari luka baru lagi!''
Rafael membalikkan tubuhnya menatap Bram. ''Setidaknya mereka bisa bikin Rafael nyaman!''
Bram berdiri dari kursi sofa yang ia duduki lalu menatap Rafael dengan lekat. ''Nyaman apanya, Rafael? Kamu nyaman dapat luka tusukan itu, Hah?''
Rafael tersenyum tipis. ''Papah nggak akan ngerti!'' Lepas mengucapkan itu, Rafael langsung keluar dari rumah untuk segera menuju gerbang.
Dia tidak mau jika Ardian mengeluh karna menunggu dirinya.
''Helm lo mana?'' tanya Ardian melihat Rafael sudah naik ke atas motornya tanpa menggunakan helm.
''Pecah.''
''Yang pecahin papah lo atau mamah lo?'' tanya Ardian santai seraya menyalakan mesin motornya lalu berlalu pergi meninggalkan pagar rumah Rafael.
Rafael tersenyum tipis. ''Papah gue yang pecahin, mamah gue yang buang di tempat sampah.''
Motor milik Ardian membelah kota Jakarta pagi ini, ''kita singgah beli helm dulu!''
''Gue udah nyuruh Leo bawain gue helm cadanganya!''
Ardian mengangguk paham.
''Sial! Lampu merah! Ini karna lo kelamaan buat drama!''
Rafael tertawa kecil. ''Lo tau, kan, gimana nyokap sama bokap gue. Setiap pagi ngajak perang.''
Rafael mengingat bagaimana kedua orang tuanya itu selalu adu kata-kata dengannya setiap pagi. Tumben saja tadi pagi mamahnya tidak ada, sehingga dia tidak ikut menimpali.
Mereka harus menunggu lampu lalu lintas berubah berwarna hijau.
Ardian melirik kearah kirinya, sosok gadis yang sudah tiga kali dia lihat di lampu merah sedang menatap lurus kedepan seraya mengunyah permen karetnya.
Mereka bertemu lagi?
Ini kebetulan atau apa? Selalu saja Ardian melihat gadis itu di lampu merah dan kebetulannya lagi motor dan mobilnya berdampingan.
Ardian tersenyum tipis. ''Cewek lampu merah”
Rafael melihat kearah yang di lihat Ardian, lalu senyum terbit di wajah Rafael. ''Suka lo sama murid baru itu?'' tanya Rafel santai. ''Namanya Nanda Raisa Arabella.''
Lampu lalu lintas sudah berubah berwarna hijau.
''Nggak penting!'' ucap Ardian lalu menjalankan motornya untuk segera ke sekolah.
Motor sport Ardian sudah masuk kedalam gerbang sekolah. Dia sudah melihat ke empat sahabatnya sedang menunggu dirinya di parkiran sekolah.
''Boncabe udah ke sekolah!'' tawa Izam membuat Ethan tertawa juga.
''Bosan gue di rumah gue, bawaanya panas. Kayak neraka!'' sungut Rafael membuat Ethan dan Izam semakin tertawa keras.
''Makanya jangan bergaul sama anak berandalan kayak kita.'' Leo menimpali membuat senyuman di wajahnya terpampang membuatnya semakin tampan.
Kata-kata itu sudah biasa mereka dengarkan dari Bram, papahnya Rafael.
''Nggak apa-apa berteman sama brandalan, kalau cuman teman brandalan yang buat kenyamanan dari banyaknya masalah,'' sahut Gerald dengan dingin membuat mereka mengangguk setuju dengan ucapan Gerald barusan.
''Gerald!''
Suara cewek itu langsung terdengar di telinga mereka. Ke enam cowok tampan itu melirik gadis itu membuatnya menjadi kikuk.
''Sekretaris lo, tuh,'' Ethan menyenggol lengan Gerald.
''Gue duluan, ada tugas yang harus gue kerjain.'' Gerald berpamitan kepada sahabatnya lalu berlalu pergi bersama Nita.
''Hmm...'' Izam berdeham. ''Ada yang di incar sama sekretaris nih!'' teriak Izam membuat Nita menjadi malu.
Sementara Gerald hanya bersikap biasa-biasa saja.
''Sotoy banget sih lo!'' Ethan langsung menoyor kepala Izam.
''Ke kelas!'' Ardian langsung mengajak sahabatnya ke kelas.
Mereka langsung berjalan menuju kelas mereka, yaitu kelas Ips 1. Sementara Gerald sedang mengurus sesuatu, mungkin saja ada yang terlambat.
''Gue malas belajar!'' Izam menyimpan tasnya diatas meja.
Dia duduk diatas meja, sementara Etahan duduk di kursinya.
''Lo malas atau lo takut, karna bolos pelajaran ibu Tenri tiga hari yang lalu,'' cibir Rafael membuat Izam cengengesan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
''Yah...salah satunya itu.''
''Kalian tenang aja, papah Ibnu gue udah ngurus semuanya.'' Ardian berkata seraya menyandarkan kepalanya di tembok.
Karna Ardian dan Rafael duduk di dekat tembok.
''Nyogok, ya, Ar!'' tebak Ethan membuat sudut bibir Ardian tersenyum.
''Semua orang butuh duit,'' ucap Ardian santai seraya mengeluarkan rokok elektriknya membuat Leo setuju dengan ucapan Ardian.
''Semua berjalan lancar kalau kita berduit. Untung aja semua sahabat gue orang kaya, jadi gue yakin semua bakalan lancar,'' ucap Leo tanpa beban membuat mereka semua tertawa.
Ardian tersenyum jenaka seraya mengisap rokok elektriknya. ''Simpan rokok lo, Ar. Ibu Tenri udah nggak lama masuk ke kelas,'' saran Rafael kepada sahabatnya itu.
''Ibu Tenri nggak bakalan marahin gue. Papah Ibnu gue udah kasi duit yang bisa dia pake berobat untuk keluarganya di kampung.''
''Wow! Duit emang ajaib bikin orang nunduk.''
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 249 Episodes
Comments
IK
waduuuh papa ibnu main sogokan demi Ardian... kyk ny ortu Ardian manjain bngt Ardian
2023-01-13
2