Malam itu, bintang bertaburan memenuhi langit yang gelap dan menampakkan keindahan dari Sang Pemilik Keindahan. Di bawah langit itu pula, sebuah momen membahagiakan bagi beberapa orang sedang berlangsung.
Namun, tidak bagi Akmal. Entah kenapa dadanya terasa sesak setelah mengetahui siapa calon istri kakak sepupunya itu. Padahal, nama dari wanita itu saja dia baru tahu detik itu juga.
Ada apa dengan hatinya? Dimana benteng hatinya yang kemarin berdiri kokoh? Masa iya benteng hatinya telah hancur tak tersisa oleh wanita bercadar itu?
"Astaghfirullah, ada apa denganku? Tidak tidak, ini tidak benar," batin Akmal sembari mengusap kasar wajahnya. Pria itu terlihat beberapa kali menarik napas dan mengembuskannya perlahan.
"Ada apa? Kenapa kau terlihat seperti sedang gelisah? Yang mau lamaran di sini aku bukan kamu," bisik Zafran disertai tawa kecil di akhir kalimatnya.
"Apaan sih, Bang. Kan yang membuka acara lamaran ini aku, tentu saja aku merasa gelisah tak menentu." Jawaban Akmal kali ini membuat Zafran langsung mengangguk maklum. Meski apa yang di katakan Akmal hanya mengandung 1% kebenaran.
"Karena semua sudah tiba, bagaimana kau langsung saja kita mulai," ucap Kyai Rahman membuka pembicaraan.
"Baiklah, bismillahirrahmanirrahiim, assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Akmal dan di jawab oleh semua orang yang ada di sana.
Tak terkecuali Aisyah yang seketika mendongak saat mendengar suara Akmal. Dan sekali lagi tanpa mereka sengaja, kedua manik mata mereka bertemu.
Degh
"Dia ..." batin Aisyah yang seketika merasa tubuhnya lemas tak bertenaga.
"Dia kan pria yang di toilet sekolah kemarin. Dan apa ini? lagi-lagi suara ini mengingatkanku pada seseorang, sangat tidak asing di telingaku," batin Aisyah kembali tertunduk dengan kegelisahannya. Bahkan tiap kata pembuka yang di utarakan Akmal tidak lagi menjadi perhatiannya, karena saat ini hanya suara yang di tangkap indera pendengaran Aisyah, bukan apa yang dikatakan pria itu.
Kali ini Zafran yang akan berbicara untuk melamar Aisyah, dan saat itu pula Aisyah mulai tersadar akan kesalahan apa yang baru saja ia lakukan. Berkali-kali kalimat istighfar terucap dari bibirnya yang tertutup cadar.
"Saya hanyalah manusia yang jauh dari kata sempurna, tapi saya ingin membuktikan keseriusan saya dalam membina rumah tangga yang diridhoi Allah," ungkap Zafran setelah meminta izin sebelumnya kepada Kyai Rahman.
Aisyah, maukah kamu menjadi penggenap separuh agama saya, menjadi perhiasan dunia saya, menjadi bidadari dunia hingga ke surgaNya kelak? Dan menjadi ibu untuk Khaira dan adik-adiknya insya Allah?" lanjutnya.
Kyai Rahman menoleh dan melihat kegelisahan sang putri yang sejak tadi tertunduk. Di genggamnya tangan yang sudah sedingin es itu lalu mengusapnya pelan.
"Nak, bagaimana? Abi yakin dengan pilihan kamu, sudah waktunya kamu bahagia, sambutlah kebahagiaanmu nak," lirih Kyai Rahman.
"Iya nak, mungkin inilah jalan Allah atas semua doa dan rasa sedihmu selama ini." Ibu Lina ikut menggenggam tangan Aisyah untuk membantu meyakinkan putrinya.
Aisyah menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan sebelum mulai menjawab pertanyaan Zafran.
"Sebelumnya saya minta maaf karena lambat memberikan jawaban kepada Pak Zafran, saya hanya takut mengambil keputusan yang gegabah. Saya juga mohon maaf karena tidak bisa menjawab pertanyaan Pak Zafran dengan bahasa yang puitis." Aisyah menghentikan sejenak perkataannya untuk menetralkan kegugupannya.
"Jika memang Pak Zafran siap menerima kekurangan saya, maka dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim, saya menerima lamaran Pak Zafran," jawab Aisyah kemudian.
Semua orang yang ada di ruangan itu mengucapkan rasa syukur dengan senyuman kebahagiaan, tak terkecuali Akmal, meski senyuman itu terasa begitu berat, kenapa? Ia pun masih bingung dengan perasaannya.
Setelah acara lamaran usai, mereka melanjutkannya dengan makan malam bersama terlebih dahulu sembari bercerita hangat untuk menambah keakraban dari dua keluarga yang sebentar lagi akan bersatu.
Selama acara makan itu, Khaira tidak pernah ingin jauh dari Aisyah. Bahkan saat makan, gadis itu pun meminta Aisyah untuk menyuapinya.
Melihat interaksi antara Aisyah dan Khaira yang begitu hangat, semua orang yang ada di meja makan kali ini tersenyum senang.
"Ikatan ibu dan anak memang beda yah, walaupun kalian belum nikah tapi Khaira udah lengket sama Aisyah," ujar Ibu Sofi lalu menoleh ke arah Zafran yang berada di sampingnya. "Kamu beruntung dapat calon istri seperti Aisyah," lanjutnya berbicara kepada Zafran, membuat pria itu sedikit salah tingkah.
"Iya dong jeng, kalau masalah sikap keibuan, aku juga mengakui itu," timpal Bude Luna.
Semua orang kini melemparkan senyuman bangga kepada Aisyah yang masih sibuk menyuapi Khaira, bahkan ia memilih menunda makannya terlebih dahulu agar gadis kecil itu dapat makan dengan nyaman.
Setelah makan malam itu, pembicaraan kembali berlanjut. Kali ini tentang waktu pernikahan Zafran dan Aisyah. Dan berdasarkan kesepakatan, pernikahan mereka akan dilaksanan 2 bulan mendatang.
Sementara Akmal, ia sudah pulang lebih dulu karena alasan tubuhnya yang kurang fit. Namun, pria itu tidak langsung pulang ke rumah, melainkan ia pergi ke sebuah taman yang tidak jauh dari rumah Kyai Rahman.
Cukup lama ia termenung di bangku taman yang sedikit tamaram itu. Berkali-kali ia menyelami hatinya sendiri untuk mengetahui apa yang saat ini sedang ia rasakan.
Sepertinya bukan tubuhnya yang kurang fit, tapi hatinya. Bahkan ia sendiri tidak bisa menjelaskan bagaimana sakitnya perasaannya saat ini. Jika memang perasaannya kepada Aisyah adalah cinta, maka ia harus berbesar hati menerima takdir yang kali ini membuatnya kembali patah hati bahkan sebelum ia berjuang. Cinta yang layu sebelum bersemi, mungkin itulah yang cocok disandingkan dengan Akmal saat ini.
⚓⚓⚓
Keesokan harinya, Zafran dan Akmal berangkat ke kantor setelah mengantar Khaira ke sekolah. Mereka melangkahkan kaki bersama masuk ke gedung yang cukup besar itu.
Bagaikan model yang berjalan beriringan di atas catwalk , semua perhatian kini tertuju pada dua pria yang tampak begitu berkharisma itu. Apalagi penampilan Akmal saat ini yang mengenakan setelan jas lengkap seperti Zafran, membuat ketampanannya meningkat berkali-kali lipat.
Dan di sinilah mereka sekarang, di ruang kerja Zafran yang cukup besar. Zafran sendiri telah memperlihatkan ruang kerja untuk Akmal tadi, tapi ia meminta Akmal untuk ke ruangannya sejenak karena ada yang ingin ia bicarakan.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan, Bang?" tanya Akmal setelah mendaratkan bokongnya di sofa empuk di ruangan itu.
Tanpa berbicara, Zafran mengambil sebuah kertas di dalam laci mejanya dan memberikannya kepada Akmal.
Akmal yang menerima kertas itu pun mengerutkan dahinya. "Apa ini, Bang?"
"Bacalah," titah Zafran.
Akmal mulai membaca sebuah kertas yang ia tahu adalah hasil pemeriksaan kesehatan. "Siapa yang sa..." Pertanyaan Akmal terhenti saat ia menangkap hasil diagnosis dokter di kertas itu.
Matanya seketika membulat karena sangat terkejut. "Bang, tolong katakan kalau hasil pemeriksaan ini bukan milikmu," ujar Akmal yang mulai menampakkan kekhawatiran dari sorot matanya.
"Itu hasil pemeriksaanku, Mal. Aku sudah mengalami gejalanya selama beberapa bulan terakhir dan baru beberapa minggu yang lalu aku melakukan pemeriksaan dan itulah hasilnya," terang Zafran sembari tersenyum getir.
"Jadi benar, kau mengalami gagal ginjal? Apa karena ini kau menyuruhku untuk datang bekerja disini?" tanya Akmal mulai mer3mas kertas putih itu, dan hanya di jawab dengan anggukan oleh Zafran.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
nah kan???
2023-08-18
1