Ardian melepaskan helm fullfecnya, saat lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah. Di tengah teriknya matahari Ia melihat sekelilingnya lalu salah satu penjual es buah membuatnya meneguk salivanya susah payah.
Ia memakai kembali helmnya lalu memutar motornya, untuk menghampiri penjual es buah yang akan pas untuk tenggerokanya siang-siang bolong begini.
Hari ini ia bolos setelah ia masuk kelas sebentar, tiba-tiba saja mood belajarnya rusak karna mengingat anak VAGOS.
Anak VAGOS harus segera ia dapatkan, jika tidak, ia tidak akan tenang.
‘’Ingat kata mamah, ya, Ar. Jangan jajan sembarangan!”
Ardian sudah berhasil menghampiri penjual es buah tersebut, dan siap-siap ingin turun dari motornya. Namun tiba-tiba saja suara Mamah Tari muncul dalam benaknya.
Ardian tersenyum tipis, melepaskan helmnya lalu turun dari motor sportnya.
“Maafin, Ardian, Mah. Ardian lagi jajan di pinggir jalan.” Cowok itu hanya membatin seraya duduk di kursi yang sudah di sediakan untuk para pembeli.
Ardian memesan satu es buah, lebih tepatnya es agar-agar. Karna isi es buah itu lebih banyak agar-agarnya. Buahnya hanya ada dua macam, cuman semangka dan pepaya saja.
Ia menyantap es buah yang dibawa oleh bapak-bapak tersebut.
Ardian mulai memakanya seraya merasakan, apakah ini enak atau tidak.
Ardian tersenyum kecil seraya menggelengkan kepalanya saat ia berhasil mencicipi es di hadapanya. ''Meski hanya terbuat dari agar-agar, tapi rasanya sangat enak.'' Ardian menghabiskan es buah tersebut hingga tandas.
Ardian berinisiatif akan menyuruh sang mamah untuk membuatkanya es buah. Dia yakin, es buah buatan mamahnya akan lebih enak dari yang ia makan sekarang.
''Harganya berapa?'' tanya Ardian kepada bapak penjual es buah tersebut.
''Sepuluh ribu.''
Ardian merogoh saku bajunya dan mengeluarkan uang 20 puluh ribu. Ia menyimpan uang diatas meja tempatnya makan lalu bapak itu datang memgambilnya.
''Lebihnya masih ada!'' teriak bapak itu setelah melihat Ardian sudah membunyikan motornya.
Ardian tidak mendengar suara bapak itu, karna suara motornya yang keras pergi meninggalkan penjual es buah tersebut.
Mata Ardian menyipit saat matanya menangkap sosok gadis yang tidak asing bagi indra penglihatannya.
''Cewek lampu merah itu kenapa di situ?'' gumam Ardian melihat Nanda tengah duduk di kursi panjang pinggir jalan.
Ia mengarahkan motornya kearah objek yang ia lihat, semakin ia mendekatkan motornya semakin wajah gadis itu berubah.
''Damn!!!'' Ardian langsung mengumpat saat melihat dari dekat jika gadis itu bukan Nanda.
''Ngapain juga gue sampai kesini!'' decaknya lalu kembali melajukan motornya.
Ardian mengendarai motornya begitu cepat, hanya beberapa menit saja ia sudah sampai di rumah orang tuanya.
Tari yang sedang menonton tv samar-samar mendengar suara motor anaknya langsung berdiri dari sofa yang ia duduki.
''Ardian!'' Tari langsung menghampiri anaknya yang sedang membuka helmnya.
''Kenapa cepat pulang sekolah, hah!?'' Tari berkacak pinggang melihat Ardian begitu cepat pulang sekolah.
''Bolos, Mah.'' Ardian menjawab dengan gamblang membuat Tari langsung menarik telinga Ardian.
''Kamu, ya, Ar. Udah capek Mamah kamu ini, bangun subuh buatin kamu bekal untuk ke sekolah. Tapi kamu malas bolos!''
''Ampun, Mah!'' Ardian meringis saat Tari menjewer telinganya sampai di depan pintu utama.
Tari mengusap telinga anaknya, saat melihat telinga Ardian memerah. ''Udah mamah bilang, jangan bolos. Kamu sih, Ar, bandel banget.'' Tari mengoceh seraya mengusap telinga anaknya yang memerah karna ia jewer.
''Duit papah Ibnu, kan, banyak, Mah. Jadi bisalah buat nyogok nilai.'' Ardian cengengesan membuat Tari menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
''Ngomong sama kamu sama aja kayak papah kamu. Semua serba duit.'' Tari berjalan masuk kedalam rumah di ikuti oleh Ardian dari belakang.
Ardian duduk di kursi sofa bersama dengan Tari. ''Apa kata sahabat kamu?'' Tari bertanya dengan senyuman mengambang kepada Ardian.
Ardian menaikkan alisnya sebelah. “Maksud mamah tanggapan apa?”
''Kue yang mamah buat untuk sahabat kamu, apa kata mereka? Apakah kuenya enak? Atau mereka minta tambah?''
Ardian terdiam, ia lupa memberikan kue itu kepada sahabatnya.
''Udah, Mah.'' Ardian berkata bohong.
''Apa kata mereka?'' tuntut Tari dengan tidak sabaran.
''Kata mereka kue buatan mamah Ardian semuanya enak.''
Tari tersenyum mendapatkan jawaban dari Ardian. ''Udah mamah duga, kalau kue buatan mamah akan enak dan di puji sama sahabat kamu.''
Ardian tidak ingin ketahuan berbohong, dengan terlalu lama mengobrol dengan Tari Disini. Ia pamit keatas untuk istirahat seraya membawa tasnya.
Padahal, Ardian selalu terbiasa pulang sekolah menyimpan tasnya di kursi sofa, Tari yang akan membawanya naik ke kamarnya.
Namun hari ini, Ardian tidak melakukan hal tersebut.
***
Bell pulang sekolah berbunyi, seluruh murid-murid SMA Pelita membereskan buku mereka untuk segera pulang kerumah masing-masing.
Kelas IPS nampak ramai, karna Nita tiba-tiba jatuh pingsan. Untung saja guru yang mengajar di kelas IPS belum keluar kelas.
''Nunggu apa kalian, gendong Nita menuju uks!'' perintah ibu guru yang mengajar di jam terakhir di kelas mereka.
''Gendong, Zam. Nggak mungkin cewek-cewek lo suruh buat gendong Nita ramai-ramai ke Uks!'' celetuk Ethan.
''Lo aja, Sethan. Lo sama Vani, kan, lagi berantem, lo bisa gunain kesempatan ini buat gendong Nita. Biar Vani cemburu dan datang sama lo buat jangan perhatian sama cewek lain!'' Izam menberikan saran membuat Ethan nampak berpikir.
Hanya ada sahabat Ardian di kelas yang laki-laki. Sementara laki-laki kelas IPS yang lain sudah pulang.
Dan hanya ada perempuan di kelas mereka sepuluh orang. Tapi, mereka tidak akan bisa membawa Nita ke uks karna jaraknya lumayan jauh dari kelas mereka.
''Rafael, kamu yang gendong Nita.'' Ibu itu memberikan perintah kepada Rafael.
''Ibu nggak salah nyuruh saya?'' Rafael menaikkan alisnya sebelah.
''Aduh, Bu. Rafael baru selesai operasi bagian perut. Masa iya udah di suruh gendong Nita,'' celetuk Izam membuat Leo mengalengkan kepala tak habis pikir dengan tingkah para sahabatnya.
''Kalian tega amat sih sama teman kelas kalian sendiri!'' Gadis berkacamata bernama Luna itu angkat suara seraya membaringkan Nita di pahanya di bawa lantai kelas mereka.
Karna belum ada yang bergerak menggendong Nita menuju uks.
Rafael bisa saja meggendong siapapun dalam kondisinya habis operasi, namun sekali lagi ia tegaskan ia tidak mau melakukan hal itu.
''Gendong, Nita.'' Gerald menyenggol lengan Leo.
''Ok.'' Leo langsung menggendong tubuh Nita keluar kelas untuk menuju uks.
''Gerald, Telfon orang tua Nita untuk menjemput Nita di uks. Ibu akan ke uks menunggu sampai orang tua Nita datang.''
Gerald mengangguk mengiyakan ucapan ibu guru tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 249 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Wkwkwk untung aja bukan Gerald yg gendong,Mungkin itu cuman modus nya Neta doang,Td kan Gerald udah hendong Nanda ke UKS 🤣🤣
2023-03-09
0
miyura
lanjut othor..
2022-12-28
0
إيان
up lg dong thor
2022-12-27
0