Khawatiran Zahra

Selepas melakukan berbagai macam acara hingga selesai di gelar, Zahra langsung berpamitan kepada orang-orang yang beristirahat sejenak di kamarnya. Padahal itu hanyalah alasan saja karena Zahra ingin memastikan sesuatu.

"Ayah, Ibu, Zahra mau ke kamar dulu ingin istirahat sejenak. Rasanya badan Zahra terasa kurang enak badan." Gadis bermata sipit itu berpamitan dulu kepada orang tuanya sebelum menuju kamar.

"Ya sudah, kamu istirahat biar badan kamu jauh lebih enak lagi karena besok adalah hari pernikahan mu. Jadi besok kamu harus terlihat lebih segar, fresh dan tentunya tidak sampai sakit. Ayah tidak ingin kamu sampai sakit sebelum menikah," ujar Anton memperingati sekaligus menyarankan Zahra istirahat. Dirinya memang melihat gurat lelah di wajah anaknya namun, pria itu tidak ingin hanya karena rasa lelah yang Zahra rasakan membuat hari pernikahan mereka kacau.

Zahra memaksakan tersenyum meski hatinya terasa tersinggung atas ucapan Ayahnya. Bagaimana dirinya bisa sehat jika badannya terasa tidak sehat? Mungkin saja ini ada pengaruhnya dari hal yang Zahra takutkan.

"Ayah, kau ini bicara apa sih sama anak saja bicaranya kok gitu? kita tidak bisa tahu kapan kita sakit dan kapan kita sembuh karena semuanya hanya Tuhan yang menentukan. Kita ini hanya bisa berusaha dan berdoa. Kita hanya bisa doakan yang terbaik buat Zahra agar pernikahannya dilancarkan dan badannya disehatkan." saran bijak dari Mala membuat Zahra terenyuh. Mala yang hanya Ibu sambung terasa sebagai ibu kandung, karena perlakuan Mala selalu baik kepada Zahra dan tidak pernah membedakan anak-anak kandungnya anak-anak disambungnya.

"Kau se..."

"Sudah, Zahra. Mending kamu masuk saja ke dalam kamar dan istirahat yang cukup." Mala menyarankan Zahra agar tidak menghiraukan lagi perkataan Ayahnya. Dan hal itu dianggap oleh Zahra lalu beranjak dari sana.

Anton memperhatikan wajah anaknya yang terlihat murung dan pucat. Dia juga merasa kasihan karena mungkin Zahra sedang tidak enak badan. Tapi karena besok hari H, Anton ingin Zahra tidak sakit dan berharap anaknya itu istirahat total agar badannya kembali sehat.

"Kau ini kenapa selalu membalasnya, Mala? Saya berbicara seperti itu agar Zahra mau menjaga daya tahan tubuhnya agar tidak sakit. Tapi kau malah seakan tidak menyetujui yang ku bicarakan," seru Anton cukup kesal atas cara Mala membela Zahra.

"Aku hanya tidak ingin membuat Zahra sedih karena Mae terus mengekangnya, terus menerus harus mengikuti kemauan dirimu. Zahra juga memiliki perasaan terhadap apa yang ia rasa. Tapi dia tidak bisa mengungkapkan hal itu dikarenakan menghormati dirimu sebagai Ayahnya. Selama ini Zahra selalu menurutimu dan apa kesehatan juga harus di turuti sedangkan yang mengatur itu Tuhan, bukan kau ayahnya."

Selama ini Zahra memang termasuk anak yang penurut terhadap orangtuanya. Gadis itu tidak pernah sedikitpun melawan ayah ibunya. Selama hidupnya selalu di abdikan oleh orangtuanya. Dan Mala tidak ingin di hari pernikahannya Zahra, gadi itu merasa di kekang lagi.

Gadis bernama Zahra itu melangkah pelan seraya memeganginya perutnya yang kembali terasa mual. "Ini kenapa terjadi lagi? mual sekali rasanya. Aku takut jika ternyata ucapan Kiara ada benarnya juga. Jika itu terjadi Apa yang harus dilakukan?"

Setibanya di dalam kamar, Zahra langsung mencari ponselnya ingin memastikan sesuatu. Dia membuka benda persegi itu kemudian melihat kalender yang tertera di sana. Tangannya gemetar, matanya terbelalak kaget saat mengetahui tanggal harinya sudah terlewat 3 hari dari tanggal biasanya .

"Sudah lewat tiga hari. Ini tidak biasanya! Apa mungkin aku...!" Zahra di buat terkejut akan situasi saat ini. Dirinya menggelengkan kepala tidak ingin mempercayai hal ini dengan tangan menutup mulutnya dan tubuh terduduk di tepi ranjang. Sungguh ini adalah hal yang paling di takutkan oleh Zahra.

"Ilyas, aku harus menelpon Ilyas." Dan di saat panik seperti itu, Zahra ingin memberitahukan Ilyas dan meminta saran apa yang harus ia lakukan agar dirinya tenang dan tidak panik.

Zahra berdiri menghubungi calon suaminya, tangan kirinya bertolak pinggang, tangannya memegang ponsel lalu di tempelkan ke telinganya menunggu dering telepon dan berharap di angkat.

Tubuhnya mondar-mandir bolak balik dengan hati penuh ketidaktenangan serta rasa gelisah akan sebuah kenyataan hampir bersamaan menakuti diri.

"Ayo Ilyas angkat!" Zahra sudah sangat panik hingga kini ia mengigit jari tangan kirinya. Ini kebiasaan Zahra di saat panik suka menggigit kuku jari.

Tuut.. tuut.. tuut..

******

Pria yang sedang Zahra hubungi sedang berada di antara para sahabatnya. Pria itu malah asyik bercengkrama dengan para keluarga dan para rekan teman kerjanya.

"Akhirnya kau bakalan nikah juga wahai sang kelana cinta. Gue tidak habis pikir jika Lo bakalan nikah sama anak gadis orang. Sedangkan kau ini Casanova pemain handal tapi beruntung mendapatkan Zahra gadis cantik di kampung kita."

"Kau benar, Ilyas ini sungguh sangat pandai sekali memilih wanita."

Ilyas hanya tersenyum menanggapi semua ocehan para sahabatnya. Namun, dalam hati berkata, "Zahra tidak sesuci yang kalian pikirkan. Tapi gue menerima dia karena saya juga sadar jika diri ini penuh dosa," gumamnya dalam hati.

Ilyas terus asyik mengobrol bersama yang lainnya di tengah kegelisahan melanda diri Zahra. Gadis itu kembali terduduk lesu karena Ilyas tidak mengangkat telponnya.

Seketika rasa bingung selalu datang menghadang, Gelisah semakin resah, jiwa terasa kosong, hati merasa sakit. Air matanya sekarang mulai terbendung di pelupuk mata. Hingga tak terasa perlahan jatuh bagaikan tetesan air hujan membasahi kulit putih cantiknya.

"Ya Tuhan, aku takut sekali ketahuan jika aku sudah tak suci lagi dan takut jika aku ini tengah hamil." padahal belum diperiksakan tetapi Zahra sudah bilang jika dirinya hamil. Entah kenapa hatinya begitu meyakini kalau memang saat ini dirinya sedang berbadan dua.

Dalam diam kesendirian di dalam kamar, Zahra terduduk menyenderkan punggungnya ke pinggiran kasur. Gadis itu menangis menyembunyikan wajahnya di sela lipatan tangan sambil memeluk kedua lututnya. Dia terisak pilu tanpa ada yang tahu.

******

"Akhirnya teman berisik ku itu pada bubar semuanya. sekarang barulah aku bisa beristirahat sejenak tanpa ada lagi gangguan." gumam Ilyas berdiri dari duduknya sambil melangkah menuju kamar yang akan ia kunjungi saat ini.

Setibanya di dalam kamar, Ilyas langsung merebahkan tubuhnya ke atas kasur. bukan matanya mencari di mana ponsel nya yang ia simpan sembarang tempat.

Lalu Iya mengambil ponsel itu saat sudah menemukannya dan menyalakan benda persegi miliknya itu. Seketika bola mata Ilyas melotot sempurna mengetahui banyak panggilan masuk dari Zahra kepadanya.

"Ini Zahra banyak sekali menelponnya? apa yang ingin dia katakan sampai puluhan panggilan tak terjawab?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!