Sehari Menjelang Pernikahan

"Mengandung...?!" Zahra dan Mala terkejut mendengar penuturan Kiara. Apalagi Zahra yang baru menyadari jika kemungkinan dirinya bisa mengalami hal itu setelah kejadian 1 bulan yang lalu.

Lantas, Zahra diam mematung dengan pikiran berkecamuk ke mana-mana, hati gelisah dan rasa khawatir mendera.

"Mengandung bagaimana? Bicaramu jangan ngawur begitu, Kiara. Mana mungkin Zahra mengandung sedangkan menikahnya saja baru besok? Lagian Zahra tidak mungkin sampai melakukan tindakan semurahan itu. dia itu tidak seperti kamu." Mala tidak mempercayai hal itu karena dia yakin dan percaya kalau anak sambungnya bukan wanita yang seperti itu.

Namun, berbeda dengan Zahra yang tengah memikirkan hal ini. "Benarkah aku mengandung? Tapi anak siapa yang ku kandung ini? Aku tidak tahu siapa pria itu. Aku tidak tahu wajah pria itu. Lalu apa yang harus kulakukan jika memang benar aku ini sedang mengandung? Apa yang ahrus ku katakan pada Ilyas jika seandainya hal itu benar apa adanya?" gumam Zahra dalam hati risau tentang kemungkinan yang mungkin terjadi.

Ujung jari telunjuknya ia gigit menandakan sebuah kekhawatiran yang mendalam dan ketakutan yang luar biasa.

"Kenapa tidak mungkin, Bu? Bisa saja itu terjadi padanya. Kita kan tidak tahu apa yang Zahra lakukan saat pulang pagi hari waktu itu? Bisa saja dia malah bertemu pria lain dan berhubungan hingga pagi hari." Kiara semakin gencar mengingatkan Zahra pada malam di mana Gadis itu kehilangan kehormatannya oleh pria asing yang tidak ia kenal.

Zahra semakin di buat panik saja. Dan dia merasakan hal berbeda pada dirinya. Mudah lelah, sering mual, pusing, kadang bau terhadap sesuatu, lalu sekarang mendapatkan kabar mengejutkan jika kemungkinan dirinya tengah berbadan dua.

"Kau ini suka sekali menuduh orang tanpa bukti. Daripada pada berdebar begini mendingan kita balik lagi ke tempat pengajian. Ayo Zahra?" Mala mengajak Zahra dan merangkul pundak wanita itu sampai Zahra yang tadinya mematung terhenyak.

"Iya, ayo, Bu." Zahra enggan membahas ini dulu meski pikirannya terus tertuju pada malam itu. Saat ini waktu semakin mepet pada kegiatan yang tengah berlangsung.

Kiara tersenyum sinis meyakini dugaannya jika Zahra tengah mengandung. "Gue yakin dia hamil," batin Kiara kesenangan.

Zahra dan Mala kembali duduk ke tempat semula. Anton melirik mereka dan menatap mata Mala dan Zahra silih berganti. "Kalian habis dari mana lama banget ke toilet saja?" tanya Anton merasa heran kenapa ke toilet secara bersamaan.

"Ke toilet lah Pah, masa ke Monas." ujar Mala sedikit sewot. Dan pengajian pun terus berlangsung sampai acaranya selesai.

Dilanjutkan dengan prosesi atau upacara siraman sebelum akad nikah.

Upacara Siraman merupakan prosesi dari rangkaian upacara pernikahan, untuk mengawali dalam merias calon pengantin. Dalam upacara ini, banyak terdapat lambang atau simbol yang dapat dijadikan sebagai pelajaran atau pedoman bagi calon pengantin, untuk mengaruhi kehidupan berumah tangga. Lambang atau simbol tersebut intinya mengenai petuah atau nasehat yang bermanfaat untuk bekal hidup calon pengantin.

Prosesi siraman biasanya dilakukan oleh orang tua atau perwakilan keluarga yang dituakan. Air akan mengguyur tubuh calon mempelai yang biasanya ditutupi oleh kain jarik dilapisi dengan roncean bunga melati, utamanya pada wanita.

Berhubung keluarga Zahra berasal dari tanah Sunda, maka adat yang di gunakan pun adat Sunda.

Sedangkan prosesi siraman sendiri bertujuan untuk membersihkan lahir dan batin calon pengantin agar siap menjalankan kehidupan pernikahan. Pembersihan secara lahir dilambangkan dengan siraman air, sedangkan pembersihan batin dilakukan dengan memanjatkan doa.

Hakikat dari siraman tak hanya sekadar membersihkan badan, tetapi juga membersihkan jiwa atau membersihkan diri dari noda dan dosa serta sifat-sifat yang kurang baik.

Petugaspun memulai rangkaian acara Zahra. Gadis itu malah diam seribu bahasa tanpa senyuman kebahagiaan di wajahnya. Dia ingin sekali karena acara terus berlangsung.

"Aku harus memberhentikan ini semua. Aku tidak ingin Ilyas menikahiku," batin Zahra enggan menerima pernikahan ini di saat dirinya berbadan dua.

"Ayah, Zahra ingin acaranya di stop saja," bisiknya pada telinga Anton.

Pria paruh baya itu terkejut kenapa Zahra malah meminta memberhentikan acaranya. "Kamu ini bicara apa sih? kita ini sedang melakukan proses disiraman, jadi tidak mungkin menunda-nunda. Jangan ngawur deh kamu. Ini banyak orang dan jangan minta yang aneh-aneh! Kita ikuti semua rangkaian acaranya sampai selesai." Anton berkata tegas tidak ingin acaranya gagal. Dia tidak mungkin membatalkan acara ini di saat semua orang sudah berkumpul banyak.

Hal kedua yang di lakukan adalah Ngecagkeun Aisan.

Ngecagkeun aisan adalah kedua orang tua menjemput calon pengantin wanita keluar dari kamar kemudian sang ibu melahirkan calon pengantin wanita secara simbolis dengan cara melilitkan kain ( diais ). Sang ayah berjalan di hadapan ibu dan calon pengantin wanita sambil membawa lilin menuju tempat sungkeman berupa kursi pelaminan sederhana. Biasanya dalam acara ini suka ada lagi ayun ambing di putar sebagai simbol.

Prosesi ngecagkeun aisan ini mengandung arti bahwa kedua orang tua melepas tanggung jawabnya terhadap anak perempuannya kemudian menyerahkan kepada suaminya. Ayah membawa lilin yang berarti seorang ayah akan selalu memberikan bimbingan kepada anak-anaknya.

Dilanjutkan dengan Ngaras. Zahra bersimpuh di depan kedua orang tuanya yang duduk di kursi. Berhubung ibu kandungnya tidak ada maka malah yang menjadi Ibu penggantinya. Di awali dari Ayah, Zahra mencuci kaki ayahnya di atas wadah Kuningan berisi air dan bunga. Lalu mengelapnya menggunakan handuk kecil secara lembut.

Terakhir disemprotkan ya minyak wangi ke kaki ayahnya Zahra dan ngeras ini bermakna sampai kapanpun Sang Putri akan membawa harum lama keluarga. Selesai proses ini Anton dan Mala memeluk Zahra mencium keningnya penuh kasih sayang serta memberikan untaian doa dan nasihat yang terucap dari bibir keduanya untuk Zahra. Dan hal itu membuat Zahra menangis terisak.

Setelahnya di lanjutkan lagi ke acara berikutnya yaitu, Zahra berjalan di berjalan menapaki tujuh kain yang terbentang di depannya yang memiliki makna, menyiratkan sebuah permohonan supaya kelak calon mempelai wanita senantiasa diberi kesabaran kesehatan ketakwaan ketabahan keteguhan iman yang kuat dan selalu menjalankan perintah agamanya.

Meski hatinya sedang gelisah tidak menentu dan ingin menolak setiap rangkaian acara ini, Zahra mengikutinya. Karena Ayah nya selalu bilang 'jangan membuat kekacauan, turuti semua rangkaian acara ini hingga selesai.' dan Zahra hanya bisa berdiam diri mengikuti setiap kegiatan ini.

Lalu acara puncaknya yaitu Siraman.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!