Permintaan Seorang Ayah

"Kenapa kau senyum-senyum sendiri, Kiara?" Mala menegur putrinya yang sedari tadi terlihat mencurigakan di matanya. Entah kenapa Mala merasa Kiara begitu terlihat seperti penjahat yang sedang merencanakan sesuatu.

Mala memicingkan mata penuh selidik menatap dalam mata Kiara. "Kamu sedang menyembunyikan apa dan sedang merencanakan apa, hah?" Mala semakin kencang menelisik kejujuran Sang Putri lewat sorot matanya.

"Apaan sih, Bu. Ibu itu curiga terus bawaannya padaku. Kiara sedang tidak merencanakan apa-apa, Bu. Kiara hanya senang saja oleh seseorang yang menelpon. Apa salah jika orang tersebut memberikan kabar bahagia?" Kiara menyembunyikan kebenaran yang sedang di sembunyikan dari semua orang. Dan Kiara berharap ibunya tidak terus mencerca dia.

"Kau jangan berbohong kepada, Ibu. Ibu tahu isi otakmu ini yang terus mencari cara dan akal untuk membuat pernikahan adikmu gagal. Kau pikir Ibu ini bodoh sampai bisa kau kibuli seperti Anton dan Zahra? Tidak, aku ini ibumu jadi Ibu jauh lebih tahu apa yang sedang kau pikirkan saat ini." Mala sampai mendorong pelan keningnya Kiara saking kesal kepada otak lus anaknya ini.

Sedikitpun Mala tidak pernah mengajarkan Kiara untuk berbuat sesuatu yang merugikan orang lain. Tapi entah keturunan dari mana sampai Kiara begitu memiliki pikiran licik, picik, dan menghalalkan segala cara demi bisa mencapai tujuannya. Mungkin juga sikap sifat dan kelakuan Kiara turun dari ayahnya.

"Apaan sih, Bu. Ibu itu ibuku, jadi seharusnya ibu mendukung anakmu ini bukan mendukung anak tirimu. Aku heran sama pikiran ibu, Anak tiri kok disayangi banget? Sedangkan anak kandung terus saja diomeli, terus saja dimarahi, terus saja jarang dibelikan sesuatu yang aku inginkan. Ibu pilih kasih." Kiara menggeram kesal kemudian pergi dari sana seraya menghentakkan kaki nyelonong pergi.

"Kiara, Ibu belum selesai bicara. Kamu jangan berbuat ulah lagi, Kiara." Mala tak ingin anaknya membuat keributan. Namun Tiara hanya menoleh saja tanpa membalas perkataan ibunya.

******

Mobil Ilyas sudah terparkir di depan rumah Zahra. Mereka masih berada di dalam belum keluar. Keduanya masih dalam keadaan diam tak bersuara di atas keheningan yang tercipta. Namun, kesunyian itu terpecahkan oleh suara Ilyas.

"Ayo kita turun. Aku akan mengantarmu ke dalam dan sekalian meminta maaf pada ayahmu karena anaknya sudah ku culik sebentar," tutur Ilyas membuka suara sampai tidak ada lagi keheningan di antara mereka. Ilyas terus memandang wajah sembab Zahra yang masih betah menunduk tak ingin mendongak menatapnya.

Barulah Zahra berani mendongak membalas pandangan Ilyas yang meneduhkan hatinya. "Di saat seperti ini kamu masih saja bercanda."

"Aku tidak bercanda, aku kan berkata serius. Kamu memang aku culik setelah fitting baju pengantin kita selesai, dan pulang-pulang malah sore begini." Ilyas mengulurkan tangannya mengusap lembut rambut Zahra. Kalau tangannya terulur beralih mengusap pipinya. Dan matanya teralihkan memandangi bibir yang alami yang tidak pernah Ia sentuh sebelumnya namun kini sudah disentuh oleh pria lain.

Ilyas memberanikan diri mengikis jarak di antara keduanya ingin sekali merasakan bibir pink alami itu.

Tubuh Zahra menegang saat tangan Ilyas mengusap bibirnya dengan ibu jari. Dan dia pun syok di kala Ilyas menempelkan bibirnya ke dia Bayangan malam kelam itu terpintas lagi di benaknya.

"Ilyas... ja-jangan...!"lirihnya begitu pelan takut jika pria di hadapannya itu berbuat lebih seperti pria yang juga memaksanya. Tubuhnya pun gemetar dengan tangan terus meremas baju yang ia kenakan mencengkram erat bajunya seakan takut di paksa lagi.

Deg...

Ilyas tertegun lalu menjauhkan wajahnya. Dan hatinya teriris sakit melihat sorot mata ketakutan di wajah Zahra. Hatinya sakit serta merasa bersalah melihat wanita yang ia cintai tiba-tiba saja menegang gemetar seakan memiliki trauma terhadap sesuatu.

"Zahra kamu kenapa? Apa kamu sakit? Apa aku memiliki salah? Maaf jika ku membuatmu ketakutan." Ilyas terlihat panik tak ingin membuat wanitanya semakin merasa tidak nyaman di dekatnya.

"Zahra maaf." pria itu memeluk tubuh Zahra yang kembali terguncang menangis dalam diam. "Semuanya akan baik-baik saja, Zahra. Percayalah. Aku akan membuat kamu merasa nyaman di dekatku dan tidak akan lagi membuatmu seperti ini.

Zahra hanya mengangguk mempercayakan semuanya kepada Ilyas. Dia berharap pria yang kini memeluknya mampu membuat dia kembali seperti semula, tidak merasakan ketakutan lagi di saat nanti suaminya ingin menyentuh dia.

"Mereka terlihat mesra sekali. Sialan, kenapa Zahra selalu beruntung mendapatkan sesuatu? Sekarang Ilyas terlihat begitu mencintainya di saat akupun juga menyukai pria itu. Tapi kenapa yang di lirik Ilyas adalah Zahra bukan aku?" ujar Kiara mengepalkan tangannya semakin membenci Zahra.

"Sampai kapanpun Zahra tidak boleh lebih unggul dariku. Dia harus menderita dan tidak boleh bahagia. Saya akan membuat kalian tidak jadi menikah, lihat saja nanti." lalu Kiara beranjak dari sana tak lagi sanggup melihat kemesraan Ilyas dan Zahra yang sedang saling berpelukan di dalam mobil.

******

"Selamat sore, Om, Tante. Maaf mengantarkan Zahra sore hari. Tadi saya mengajak dia jalan-jalan dulu." setibanya di dalam rumah Zahra, Ilyas langsung berhadapan dengan Anton dan Mala. Dia juga meminta maaf karena membawa Zahra tanpa izin dulu.

"Tidak apa-apa, Nak Ilyas. Sebentar lagi Zahra juga pasti menjadi istrinya, Nak Ilyas. Jadi saya mengizinkan putri saya pergi bersama kamu asal jangan kau tidak berbuat macam-macam kepada putriku," balas Anton tersenyum ramah. Namun Zahra merasa ucapan ayahnya ini seakan menyentil dirinya yang sudah berbuat macam-macam.

"Nak Ilyas, bolehkah saya meminta sesuatu kepada kamu?" nada bicara Anton menjadi berbeda. Tadi yang terkesan biasa saja dan penuh canda kini menjadi serius serta menatap serius pria yang sedang ada di hadapannya. Mala, Zahra, dan Ilyas yang sudah tadi berada di sana menjadi diam dikala suasana mulai serius dan menegang.

"Jika saya mampu maka saya akan mengabulkannya dan jika saya tidak mampu mohon maaf saya tidak bisa mengabulkannya." Ilyas pun tak kalah serius menjawab perkataan Anton.

"Nak Ilyas, apakah kamu baik janji akan memperlakukan putri saya dengan baik?"

"Iya, Om. Saya akan mencintai dan menyayangi dengan segenap hati saya. dan akan berusaha menjaga serta melindunginya dengan kemampuan yang saya miliki." tak ada keraguan ataupun kegugupan yang Ilyas tunjukkan di depan ayahnya Zahra. Dia berkata seperti itu karena benar-benar serius ingin menikahi Zahra.

Terlihat sekali jika Ilyas merupakan pria yang bertanggungjawab, serius dan tentunya ikhlas dalam segala hal meski dirinya juga pernah berbuat kesalahan saat di masa lalu.

"Baiklah, Nak Ilyas. Saya akan menyerahkan Zahra menjadi istri mu. Tapi jika kamu berani menyakiti Zahra kamu harus berhadapan dengan saya," ujar Anton memberikan nasihat sekaligus peringatan untuk Ilyas.

"Dengan hati yang ikhlas dan rasa cinta yang saya miliki, saya berjanji akan memberikan yang terbaik untuk Zahra." ucapan yang Ilyas lontarkan di hadapan Anton terdengar serius di telinga Zahra. Sampai wanita itu begitu merasa beruntung bisa mendapatkan cinta yang begitu besar dari pria di samping nya.

"Ilyas, aku mencintaimu."

********

JANGAN LUPA LIKE, VOTE, KOMENTAR, DAN KASIH BUNGA YA BIAR MIMIN TAMBAH SEMANGAT.

JANGAN LUPA JUGA MAMPIR DI CERITAKU YANG LAINNYA.

Terpopuler

Comments

Hasrie Bakrie

Hasrie Bakrie

Next

2023-02-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!