Ibu Tenri selaku guru yang mengajar di kelas XI ips 1, sudah menelfon kepala sekolah melaporkan Ardian dan antek-anteknya bolos sekolah, sementara dirinya masih di dalam kelas dan di abaikan begitu saja.
''Saya harap kepala sekolah memberikan hukuman berat, agar anak bandel itu tidak mengulang kesalahan yang sudah berulang kali!''
Bu Tenri mengakhiri telfonya dengan kepala sekolah. Lalu matanya tertuju kepada sosok Gerald yang merupakan ketua osis di sekolah.
''Kenapa Gerald, apa kamu mau bolos juga seperti teman-teman kamu, Hah!'' Ibu Tenri memelotokan matanya kearah Gerald.
Gerald hanya menggeleng sebagai jawabannya.
“Dia pikir gue takut?
Gerald melanjutkan catatanya, namun pikiranya terarah kepada kelima sahabatnya. Gerald yakin, akan ada perkelahian hebat antara ARIGEL dan VAGOS.
Ting…
Gerald membuka pesan wa dari salah satu sahabatnya.
Brother Leo
“Rald! Buruan kerumah sakit. Rafael kena tusukan pisau di perutnya!”
Sudah Gerald duga, jika ini akan terjadi. Rafael adalah cowok yang paling bar-bar jika menghajar musuh, dia tidak peduli jika dia
hanya sendiri melawan mereka yang lebih.
dengan gerakan cepat, Gerald memasukkan buku didalam tasnya, lalu memakai tasnya siap meninggalkan kelas.
''Astagah! Kamu mau kemana Gerald!'' Ibu Tenri menatap nyalang Gerald yang bersiap ingin pergi.
Padahal, baru-baru saja anak itu menggeleng tidak ingin mengikuti sahabatnya.
''Maaf bu, Gerald harus nyusul teman Gerald!'' Gerald menjawab dengan suara dingin lalu berlalu pergi.
Ibu Tenri menyandarkan punggungnya di kursi. ''Ketua osis modelan seperti itu?''
***
Gerald sudah sampai di rumah sakit yang sudah menjadi langganan para sahabatnya.
Gerald melihat Leo, Izam, Ethan duduk di kursi panjang yang di sediakan di samping ruangan operasi.
“Kemana, Ardian?”
Gerald langsung menghampiri sahabatnya dengan wajah cemas. ''Gimana keadaan, Rafael?'' tanya Gerald kepada Leo.
Sementara Izam tengah memejamkan matanya sembari bernafas berat. Ethan sedang sibuk dengan telfonya menghubungi orang tua Rafael.
Yang sering terluka diantara mereka berenam saat berantem adalah Rafael, cowok itu tidak takut mati jika berhadapan dengan musuhnya.
''Dokter yang nanganin Rafael belum keluar,'' jawab Leo mengingat sahabatnya di tusuk pisau.
Dan tubuh Rafael yang bersimbah darah langsung jatuh di pelukanya, membuat baju putih yang di kenakan Leo di penuhi darah Rafael.
Lampu ruangan operasi berubah berwarna hijau, sehingga Gerald, Leo, Ethan dan Izam langsung menghampiri dokter yang menangani Rafael.
Muncullah sosok dokter tampan berusia 26 tahun.
''Berantem lagi, Rald?'' meski dokter itu sudah tau, dia tetap mempertanyakannya kepada Gerald.
''Iya, bang,'' jawabnya dengan dokter yang di panggil dengan sebutan bang itu.
Kelima sahabatnya sudah tau, jika Gerald mengenali dokter di depannya.
Dokter Boy merupakan dokter tampan berkarisma, bekerja di rumah sakit yang menjadi langganan Ardian dan kawan-kawanya.
Boy sudah mengenal mereka semua, saking seringnya masuk rumah sakit karna luka yang mereka dapatkan dari perkelahian.
''Kondisi Rafael sudah sedikit membaik, terdapat 6 jahitan di samping perutnya. Tinggal tunggu dia pulih dari obat bius.'' Boy sudah mengenal satu persatu nama-nama teman Gerald.
Dan yang paling sering dia tangani di rumah sakit di antara mereka adalah Rafael tentunya.
Mereka semua bernafas legah mendapatkan jawaban dari dokter Boy. ''Teman kalian itu fisiknya kuat,'' ucap Boy kepada anak muda di depanya.
''Gue tinggal duluan. Rafael akan di bawa sama suster di ruang rawat inap,'' pamit Boy kepada Gerald dan sahabatnya.
''Iya, bang.'' jawabnya serentak.
Boy menepuk pundak Gerald. ''Jangan keseringan berantem, Rald. Ingat masa muda nggak baik di habiskan terlalu banyak hanya untuk hal negatif.'' Boy langsung melenggang pergi.
Dokter tampan itu tidak terlalu mencolos menegur Gerald. Karna dia sadar diri masa mudanya dia pernah seperti ini.
Itu hanya dulu!
''Ardian mana?'' tanya Gerald setelah kepergian Dokter Boy.
''Nggak mau di ganggu dulu,'' jawab Leo dan dibalas anggukan paham oleh Gerald.
***
Rafael perlahan-lahan membuka matanya, aroma rumah sakit langsung tercium di indra penciumannya.
Dia melihat selang infus terpasang di tanganya, dia sudah merasakan sedikit keram di bagian samping perutnya.
Senyuman terbit di wajahnya yang judes saat melihat Izam dan Ethan tidur di sofa seraya berpelukan.
Dia juga melihat Gerald tidur di dibawa lantai, yang di lapisi karpet bulu, wajah cowok itu tetap dingin meskipun dia sedang tidur. Sementara Leo masih bermain game di sofa singel sebelah Izam dan Ethan tidur. Cowok hobi bermain game itu belum menyadari jika Rafael sudah bangun.
Lalu mata Rafael melihat Ardian duduk di samping bansal yang ia tempati. Ia tengah tertidur menyandarkan kepalanya di bansal tempat Rafael.
Rafael yakin, jika sahabtnya itu akan menyalahkan dirinya sendiri karna telah lalai menjaga teman-temanya.
''Ahk, kambing! Gue kalah lagi!'' Leo mantap ponselnya dengan jengkel.
Lalu dia melirik kearah bansal Rafael, ''Raf, lo udah sadar.'' Leo langsung beranjak dari sofa yang dia duduki.
''Jangan berisik lo! Entar mereka bangun!'' desis Rafael.
Leo hanya senyum menanggapi ucapan Rafael, namun lambat, suara Leo sudah membangunkan Ardian.
''Gue senang kali, Raf. Lo udah sadar.''
Ardian membuka matanya dan memperbaiki posisinya. ''Gimana kondisi lo, Raf?'' tanya Ardian dengan suara serak karna bangun tidur.
''Gue bakalan baik-baik seperti biasa. Gue bakalan tetap bangun bagaimanapun luka yang gue dapat,'' sombongnya membuat Leo tertawa.
Rafael akan memberikan jawaban yang sama jika cowok itu terluka dan jika dia sadar, dia akan memberikan jawaban yang sama seperti saat ini.
Gerald yang peka dengan suara langsung bangun. Dia melihat ketiga sahabatnya sedang mengobrol dengan Rafael lalu dia menghampiri bansal Rafael.
Ardian menghembuskan nafas berat. ''Jangan mau mati bodoh, Raf.'' Ardian berkata datar karna sahabatnya itu dari dulu seperti ini.
Rafael terkekeh. ''Kalau mati tinggal di kubur,'' jawabnya santai.
''Kalau Izam sama Ethan bangun, lo bakalan kena siraman kolbu,'' ucap Leo membuat Rafael tertawa kecil, seraya menahan keram di perutnya.
''Mati nggak segampang itu, Raf,'' timpal Gerald dingin.
''Banyak orang yang bakal terluka, jika lo gampangin hidup lo untuk mati,'' lanjut Gerald dingin dan dibalas anggukan setuju oleh Leo.
''Apa yang di bilang Gerald benar,'' timpal Leo.
''Gue cuman bercanda.'' Jika sahabatnya mulai serius, maka jurus andalan Rafael adalah kata bercanda agar sahabatnya berhenti mengkhawatirkan hidupnya yang tidak berguna ini.
Ardian menatap Rafael tajam. Dia sangat tau prinsip sahabatnya, dia tidak takut mati karna dia hidup memang tidak berguna.
''Hm,'' Rafael berdehem jika sudah di tatap tajam seperti ini oleh Ardian.
Ahk, tatapan sahabatnya itu sangat menyeramkan.
''Hmmm,'' Rafael berdehem kembali . ''Gue sayang hidup gue, seperti gue sayang kalian.''
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 249 Episodes
Comments
IK
demi sahabat bu..
2023-01-13
0
ig: ananda.putri865
Jangan lupa like and komen yah🙏
2022-12-15
5