Setiap malam minggu, Nanda selalu datang ke club untuk menghilangkan beban setelah satu minggu full belajar di sekolah.
Nanda tau batasan, jika ia ke club ia hanya meminum orange juice, bukan minuman alkohol.
Gina dan Boy memberikan kepercayaan kepada Nanda, jika dia akan melampaui batasnya.
Bukan berarti Gina dan Boy mempercayai Nanda jadia ia membiarkanya tanpa pengawasan. Boy bahkan menyuruh mata seseorang memata-matai Nanda jika adiknya ke club.
Banyak hal bahaya yang bisa terjadi di club, sementara Nanda hanya seorang gadis tanpa ilmu bela diri.
Nanda melirik jam di pergelangan tanganya, sepuluh menit lagi akan masuk jam 22:00. Menandakan tidak lama lagi ia akan meninggalkan tempat ini dan segara pulang.
Boy menberikan batas waktu untuk Nanda jika bermain ke club, pukul sepuluh malam adiknya itu sudah harus di rumah.
Pak Budi sebagai supir yang mengantar jemput Nanda sudah menunggu di luar.
''Pak Budi!'' panggil Nanda melihat pak Budi sudah menunggu dirinya di dekat mobil.
''Pak Budi Telfon bang Boy, bilang sama dia kalau kita lambat lima menit. Soalnya Nanda mau pipis dulu, udah nggak tahan.''
''Mau saya temenin, Non?''
Nanda menggeleng. ‘’Nanda bisa sendiri, pak Budi tinggal nelfon Bang Boy.''
Nanda langsung melenggang pergi dan masuk kedalam bilik toilet untuk menuntaskan hasratnya.
Setelah buang air kecil, Nanda mencuci tanganya di wastafel.
Ia langsung keluar dari toilet untuk segera menemui pak Budi dan mereka akan pulang kerumah.
''Awkh!'' gadis itu hampir saja terjatuh karna sesuatu sedang menghalangi jalanya.
Ia menggeleng setelah memperhatikan dengan baik-baik, jika sesuatu yang hampir membuatnya terjungkal adalah tangan milik seseorang.
Nanda langsung melototkan matanya saat melihat tubuh cowok yang telentang di tengah penerangan yang minim, mulutnya mengeluarkan banyak darah segar!
Pas ke toilet, ia sempat menginjak tangan ini, namun ia pikir itu hanya kayu saja.
Nanda langsung mengecek denyut nadi cowok itu, denyut nadinya sangat lemah.
Nanda langsung menelfon pak Budi.
“Non Nanda kenapa lama sekali, Boy akan marah jika kita lambat.”
“Pak Budi, buruan kesini! Nggak pake lama!”
Tut…
Nanda langsung mematikan ponselnya, ''siapa yang udah lakuin hal kejih ini.'' Nanda bahkan kasihan melihat kondisi cowok itu yang sangat tragis.
Dengan nafas terengah-engah pak Budi datang. Ia takut terjadi apa-apa dengan anak majikannya.
''Ada ap—''
''Buruan bawa ke mobil, kita bawa dia kerumah sakit!''
''Dia sia—''
''Pak Budi nggak usah banyak tanya. Buruan bawa ke mobil. Kondisinya sangat lemah!''
Pak Budi akhirnya membopong tubuh cowok yang terkulai lemah itu, bahkan baju Nanda berwarna cream terkena cipratan darah cowok itu.
Pak Budi langsung melajukan mobilnya untuk segera kerumah sakit.
Nanda menekan nomor Boy.
“Ra, lo kenapa belum balik! Ini udah jam sepuluh, kata mamah lo belum sampai di rumah.”
Suara Boy di ujung Telfon menyapa Nanda.
''Bang Boy lagi tugas di rumah sakit?'' tanya Nanda di seberang Telfon.
''Sekarang gue lagi di jalan kerumah sakit.''
Boy tentu terkejut.
“Siapa yang sakit? Lo nggak apa-apa, kan, Ra?’
Terdengar suara khawatir dari ujung Telfon.
Nanda akhirnya menjelaskan bagaiamana ia menemukan cowok yang tidak berdaya itu, tidak jauh dari toilet.
“Lo hati-hati kesini, gue tungguin lo di luar.”
Tut…
Boy langsung mematikan ponselnya seraya menyuruh suster menunggu pasien yang di bawa oleh adiknya.
Suster sudah mendorong bansal keluar, saat Boy memberikan intruksi saat melihat mobil yang mengantar Nanda sudah berada di luar.
''Ini gimana bisa terjadi, Ra?'' tanya Boy setelah adiknya keluar mobil.
Sementara cowok yang ia bawa dalam keadaan kritis sudah didorong masuk menuju UGD.
Nanda menarik nafasnya dalam. ''Gue nggak tau, pas gue balik dari toilet itu cowok udah kayak gitu. Mulutnya sampai penuh darah, kondisi dia juga lemah.'' Nanda menjelaskan secara detail.
''Jangan sampai pihak kepolisian cari lo soal kejadian ini.''
Nanda menaikkan alisnya sebelah. ''Kenapa gue harus takut? Gue, kan, cuman nyelamatin orang. Gue masih punya hati bang, nggak mungkin gue biarin tuh orang mati di sana. Gue juga kasihan lihatnya. Siapa sih yang tega buat dia sampai setragis itu, anak orang hampir meninggal.''
Boy mengangguk membenarkan ucapan adiknya.
Suster datang memanggil dokter Boy untuk segera menangani seseorang yang di bawa oleh Nanda.
''Lo tunggu di sini. Gue masuk dulu. Baju lo ganti dulu, bau amis.'' Lepas itu Boy langsung melenggang pergi meninggalkan Nanda.
''Ganti baju? Emangnya gue bawa baju ganti ke club?'' gumam Nanda seraya berjalan menuju kursi dekat ruangan UGD.
***
sinar mentari pagi masuk menerobos jendela kamar milik gadis bernama Nanda Raisa Arabela. Karna tidur begitu larut membuatnya bangun kesiangan.
''Ara!''
Ketukan pintu dari luar membuat Nanda dengan terpaksa membuka matanya.
''Bangun, Ra! Udah siang. Nggak baik gadis belum bangun jam segini!''
Nanda melirik jam di dinding kamarnya, sudah menunjukkan pukul 09:30. Ia lupa satu hal, jika pagi ini ia harus kerumah sakit untuk menjenguk cowok yang semalam ia tolong.
''Iya, Mah! Ara udah bangun. Ini mau mandi!'' teriak Nanda dari dalam kamar seraya turun dari tempat tidurnya yang membuat minggunya nyaman jika berdekatan dengan tempat tidur.
''Mandi, Ra!''
''Iya, Mah! Ini udah mau ke kamar mandi.''
''Kalau udah mandi langsung turun ke bawa sarapan siang!'' Lepas itu Gina pergi dari depan pintu kamar Nanda.
Nanda tertawa kecil saat mamahnya itu mengatakan sarapan siang, bukan sarapan pagi.
setelah mandi sekitar dua puluh menit, dan sudah bersiap-siap untuk pergi kerumah sakit.
Ia mengenakan baju kaos berwarna hitam, lalu mengenakan celana jeans berwarna biru. Tidak lupa ia menyelipkan tiga permen karet di saku celana jeansnya.
Nanda menuruni anak tangga untuk turun ke bawa untuk makan. Jika ia tidak makan, kemungkinan besar mamahnya tidak akan mengizinkannya keluar.
Nanda melihat jika belum ada tanda-tanda Boy pulang pagi, cowok itu sepertinya lembur di rumah sakit.
''Makan sendiri,'' gumam gadis itu. Ia tau jika mamahnya sedang berada di taman bunga melihat kondisi bunganya setiap hari, bahkan setiap jam ia mengecek kondisi bunganya.
''Mau mamah temenin makan?'' tanya Gina yang datang dari arah dapur membawa gunting untuk memangkas daun bunganya yang menurutnya jelek.
''Nggak usah, mending ngurusin aja anak kandung mamah.'' Nanda mengunyah roti tawarnya membuat Gina menggeleng.
''Yaudah, mamah mau kebelakang dulu urus bunga mamah.''
''Nanda juga mau minta izin, mau keluar bentar.''
''Jangan kesorean pulangnya.''
Nanda mengangguk lalu kemudian Gina membalikkan tubuhnya untuk ke taman bunganya.
''Mah, papah kapan pulang? Udah kangen nih mau makan bareng. Semenjak kita pindah ke Jakarta papah belum jengukin kita.''
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 249 Episodes
Comments
miyura
aku menunggu othor...
2022-12-29
0
Syifa
lanjut thor
2022-12-29
0
Kyli
Up lagi thor
2022-12-29
0