Keesokan harinya, Bude Luna menepati kata-katanya. Reza benar-benar datang ke rumah Kiai Rahman seorang diri pagi ini.
Aisyah kembali duduk di tengah kedua orang tuanya, ia sejak tadi hanya diam, sementara Kiai Rahman dan Ibu Lina tampak bercerita dan bertanya-tanya kepada pria itu.
"Jadi, nak Reza ini sudah tahu semua tentang status Aisyah?" tanya Ibu Lina.
"Sudah tante, Bude sudah menceritakan tentang Aisyah yang sudah bercerai," jawab pria itu.
"Hanya sampai disitu? Bude Luna nggak bilang alasan perceraianku?" Aisyah yang sejak tadi diam kini mulai angkat bicara.
"Kata Bude, suami kamu sekingkuh," jawab Reza membuat Aisyah tersenyum getir di balik cadarnya.
"Tenang saja Aisyah saya tidak akan langsung melamar kamu, saya ingin kita berkenalan dulu, kamu pasti belum mengenal saya," ujar Reza.
"Maksudnya gimana yah?" Aisyah mengerutkan keningnya bingung.
"Saya ingin kita saling berbagi informasi dulu tanpa ada yang disembunyikan," jawab Reza.
Aisyah terdiam sejenak.
"Bagaimana?" tanya Reza meminta persetujuan Aisyah.
"Jika kamu tidak ingin ada yang di sembunyikan, saya ingin langsung menyampaikan ini agar semuanya jelas, apakah akan lanjut atau tidak," terang Aisyah.
Reza mengerutkan keningnya. "Apa itu?"
"Saya pernah kecelakaan, dan dokter menyatakan bahwa ovarium sebelah kanan saya rusak dan harus di angkat, dan sekarang hanya tinggal satu ovarium yang masih berfungsi," jelas Aisyah menanti respon Reza.
"Maksud kamu hanya satu yang berfungsi berarti peluang hamil kamu juga kecil yah?"
"Saya tidak pernah mengatakan itu tapi jika kamu menganggapnya seperti itu maka saya tidak akan menyangkal, saya juga tidak tahu bagaimana kepastiannya, sebab hanya Allah uang tahu," tutur Aisyah.
Reza terdiam sejenak, kini gilirannya yang berpikir.
"Begini, saya akan tetap menerima kamu tapi saya memiliki satu permintaan," ucap Reza.
"Apa itu?" tanya Aisyah.
"Kamu mengizinkan saya untuk poligami."
Degh
Apa-apaan ini? Belum juga nikah sudah minta izin poligami? Sungguh permintaan di luar dugaan.
"Nak Reza, Aisyah masih memiliki peluang hamil, kenapa langsung ingin poligami, padahal menjalankannya saja belum, bukan kah menanti kehadiran buah hati itu memang butuh kesabaran?" sanggah Ibu Lina, ia sedikit tidak terima dengan sikap Reza yang belum memulai sudah berencana menduakan putrinya.
Sementara Kiai Rahman diam dengan tangan yang mengepal, bagaimana bisa pria itu begitu mudah berbicara seperti itu di hadapan kedua orang tuanya, seolah anaknya tidak berharga dan tidak memiliki perasaan.
Aisyah berusaha tenang, dan kembali ia tersenyum di balik cadarnya.
"Itu tidak masalah," jawab Aisyah menggantung, membuat kedua orang tuanya menatapnya tidak percaya. Sementara pria itu tersenyum lega, ia menyangka Aisyah sangat mudah di dapatkan. "Tapi, itu berarti bukan dengan saya," lanjutnya.
Kiai Rahman dan Ibu Lina saling berpandangan lalu tersenyum lega.
"Tapi kenapa? Bukan kah saya rela menerima kekuranganmu Aisyah?" Reza merasa sedikit tidak terima.
"Tentu saja saya berterima kasih karena niat baik kamu ingin menerima kekurangan saya, tapi jika harus menutupinya dengan kehadiran wanita lain sepertinya saya tidak bisa."
"Aisyah ..."
"Kekurangan saya ini bukan berarti saya tidak memiliki peluang untuk hamil, saya memiliki peluang asal bersabar, dan saya tidak melihat niat sabar kamu itu sejak awal," tukas Aisyah memotong perkataan Reza.
Pria itu terdiam, ia merutuki kebodohannya karena langsung mengungkapkan niatnya. Meskipun sejak pertama kali melihat Aisyah yang begitu anggun, pria itu langsung jatuh hati, tapi tidak bisa ia pungkiri jika ia harus memiliki keturunan secepatnya karena desakan neneknya yang ingin menimang cicit.
"Maafkan saya," ucap Reza merasa tidak enak hati. Namun, walau bagaimana pun juga ia tidak bisa memaksakan kehendak.
Dan akhirnya, lagi-lagi seorang pria keluar dari rumahnya tanpa membawa pulang berita bahagia sesuai niat awalnya.
Aisyah kini kembali tertunduk, matanya kini mengeluarkan bulir bening yang mulai membasahi kedua pipinya.
"Sayang, Allah sangat menyayangimu, buktinya Dia langsung memperlihatkan sisi asli pria itu sebelum ia menikahimu," ujar Ibu Lina mencoba menenangkan sang putri.
"Iya nak, yakinlah suatu saat akan ada pria yang siap menerima kamu dengan tulus," sambung Kiai Rahman, lagi-lagi dengan doa yang sama tentunya.
"Iya Ummi, Abi, terima kasih." Wanita bercadar itu kini memeluk erat kedua orang tuanya.
Bukannya pemilih, ataupun menolak poligami, hanya saja ia ingin mengantisipasi segala sesuatu yang kelak bisa menyakitinya lagi dengan alasan yang sama.
Selepas pembicaraan itu, Aisyah memilih mengurung dirinya di kamar, rasanya ia begitu lelah berhadapan dengan berbagai karakter pria yang ingin menikahinya namun tak ingin menerima kekurangannya.
Apakah semua laki-laki seperti itu? Tidak ada yang berbeda dengan mas Zaid.
Mas Zaid? Lagi-lagi nama itu kembali melintas dalam pikirannya. Pria bermulut manis namun tak ubahnya seperti landak laut yang pada akhirnya menusuknya dari berbagai sisi tanpa peduli bagaimana perasaannya bahkan menyisakan rasa sakit yang begitu beracun hingga saat ini.
Saat sore hari, Aisyah kembali mendatangi dermaga yang memperlihatkan pemandangan lautan lepas di bawah langit senja yang sangat indah.
"Ya Allah, hari ini seorang pria kembali dari rumah dengan membawa rasa kecewa karena penolakan, ampuni hamba, hamba belum siap tersakiti oleh keadaan yang sama untuk kedua kalinya," lirihnya sembari menatap langit jingga.
"Ummi," teriakan seorang anak kecil membuatnya berbalik mencari sumber suara.
"Khaira?"
"Ummiiii," panggil gadis kecil itu sembari berlari ke arahnya dan merentangkan kedua tangannya.
Aisyah refleks berjongkok untuk menangkap tubuh kecil itu.
Hap
Gadis kecil itu kini masuk tepat dalam pelukan Aisyah. Ia lalu berdiri dan menggendong Khaira saat melihat siapa yang kini berjalan ke arah mereka.
"Pak Zafran," ucapnya sembari sedikit menunduk. Pria itu juga melakukan hal yang sama.
"Kamu sedang apa disini?" tanya Zafran yang kini berdiri di samping Aisyah.
"Hanya menikmati pemandangan senja, Pak," jawabnya sedikit bergeser agar tidak terlalu dekat dengan Zafran.
"Ummi, sebentar lagi Om tampannya Khaira akan datang loh," celoteh gadis kecil itu.
"Kami kesini ingin menjemput saudara sepupu saya, Omnya Khaira." Zafran memperjelas maksud perkataan putrinya itu.
"Wah, Khaira pasti senang karena Omnya mau datang, iya kan?" ujar Aisyah sembari menurunkan Khaira dari gendongannya.
"Iya dong Ummi, Ummi tunggu yah, nanti Khaira mau kenalkan Om tampannya Khaira sama Ummi," ucap gadis kecil itu begitu antusias.
"Hmm, maaf yah, Sayang, Ummi mau pulang sekarang soalnya sudah mau masuk maghrib nih, lain kali saja yah kenalannya," bujuk Aisyah.
"Hmm, okelah kalau begitu, Ummi," jawabnya tak ingin memaksa.
Setelah berpamitan, Aisyah segera meninggalkan dermaga itu dan menuju ke masjid meski belum adzan. Sejujurnya ia merasa tidak nyaman berada bersama Zafran dalam waktu lama.
Tepat setelah kepergian Aisyah, seorang pria tampan tampak sedang berjalan ke arah Khaira dan Zafran.
"Papa, itu Om sudah datang, Om Om, sini sini!" teriak Khaira begitu semangat, bahkan ia sampai meloncat girang di samping Zafran.
Pria itu tersenyum lalu berlari ke arah Khaira dan langsung menggendongnya.
"Duh keponakan om ini ternyata sudah besar yah, cantik lagi," pujinya sembari mendaratkan beberapa kecupan di wajah gadis kecil itu hingga membuat Khaira tertawa lepas.
"Selamat datang Akmal, berapa lama cutimu kali ini?" tanya Zafran.
"Satu bulan insya Allah, Bang," jawab pria itu sembari tersenyum.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
sur yati
jadi Aisah nikah ma Akmal pa ma pp nya khira
2024-05-25
1
bunda syifa
bener Aisyah, klo di poligami y apa bedanya dia sama si Zaid, malah menurutku lebih baik si Zaid jadinya karena dia gc serakah dengan mengatasnamakan poligami
2023-09-12
1
bunda syifa
nikah aja blom udah minta poligami, sehat kau bang, d kira Aisyah wanita usia lanjut yg gc laku banget kali y
2023-09-12
1