Kegelisahan di Hari H

Keesokan harinya.

Hari H pun telah tiba, hari di mana sangat dinantikan oleh keluarga besar dan sangat ditunggu juga oleh calon mempelai. Apalagi kalau bukan sebuah hari pernikahan antara Ilyas dan Zahra.

Meski pernikahannya sederhana dan hanya dilakukan di rumah Zahra dengan akad saja tanpa adanya resepsi, tapi itu semua mampu mengeluarkan banyak uang dan tentunya juga cukup banyak mengundang orang untuk hadir di peresmian sepasang dua sejoli yang akan menikah hari ini.

Kini Zahra sudah siap memakai gaun pengantin berwarna putih dan berhiaskan mahkota kecil di kepala yang dihiasi sedemikian rupa menggunakan hiasan adat Jawa. Sedari tadi Zahra hanya diam membisu seraya terus menatap pantulan dirinya di depan cermin. Dia terus saja gelisah dan tidak percaya jika hari ini akan tiba. Tapi hatinya merasakan tidak tenang dikarenakan tubuhnya malah semakin bertambah sakit, dengan mual yang sering terjadi, dan pusing yang juga sering mampir di kepalanya.

Hati Zahra merasa was-was jika apa yang ia takutkan beneran terjadi dan malah membuat kacau pernikahan ini. Di dalam hatinya pun terus berdoa agar semuanya diberikan kelancaran dan tidak membuat dirinya pingsan di tengah jalan.

"Ya Tuhan, tolong kuatkan Aku agar aku mampu melewati serangkaian acara ini dan jangan buat kekacauan yang berasal dari diriku," gumam Zahra dalam hati terus saja berdoa meminta dirinya dikuatkan dalam melaksanakan pernikahan ini. Dirinya merasa tidaklah baik-baik saja.

"Kamu cantik sekali, Nak. Semoga kamu bahagia bersama pilihan kamu. Ibu akan selalu mendoakan yang terbaik buat anak-anaknya. Dan ibu akan selalu ada di saat keadaan kamu dalam masa tersulit sekalipun. Jangan pernah merasa Jika kamu sendirian dan tidak akan ada yang menyayangimu. Tapi percayalah kalau ibu akan selalu ada di sampingmu dalam hal apapun." Mala mengusap sayang penuh perasaan kedua pundak Zahara dan menatapnya di balik cermin. Dia begitu menyayangi saha layaknya anak kandungnya sendiri karena Zahra ini merupakan anak pendiam sahabat baiknya. Dan setiap Zahra memiliki masalah Mala orang pertama yang selalu ada di dekatnya.

Zahra pun tersenyum berusaha menyembunyikan kerisawannya. "Terima kasih Ibu sudah selalu ada menemani hari-hari Zahra dan juga menyayangiku seperti anak kandung ibu sendiri. Terima kasih juga karena ibu selalu saja membelaku dalam segala hal. Dan maafkan Zahra jika selama ini aku belum mampu membahagiakan ibu dan malah sering merepotkan ibu." rasa sayang kepada Ibu sambungnya pun tadi pungkiri begitu besar sehingga jarak diantara mereka tidak ada. Karena yang ada hanyalah ikatan tali persaudaraan yang kuat layaknya ibu dan anak.

"Seorang ibu akan selalu ada di saat anaknya membutuhkan sesuatu. Dan akan selalu menyayanginya hingga akhir waktu. Sekarang kita waktunya keluar kamar. Di luar pasti sudah banyak yang menunggu kedatangan kamu. Ayo?" Mala mengajak Zahra berdiri.

Dan seketika rasa gugupnya kembali datang lagi di saat Mala sudah mengajaknya ke depan untuk bergabung bersama para mempelai pria yang sudah datang.

Sedangkan keadaan di luar kamar, terlihat sibuk menyambut keluarga pengantin pria datang. Papanya Zahra tengah mempersilahkannya para tamu yang hadi untuk masuk.

"Selamat datang di kediaman kami. Silahkan masuk!" Anton dengan ramah menyambut para tamu undangan.

Sedangkan sedari tadi ada sepasang mata yang terus menatap sinis tidak menyukai pesta pernikahan ini. Namun dia selalu berdoa jika pestanya hancur gara-gara Zahra hamil.

"Semoga saja pesta ini kacau berantakan agar Ilyas tidak menikah dengan Zahra. Dan akan ku pastikan akulah pengganti Zahra sebagai mempelai wanitanya." gumam Kiara menatap kagum pria yang ia sukai.

Kiara berusaha tersenyum menyambut semuanya, padahal hatinya menjerit tidak menerima pernikahan ini dan terus berdoa agar semuanya batal berantakan.

"Masya Allah, Zahra! Kamu cantik banget! Aku tidak menyangka Zahra dan Ilyas akan menikah juga. Aku pikir kalian ini hanya main-main saja karena sering bercanda. Eh tak tahunya ternyata beneran," ujar Kyara temannya saat sekolah SMA dulu. Teman yang ia miliki satu-satunya. Dia begitu takjub akan perubahan Zahra yang terlihat cantik dan anggun. Dia juga tidak menyangka Zahra akan berjodoh dengan Ilyas kakak kelas yang sering mengatai Zahra culun.

Zahra yang sedang berjalan beriringan dengan ibu sambungnya pun tersenyum ramah menyembunyikan rasa pusing yang ia rasa.

"Sudah takdir ku." Tak banyak kata yang keluar dari bibir mungilnya. "Termasuk mengandung tanpa suami juga sudah menjadi takdirku," lanjut batinnya.

"Iya, kau benar. Ini memang sudah menjadi garis takdirmu. Jika aku yang menjadi kamu, pasti aku akan bahagia dan berlapang dada untuk menerimanya. Siapa sih yang tidak tertarik dengan seorang Ilyas kakak kesal tertampan berprestasi di sekolah kita? meski dia play boy semua wanita pasti akan suka padanya. Tapi tetap dia kalah ganteng dengan Bang Beni" Kyara terus saja nyerocos panjang lebar membayangkan jika dia yang menjadi Zahra menikah dengan pria pujaannya.

Kyara sama Kiara beda ya. Kyara temannya Zahra, sedangkan Kiara kakak tirinya Zahra.

Sepanjang langkah menuju depan, Zahra terus melamun sampai kepalanya terasa berat dengan perut terasa mual. namun Zahra mencoba menguatkan diri agar pernikahannya berjalan dengan lancar. Zahra menggelengkan kepalanya, sesekali mengetuk-ngetuk dahinya. "Ayo dong jangan pingsan dulu," batin Zahra.

"Kau kenapa, Zahra? Apa kepalamu sakit?" tanya Kyara panik melihat Zahra terus mengetuk dahinya.

"Kamu sakit sayang?" kali ini Mala yang bertanya di saat mendengar pertanyaan Kyara.

"Hah! Tidak, Kya. Dahiku gatal, jadi aku ketuk saja. Kalau di garuk sudah biasa. Aku tidak apa-apa kok, Bu. Aku baik-baik saja." Zahra mencoba mengelak, dia sendiri juga bingung kenapa sampai bisa begitu. Dan yabg pasti dirinya sudah mencoba mempertahankan diri di saat keringat dingin mulai membasahi.

Ilyas sudah gugup, keringat dingin sudah bercucuran, dia terus beristighfar agar tenang. Matanya tertegun ketika melihat Zahra berjalan menghampirinya. Jantungnya semakin berdebar-debar, dan semakin berdetak hebat saat memandangi wajah Zahra yang terlihat sangat cantik.

"Semoga pernikahan ini lancar." doa Ilyas dalam hati.

Zahra pun sudah duduk di samping Ilyas, dia mencoba tersenyum manis dengan kepala semakin teramat pusing, mata sayu.

"Apa kau sudah siap, Ilyas?" tanya Anton memastikan kesiapan Ilyas dalam mengucapkan sebuah janji suci.

"Saya sudah siap, Om." dengan lantang dan penuh keyakinan ias pun menjawabnya tanpa ada keraguan sedikitpun. Dia sempat melirik Zahra dan merasa khawatir melihat wajah pucatnya Zahra.

Setelah semuanya siap, Anton pun langsung mengulurkan tangannya ke depan dan di sambut oleh Ilyas.

"Saya nikahkan dan kawinkan engkau..."

Bruuukk....

"Zahra...!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!