Dio membawa Greta dengan paksa, karna gadis itu memberontak meminta untuk di lepaskan.
Dio sudah berhasil membawa Greta keluar kelas menuju ruangan osis, kepala sekolah selalu mempercayakan masalah seperti ini kepada ketua osis dan juga anggotanya untuk menyelesaikannya.
Kecuali jika ketua osis sudah tidak bisa menanganinya maka kepala sekolah yang akan turun tangan.
''Lepasin tangan lo!'' bentak Kesya kepada Nita yang ingin membawanya keluar kelas menuju ruangan osis.
Nita melepaskan tanganya dari Kesya.
''Kesya bakalan pergi, tanpa lo seret. Modelan caper kayak lo jadi osis mending hempas ke laut aja!'' Puri mengibaskan tanganya kepada Nita membuat gadis itu menunduk lalu pergi dari kelas yang berisi gadis kelas seperti Kesya dan para sahabatnya.
Nanda sempat kasihan kepada Nita.
''Gue duluan,'' pamit Kesya kepada sahabatnya.
''Good luck, Sya!'' teriak Puri.
Ting…
“Jangan terlalu akrab sama mereka, Nan. Kamu nggak tau sifat Kesya itu Gimana.”
Pesan itu dari Gerald, lalu Nanda membalas pesan Gerald dengan kata Ok.
Nanda beranjak dari kursinya untuk keluar, mumpung guru belum masuk kedalam kelas.
''Mau kemana, Nan?'' tanya Puri sementara yang lain menunggu jawaban dari Nanda.
''Mau ke toilet.''
''Mau kita temenin?'' tawar Pute.
Nanda menggeleng. ''Nggak usah, gue bisa pergi sendiri.'' Lepas itu Nanda berlalu pergi meninggalkan ke empat teman barunya itu.
''Dia emang suka sendiri,'' timpal Puri.
Lalu mereka berempat berjalan menuju tempat duduknya.
''Sal, ada oleh-oleh nggak dari Bandung?'' tanya Cika menaik nurunkan alisnya.
''Ada.''
''Mana!'' Puri, Cika dan Pute hampir bersamaan mengucapkan hal yang sama.
''Wajah aku yang tambah cantik.''
Nanda nampak duduk di kursi taman, dia tidak ke toilet melainkan ke taman belakang sekolah, dia memasang earphone di telinganya seraya mengunyah permen karet yang selalu dia bawa kemana-mana.
Nanda memejamkan matanya seraya menikmati lagu bts yang selalu ia putar. Membiarkan semiliar angin menerpah wajahnya yang cantik bak antagonis yang bermain santai.
Nanda tidak sadar jika seseorang duduk di sampingnya. Ia mendengar samar namun ia pikir itu hanya halusinasinya.
Cowok itu tersenyum tipis melihat wajah cantik Nanda di terpah angin, hingga rambutnya yang kecoklatan sedikit bergoyang-goyang.
Cowok itu menatap kedepan, di depan mereka ada bunga-bunga yang indah yang di rawat oleh murid-murid SMA Pelita setiap Sabtu bersih.
''Murid baru udah berani bolos.''
Meski memakai eaephone suara itu terdengar jelas, karna mereka duduk bersebelahan. Nanda membuka matanya secara perlahan-lahan lalu melirik ke arah samping.
Deg
Ia sampai terkejut melihat cowok bertindik, serta rambutnya yang acak-acakan tersenyum menyeramkan kearahnya.
Nanda menatap wajah cowok itu dengan seksama, bulu matanya panjang, alisnya hitam, rahang yang tegas, bibir yang tipis menggoda, hidung mancung serta matanya yang tajam mampu menusuk lawan bicaranya.
Wajahnya yang tampan dan menyeramkan dalam waktu bersamaan. Serta ia menggunakan tindik memberikan kesan badboy, di tambah lagi bajunya ia keluarkan.
Cowok di hadapanya sangat sempurna.
Nanda mengunyah permen karetnya dengan santai, lalu melepas earphone di telinganya.
''Lo ngomong sama gue?''
''Menurut lo gue ngomong sama pohon rambutan di belakang lo?''
Nanda melihat kebelakang, memang ada pohon rambutan yang tidak terlalu lebat di belakangnya,''gue heran aja lo ngajak gue ngomong, padahal kita nggak kenal,'' ungkap Nanda dengan santai membuat cowok itu menyembunyikan senyumanya dengan mukanya yang menyeramkan.
''Tapi lo udah minta tolong sama orang yang nggak lo kenal sama sekali.'' Senyuman devil terbit di wajah cowok itu membuat Nanda terdiam.
Lalu tiga detik kemudian Nanda tersenyum, bukan senyuman manis malahan senyuman yang menantang balik cowok di sampingnya.
''Untung aja gue naik sama teman lo, bukan sama modelan kayak lo.'' Suara Nanda tanya angkuh membuat cowok itu tersenyum tipis yang nyaris tak terlihat.
Nanda beranjak dari kursi yang ia duduki lalu membuang permen karetnya yang sudah tidak mempunyai rasa lagi.
Cowok bertindik itu ikutan berdiri bersedekap dadah di depan cewek angkuh di hadapnya.
''Modelan kayak gue kenapa?'' tanya cowok itu menaikkan alisnya sebelah menantang Nanda.
''Kayak preman.''
''Kayak apa?''
''Kayak P-R-E-M-A-N preman.''
Cowok itu tertawa membuat Nanda bingung.
Ia menjulurkan tanganya kearah Nanda. ''Nama gue Ardian William Adhiyatma.''
Cowok itu adalah Ardian William Adhiyatma.
Nanda melihat tangan Ardian sejenak lalu menyambut uluran tangan Ardian. ''Nanda Raisa Arabela.''
Mereka berdua melepaskan tanganya, Nanda lebih dulu meninggalkan Ardian namun ucapan Ardian membuat langkah kaki Nanda terhenti.
''Tunggu hukuman dari ketua osis aja, ini bolos yang terakhir lo di sekolah ini!'' teriak Ardian dengan santai.
Nanda membalikkan tubuhnya lalu menatap Ardian. Dia mengangkat dagunya menantang cowok bernama Ardian.
''Gue nggak takut,'' ucap Nanda dengan suara angkuh. “Karna ketua osis adalah sahabat gue. Dan gue yakin Gerald nggak bakalan hukum gue berat-berat.''
Sebelum pergi Nanda memberikan senyuman yang sulit Ardian artikan di balik senyuman gadis itu.
''Dasar cewek lampu merah.''
Nanda berjalan menuju kelasnya, sudah hampir tiga puluh menit ia keluar kelas. Semogah saja ibu guru yang mengajar di kelasnya belum datang. Meski kemungkinannya hanya kecil.
Nanda mendengar suara guru menjelaskan dari dalam kelas yang menandakan jika guru yang mengajar sudah masuk.
''Nanda lama banget sih ke toiletnya.'' Puri khawatir karna Nanda belum juga balik.
''Nggak mungkin, kan, jika dia tersesat,'' timpal Pute.
''Atau perlu kita susul Nanda?'' saran Salsa kepada ketiga sahabatnya.
''Kita tunggu sepuluh menit lagi, kalau Nanda belum balik kita susul dia,'' ujar Cika dan dibalas anggukan setuju oleh sahabatnya.
Nanda mencari permen karet di kantong bajunya, namun ia tidak mendapatkanya. ''Udah habis,'' decak Nanda.
Jika dalam keadaan seperti ini, ia membutuhkan permen karet.
''Lo butuh ini?''
Leo yang entah datang dari mana datang membawa tiga permen karet.
Nanda terdiam mengamati Leo, cowok itu sangat tampan ditambah lagi ia senyum kearahnya.
''Ambil.'' Leo menyodorkan permen karet itu yang belum juga di ambil oleh Nanda.
Nanda langsung memgambilnya. ''Makasih.''
Leo tersenyum. ''Sama-sama.''
''Nanda Raisa Arabela!''
Teman sekelas Nanda langsung melirik kearah pintu yang bangkunya dekat pintu masuk.
''Nanda udah ada, tapi kenapa dia belum masuk,'' gumam Salsa.
''Buat apa kamu di situ sama, Leo?''
Pute langsung menatap ke tiga sahabatnya.
''Dia di luar sama, Leo,'' ucap Pute
Leo tertawa mendengar suara ibu Mawar.
''Gue duluan ya,'' pamit Leo dengan senyuman yang mampu memikat siapapun.
''Menunggu apa lagi, masuk!'' perintah ibu Mawar karna Nanda belum juga bergeming.
''Iya, bu.'' Terlebih dahulu Nanda membuka permen karet pemberian Leo lalu masuk kedalam kelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 249 Episodes
Comments