Laras kini resmi menempati kost di mana Anisa ngekost, dia senang sekali. Setiap hari berangkat kerja bareng, hingga tak terasa sudah setengah bulan Laras bekerja di kedai kopi milik Andre.
Selama itu juga, Laras tidak pernah di cari oleh suaminya. Menelepon pun tidak, Danu bahkan lebih lengket dengan gadis SMA itu. Laras pun tak peduli dengan suaminya itu, bahkan dia sangat bersemangat dalam bekerja.
Suatu hari di jam makan siang, Laras mendapat telepon dari nomor yang tidak di kenal. Dia menatap ponselnya yang berdering keras, membuat Anisa menoleh ke arahnya heran.
"Siapa yang telepon?" tanya Anisa.
"Ngga tahu, nomor tidak di kenal." jawab Laras.
"Abaikan aja, pasti orang iseng." ucap Anisa.
"Tapi ini seperti nomor rumah atau kantor." ujar Laras yang masih menatap ponselnya yang berdering.
"Ya udah angkat aja.,Siapa tahu dari orang penting." usul Anisa.
Laras akhirnya menjawab telepon itu.
"Halo, apa benar ini nyonya Amanda Larasati?" tanya seorang perempuan di seberang sana sopan.
"Iya benar, maaf ini siapa ya?" tanya Laras penasaran.
"Saya asistennya dokter Samir. Anda di minta untuk datang ke rumah sakit oleh dokter Samir. Apa anda bisa datang hari ini?" tanya perempuan yang mengaku asisten dokter Samir.
Laras mengernyitkan dahi, dokter Samir? Siapa ya?,tanya Laras dalam hati.
"Rumah sakit mana mba? Dan ada apa ya?" tanya Laras bingung.
"Di rumah sakit kanker harapan kita. Anda bisa datang sekarang?" tanyanya lagi memastikan jawaban Laras.
Laras menatap Anisa yang sedang mendengarkan pembicaraan Laras dengan asisten dokter itu. Dia menutup ponselnya dengan tangannya.
"Aku di suruh datang ke rumah sakit yang dulu ibu Ramona di rawat.." ucap Laras pada Anisa berbisik.
"Ya udah, kamu kesana aja. Mungkin ada yang penting." ucap Anisa ikut berbisik.
"Nanti di dapur bagaimana? Aku ngga enak ninggalinnya." kata Laras.
"Udah nanti aku yang bilang, kamu lagi ada undangan penting." kata Anisa.
Laras pun mengangguk, dia kemudian membuka tangannya yang tadi menutup sambungan telepon.
"Halo mba, saya bisa datang ke rumah sakit.",kata Laras memastikan jawabannya.
"Baik nyonya Laras,anda bisa langsung ke ruangan dokter Samir di rumah sakit."
"Baik mba."
"Terima kasih nyonya Laras, saya tutup teleponnya."
Klik!
Lalu Laras memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Anisa memperhatikan raut muka Laras yang kebingungan.
"Apa katanya?" tanya Anisa penasaran.
"Aku harus ke rumah sakit sekarang. Boleh ijin kan sebentar?" tanya Laras pada Anisa.
"Kamu bilang aja sama pak Andre, bilang ada keperluan."
"Tapi takut kak Andre curiga mau kemana. Soalnya kak Andre belum tahu aku sudah menikah, dan ...."
"Ya jawab jujur aja mau ke rumah sakit. Lagi pula kamu ngga tahu kan kamu di suruh ke rumah sakit mau apa." kata Anisa lagi.
"Iya sih, aku juga penasaran. Ya udah, aku ke kak Andre dulu mau ijin."
Lalu Laras pergi meninggalkan Anisa yang masih duduk menikmati makan siangnya. Agak lama Laras mendapatkan ijin dari Andre, dia harus berbohong terlebih dahulu sebelumnya pada bosnya itu. Dia bilang ingin menjenguk pengurus yayasan panti asuhan di mana dia pernah tinggal agar Andre tidak terlalu curiga.
Walau dia juga tidak tahu kenapa dokter yang dulu merawat mertuanya itu menyuruhnya ke rumah sakit untuk menemuinya. Setelah dia sudah dapat ijin, Laras memesan ojek online. Tak berapa lama ojol pun datang,Laras langsung naik ojek menuju rumah sakit yang di tuju.
_
Sampai di rumah sakit, Laras langsung bergegas ke ruang dokter Samir setelah dia bertanya pada resepsionis di mana ruangan dokter Samir.
Tok tok tok
Laras mengetuk pintu pelan. Tak lama pintu terbuka, terlihat seorang perawat tersenyum padanya dan mempersilakan Laras masuk. Laras masuk dan melihat sekeliling ruangan dokter Samir, dia melihat dokter yang berperawakan tinggi dan berwajah campuran India-Sunda. Muka India tapi kulit Sunda yang putih bersih. Ganteng, pikir Laras.
"Silakan duduk nyonya Laras." kata dokter Samir.
"Terima kasih dokter." ucap Laras, dia menatap dokter Samir dengan rasa penasaran sejak di kedai tadi.
"Begini nyonya Laras..,"
"Jangan panggil nyonya dokter, saya masih muda." ucap Laras membuat dokter Samir tertawa kecil.
"Anda sudah menikah, jadi saya panggil nyonya. Tidak salah bukan?" kata dokter Samir tersenyum.
"Iya, tapi ...."
"Begini, itu tidak masalah dengan panggilan nama. Saya hanya mau menyampaikan amanat ibu Ramona sebelum beliau meninggal. Saya di titipi surat oleh ibu Ramona. Maafkan saya waktu ibu Ramona meninggal saya tidak ada di rumah sakit karena saya sedang di luar negeri, jadi surat wasiat ibu Ramona baru saya sampaikan sekarang. Sekali lagi saya minta maaf." ucap dokter Samir.
"Iya dok, tidak apa-apa. Saya juga tidak tahu kalau mertua saya meninggalkan surat wasiat." kata Laras.
Lalu dokter Samir mengambil sebuah surat dari dalam laci mejanya. Dia memberikan surat itu pada Laras. Laras menerima surat itu dengan ragu dan heran. Bukankah ada anaknya, mas Danu. Apa mas Danu tahu ibunya memberi surat wasiat?
"Dokter, mm..apa suami saya juga di beri surat juga? Soalnya kan dia anaknya." tanya Laras ragu.
"Iya, pak Danu juga di kasih surat juga. Nanti sore beliau datangnya, jadi saya pikir anda lebih dulu yang saya kasih tahu. Mungkin surat itu penting." ucap dokter Samir.
Laras menatap surat itu, dia juga penasaran dengan isinya. Dia tidak memikirkan tentang warisan atau apapun,namun begitu tetap saja penasaran apa isi surat itu.
"Baiklah dokter, terima kasih atas suratnya. Saya permisi dulu." ucap Laras.
"Iya, silakan."
Laras keluar setelah menyalami dokter tampan itu. Dia masih memegang surat itu hingga di koridor rumah sakit. Laras mencari tempat duduk yang sepi pengunjung untuk membaca isi surat itu.
Laras menuju taman rumah sakit, yang mana hanya ada orang-orang menyendiri. Laras duduk di bangku di bawah pohon cemara. Perlahan dia membuka sampul surat itu, kemudian mengambil isinya lalu membacanya dengan pelan dan penuh penghayatan di setiap kalimatnya.
Surat itu berbunyi...
'Assalamu alaikum Laras...
Setelah kamu membaca surat ibu, ibu sudah tidak ada lagi. Ibu minta maaf pada kamu karena memaksamu menikah dengan anakku Danu.
Ibu hanya minta satu hal dari kamu, apapun yang terjadi dalam rumah tanggamu dengan Danu, kamu jangan pernah meninggalkannya. Ibu hanya minta itu saja, Laras menantu ibu. Ibu yakin kamu bisa menghadapi Danu yang keras kepala dan angkuh itu.
Sekali lagi, ibu minta sama kamu. Jangan pernah meninggalkan Danu, apapun yang terjadi.
Mertuamu,
Ramona.
Sampai kalimat terakhir, Laras diam. Dia tidak tahu harus bagaimana. Sedangkan dia sendiri sudah di usir oleh suaminya. Wajah sedih dan bingung terlihat.
"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Laras bingung.
Lama Laras berdiam diri di taman itu, dia masih bingung dengan isi surat itu. Apakah dia akan kembali ke rumah suaminya? Tapi bagaimana jika suaminya itu tetap mengusirnya? Bagaimana dengan surat wasiat itu?
Setelah lama berpikir, akhirnya Laras bangkit dari duduknya. Dia kembali ke kedai kopi, malanjutkan pekerjaannya walau dia masih bingung. Dia akan menunggu suaminya menghubungi.,Dia yakin surat untuk suaminya juga isinya tidak jauh beda dengan dirinya.
Jika Danu tidak mengabaikan surat wasiat ibunya,,Laras pasti di jemput untuk pulang kembali ke rumahnya. Entahlah, Laras juga masih bingung.,Dia akan menunggu di hubungi oleh Danu.
_
_
*****************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
heni diana
Suratnya sangat membingungkan laras,, kmu ngikut suami mu aja ras klo dia mau mengikuti wasiat bu romana dan merubah sikapnya kmu kembali aja dan perbaiki semuanya mulai lagi dri awal tpi klo kmu d sakitin terus g usah lah ras bikin makn ati aja..
2022-12-17
1
Aisyah Luqman
g sah kembali ras ...
udah mati aja loh mertuamu
lagian analx kayak setan
ngapain d ikutin bkn sakit hati
2022-12-17
1
Anita Almantik
udah meninggal bu ramona bikin laras bimbang....
apakah isi ny juga sama
atau ad hal yg d rahsiakan oleh bu ramona...
wkt bu ramona meninggal.
Danu curiga jangan jangan pacar Danu yg bikin ulah
2022-12-17
1