Allah, setiap inci langkahku dan setiap detik waktuku adalah bagian dari takdirMu, ku pasrahkan semuanya kepadaMu. Kemana hatiku melangkah, jadikan itu jalan yang menjadi penghubung antara hamba yang rapuh ini denganMu Yang Maha Kuat. Engkau sebaik-sebaik Poros di kala hatiku mulai hilang arah.
(Aisyah Sidqia Rahman)
⚓⚓⚓
Motor matic berwarna pink milik Aisyah kini berhenti tepat di halaman rumah yang bernuansa hijau dan putih.
Rumah yang cukup besar itu berada di bagian belakang pesantren. Dimana sisi kanannya di tumbuhi beberapa pohon rindang yang menyejukkan udara, dan sisi kiri rumah itu adalah asrama santri yang membelakanginya.
Sementara bagian depan rumah langsung menghadap ke jalan poros, sehingga untuk sampai kesana tidak perlu memasuki lingkungan pesantren terlebih dahulu. Wanita itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dan langsung merobohkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu.
Siang ini ia merasa tubuhnya benar-benar lelah, kepalanya pusing, bahkan pandangannya sedikit berkunang-kunang.
"Kamu kenapa, Nak?" tanya Ibu Lina yang baru saja keluar dari dapur.
"Nggak apa-apa, Ummi, cuma sedikit lelah," jawabnya dengan suara pelan.
"Ya sudah, kamu istirahat di kamar saja, karena setelah sholat dzuhur nanti ustadz Ridwan mau datang," ujar Ibu Lina.
Mendengar nama Ustadz Ridwan, ustadz yang paling muda di pesantren itu, membuat Aisyah langsung bangkit dan duduk tegap.
"Ada urusan apa Ustadz Ridwan kesini, Ummi?" tanya Aisyah penasaran.
Pasalnya, Ustadz Ridwan adalah salah satu ustadz muda yang baru mengajar di pesantren itu satu tahun yang lalu dan langsung terkenal karena cara bicaranya yang datar seperti robot namun saat mengaji begitu merdu.
"Ummi juga nggak tahu, mungkin ada urusan sama Abi kamu," jawab Ibu Lina. "Ya sudah, kamu masuk ke kamar sekarang, sebentar lagi sholat dzuhur berjamaah di masjid selesai," lanjutnya menuntun Aisyah masuk ke dalam kamar.
⚓⚓⚓
Di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan sedang, suara seorang gadis kecil yang tidak hentinya berceloteh menjadi musik pengiring jalan Zafran menuju ke rumah sakit.
"...lalu si Priska itu marahin Beby gara-gara dia nggak sengaja matahin penggaris milik Priska, padahal kan dia nggak sengajakan Papa, kasihan Priska ..."
Zafran hanya menjadi pendengar setia sang putri yang kembali bersemangat setelah makan siang tadi, bagai ponsel yang sudah full charging. Sesekali pria itu tersenyum mendengar cerita sang putri yang begitu polos dan apa adanya.
Saat Khaira berhenti berceloteh, Zafran mulai masuk untuk menanyakan tentang gurunya yang bernama Aisyah tadi. Ia benar-benar tidak menyangka kalau wanita yang menolong ibunya tadi adalah guru di sekolah putrinya.
Apa itu takdir atau hanya kebetulan, tapi kebetulan pun adalah bagian dari takdir Allah, lalu kata apa yang cocok untuk menyatakan situasi itu?
"Oh kalau Ummi Aisyah itu milik Khaira seorang di sekolah, Khaira sayang banget sama Ummi karena Ummi baik banget, nggak pernah marah, pokoknya top deh," celoteh gadis kecil itu lagi, membuat Zafran sedikit menarik ujung bibirnya.
"Papa, Mama Khaira dimana yah? Khaira cemburu sama teman-teman Khaira yang selalu diantar jemput Mamanya sekolah," tanya Khaira dengan wajah yang terlihat sendu.
Seketika raut wajah Zafran menjadi tegang, ia benar-benar tidak tahu harus menjawab bagaimana pertanyaan putrinya itu. Rasa bencinya kepada mantan istrinya itu membuatnya tidak ingin Khaira tahu tentang ibunya, tapi mengatakan ibunya meninggal sangatlah kejam padahal kenyataannya wanita itu masih hidup dan sehat.
"Alhamdulillah, kita sudah sampai, yuk kita jenguk oma," ajak Zafran segera mengalihkan pembicaraan.
Sambil menggandeng tangan Khaira, Zafran berjalan ke kamar di mana Ibu Sofi dirawat. Setelah mengucapkan salam, mereka berdua masuk ke dalam kamar itu. Ibu Sofi saat ini tampak sedang berbicara dengan seorang perawat dengan wajah sumringahnya.
Mereka mulai mendekati tempat tidur tepat setelah perawat itu keluar kamar.
"Omaa, oma kenapa? Kok kepalanya diperban kayak gitu?" tanya Khaira setelah di angkat ke atas tempat tidur oleh Zafran.
"Oma tadi jatuh sayang, tapi Oma tidak apa-apa, kamu suka buah jeruk kan? Nih oma kasi buah kesukaan kamu," ujar Ibu Sofi sembari memberikan buah jeruk yang sudah dikupas kulitnya.
"Wah, terima kasih, Oma," ucap gadis kecil itu langsung melahap jeruk itu saru per satu.
"Ma, ada apa? Sepertinya mama bahagia sekali," tanya Zafran.
"Mama baru saja dapat informasi penting dari orang suruhan mama, dan informasi ini sangat bagus untukmu," jawab Ibu Sofi.
Zafran mengerutkan keningnya. "Informasi apa, Ma?"
"Ini tentang Aisyah," bisik wanita paruh baya itu.
"Aisyah?" ulang Zafran dan ibunya mengangguk lalu mengambil sebuah map berwarna cokelat dari dalam laci nakas di samping tempat tidurnya.
"Silahkan lihat sendiri." Ibu Sofi memberikan map itu kepada Zafran. Karena penasaran, pria itu langsung membawa map itu ke sofa, lalu membuka dan membacanya dengan seksama.
"Jadi dia juga seorang janda," batin Zafran saat pertama kali melihat status wanita itu.
⚓⚓⚓
Aisyah sudah terlelap di atas kasurnya usai menyelesaikan sholat dzuhur. Namun, baru beberapa menit ia terlelap, suara ketukan pintu membuatnya kembali terbangun.
"Aisyah," panggil Ibu Lina setelah masuk ke dalam kamar putrinya.
"Iya, Ummi?" jawab Aisyah masih dalam posisi berbaring.
"Maaf, Sayang. Ummi mengganggu tidurmu. Ummi ingin bicara sama kamu," ujar Ibu Lina langsung duduk di tempat tidur tepat di samping Aisyah.
"Iya Ummi nggak apa-apa, ada apa, Ummi?"
"Begini nak, kedatangan Ustadz Ridwan tadi rupanya ingin mengajakmu ta'arruf," lirih ibu Lina.
Mata Aisyah langsung membola dan ia segera bangkit dari tidurnya.
"Lalu Ummi dan Abi bilang apa?" tanya wanita itu cepat.
"Kami belum membuat keputusan, Nak. Itu sebabnya Ummi kesini untuk menanyakan ke kamu secara langsung, keluarlah sebentar dan beri dia jawaban," ujar Ibu Lina.
"Baik, Ummi," jawab Aisyah langsung beranjak dari tempat tidur dan memakai kerudung serta cadarnya.
Wanita bercadar itu kini menuju ke ruang tamu di dampingi sang ibu, disana sudah terlihat Kiai Rahman dan Ustadz Ridwan sedang berbincang-bincang.
Aisyah duduk di antara Kiai Rahman dan Ibu Lina.
Kyai Rahman mulai memperkenalkan ustadz Ridwan kepada Aisyah dan maksud kedatangannya kali ini yang ingin mengajak Aisyah ta'arruf dengannya.
"Bagaimana menurutmu, Nak?" tanya Kiai Rahman.
"Maaf Ustadz, apa Ustadz sudah mengetahui tentang saya, status saya dan lain-lain?" tanya Aisyah.
"Yang saya tahu kamu putri Kiai Rahman yang memiliki akhlak mulia, dan saya yakin sifat mulia seorang ayah akan menurun ke putrinya," jawab pria itu begitu yakin. "Dan melalui ta'arruf saya ingin mengenal kamu lebih dalam," lanjutnya.
Aisyah tersenyum tipis di balik cadarnya.
"Sebelum saya menjawab niat baik Ustadz, saya ingin menyampaikan informasi awal tentang saya yang harus Ustadz tahu."
"Usia Ustadz 23 kan? Usia saya 24 tahun, itu artinya usia saya lebih tua satu tahun dari Ustadz. Apa itu tidak masalah? Dalam beberapa keluarga, perbedaan usia sangat sensitif," uajr Aisyah.
"Usia bukanlah masalah dalam keluarga saya, jadi saya akan menerimanya," jawab Ustadz Ridwan.
"Baguslah kalau seperti itu, lalu bagaimana jika calon istri Ustadz adalah seorang janda, apa Ustadz mau menerimanya?" tanya Aisyah lagi membuat raut wajah pria itu berubah seketika.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
As Cempreng tikttok @adeas50
aku bingung.. tp aku suka zafran🤣
2022-12-18
2
As Cempreng tikttok @adeas50
maminya lembut bgd. pakai maaf segala🥰😍
2022-12-18
2
As Cempreng tikttok @adeas50
uchh
2022-12-18
1