Pembicaraan dengan Ilyas

"Ini Zahra banyak sekali menelponnya? apa yang ingin dia katakan sampai puluhan panggilan tak terjawab?"

Ilyas baru mengaktifkan kembali ponselnya setelah benda pipih itu ia charge di dalam kamar sehingga ia tidak mengetahui dan tidak mendengar suara ponselnya yang menyala.

Dia pun kembali menghubungi Zahra karena merasa khawatir kepada wanita yang sebentar lagi akan menikah dengannya. Dengan hati gelisah dan pikiran yang bimbang, Ilyas mencoba terus menelpon.

Zahra yang tengah menangis sendiri sambil memeluk kedua lututnya mendengar ponselnya berdering. Dia mendongak dan segera melihatnya. "Ilyas," gumamnya.

Lalu buru-buru dia mengangkat nya.

"Halo, Zahra. Pas kamu baik-baik saja? Maaf tadi tidak mendengar ponsel berdering. Aku lagi berkumpul adalah teman-temanku sedangkan ponsel ku sedang dicas. Kenapa?" Ilyas telah mendengarkan Diana di seberang telepon.

Namun yang ia dengarkan bukanlah sebuah ucapan kata melainkan isak tangis yang membuatnya bertambah khawatir terhadap wanita di seberang telepon.

"Zahra kau kenapa menangis?"

"Hiks hiks hiks Ilyas, aku..." Zahra tidak kuat memberitahukan kemungkinan yang sedang ia pikirkan saat ini. Hatinya bimbang meneruskan pernikahan yang hanya tinggal menghitung jam saja. Pikirannya kacau berkecamuk ke mana-mana tidak ingin meneruskan dan tidak mau membuat Ilyas ataupun keluarganya malu terhadap apa yang Zahra alami saat ini.

"Zahra, coba kamu katakan yang sejujur-jujurnya ada apa dan kenapa kamu sampai menangis begini?" hati Ilyas gelisah jadinya. Perasaannya menjadi tidak tenang lagi.

"Aku... aku..." entah kenapa begitu sulit untuk hanya mengatakan 'AKU HAMIL' saja. Bibirnya terasa berat berucap, tubuhnya kian bergetar

"Iya, aku, aku apa? Coba kamu tenang saja dulu. Tarik nafas dalam-dalam, kemudian buang secara perlahan! Setelah tenang baru kamu bicara padaku ada apa." Ilyas mulai memberikan instruksi untuk Zahra agar wanitanya bisa tenang saat ini.

Zahra mulai mengikuti saran yang Ilyas berikan. Terlebih dulu ia menghapus air matanya lalu menghirup udara dalam-dalam dan berakhir membuangnya secara perlahan. Zahra mengulangi hal itu beberapa kali pengulangan. Setelah merasa lebih baik dan siap untuk bicara pada Ilyas, barulah Zahra mulai bersuara.

"Ilyas..."

"Iya, ada apa?"

"Aku...," Zahra menggigit bibirnya merasa gugup dan takut jika Ilyas akan marah padanya. "Aku... aku hamil, Ilyas." dan baru lah Zahra baru bisa berkata jujur mengenai apa yang ia rasa. Dirinya sudah meyakini jika sedang berbadan dua setelah mengetahui berbagai macam tanda-tanda kehamilan yang ia cari

Deg...

Ilyas terkejut mendengar penuturan Zahra. Dia sampai diam mematung tak bergerak sedikitpun. Zahranya hamil? Benarkah itu yang terjadi? Siapa pria yang sudah menghamilinya? Lagi-lagi siapa pria yang sering mampir di benak Ilyas.

"Aku belum yakin jika ku hamil. Tapi akhir-akhir ini aku sering lelah, mual, pusing, dan juga sudah telat datang bulan. Apa yang harus ku lakukan Ilyas? Bagaimana jika aku beneran hamil? Aku takut hiks hiks." Zahra kembali menangis sambil menunduk memegangi kepalanya yang terasa pusing dengan tangan kanan berada di telinga memegangi ponselnya.

Ilyas terduduk lemas di tepi ranjang tak bisa berkata lagi. Dia mengusap wajahnya secara kasar tidak terima Zahra di buat begini. Namun Ilyas bingung harus mencari pria itu di mana.

"Zahra, Apa kamu yakin dengan apa yang kamu bilang barusan? kamu sudah memeriksanya?" Ia berusaha mengontrol emosi dan berusaha untuk tidak marah-marah.

"Belum, ku takut jika hasilnya memang benar-benar sedang hamil." Rasa takutnya kian semakin besar saja. Dan Zahra takut jika ayahnya bakalan marah besar jika mengetahui hal ini. Lalu, dia mau bilang apa saat nanti di tanya dengan diapa dia tidur? Maka jawabannya tidak tahu. Ya, Zahra memang tidak tahu siapa yang pria yang menidurinya di karenakan pada malam itu keadaan gelap tanpa cahaya yang terang.

"Sekarang kamu tenang dulu, jangan panik. Dan aku sarankan jangan sampai ada yang tahu masalah ini. Cukup kita saja yang tahu dan kamu tidak boleh bocor pada siapapun. Biarkan aku yang bertanggungjawab atas kehamilan kamu dan jangan sampai ini terdengar ke telinga Ayah kamu. Aku pastikan jika kita akan tetap menikah di saat kamu bingung harus apa. Aku menerima kamu dan jangan merasa tidak ada orang yang tidak menyayangimu," ujar Ilyas panjang lebar memberikan pengertian agar Zahra tidak panik dan tidak melakukan hal apapun selain diam.

"Ilyas, kenapa kamu begitu baik padaku? Padahal aku sudah melakukan kesalahan tidak bisa menjaga kehormatan ku untukmu." Hati Zahra teriris sakit menyaksikan hal itu. Dia rapuh, dia kecewa dan dirinya bingung harus berbuat apa. Tapi kini, ada Ilyas yang menenangkannya dan bisa membuat hati Zahra terasa lebih tenang.

"Karena aku mencintaimu. Aku akan melakukan apapun demi bisa melakukan hal untuk melindungi kamu. Aku akan menerima kamu asalkan kamu juga mau menerimaku apa adanya karena akupun bukan pria yang sempurna."

Zahra merasa terharu atas perkataan yang Ilyas katakan. Dia merasa beruntung dicintai pria yang begitu terus mencintainya dan mau menerima segala kekurangannya. Tidak ada lelaki bayi yang Zahra kenal selain dari Ilyas terlebih tentang masa lalunya. Meski Zahra tahu jika ia seorang pria sang casanova tetapi dia juga menerima kekurangannya. Terpenting yang Zahra inginkan itu sebuah cinta tulus dari laki-laki tidak peduli masa lalunya dan tidak ingin membahas masa lalunya.

"Sekali lagi terima kasih karena kamu sudah mau menerima aku," ujar Zahra begitu lirih kembali meneteskan air mata namun kali ini air matanya merupakan suatu kebahagiaan dan rasa syukur karena dapat dipertemukan dengan pria sebaik Ilyas.

"Sama-sama, sekarang kamu istirahat lah karena ini sudah malam. Dan berusahalah tenang serta menunjukkan keadaan baik-baik saja. Besok kita akan menikah Aku pastikan kamu dan anak kamu tidak mengalami hal buruk." sekali lagi Ilyas mencoba meyakinkan Zahra dan memberikan sebuah ketenangan agar wanita itu tidak terlalu khawatir dengan keadaan ini.

"Iya, aku akan mencoba tenang meski hati tak tenang." Dan pada akhirnya mereka berdua terus bertukar suara lewat udara. Bicara ngalir ngidul ke sana kemari hingga posisi beralih menjadi rebahan di atas kasur.

Banyak hal yang mereka bahas mulai dari masa depan, apa yang akan dilakukan, hingga rencana memiliki berapa anak mereka bahas.

Cinta itu sebuah ketulusan, cinta itu berasal dari hati yang paling dalam, sekalipun orang itu melakukan kesalahan dan memiliki ketidaksempurnaan. Jika cintanya tulus maka mereka akan tetap mencintai kita apa adanya dan menerima segala kekurangan serta kelebihan kita dalam hal apapun. Meski terkadang banyak orang yang mengatasnamakan cinta demi sebuah nafsu belaka. Tapi tak sedikit pula ada cinta yang benar-benar tulus dari orang untuk kita. Maka janganlah kamu takut untuk jatuh cinta tapi juga janganlah mudah untuk mencinta.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!