Sore itu, suasana di sebuah rumah tampak hening meski sedang banyak orang. Tak ada yang bersuara, tapi semua mata kini tertuju pada wanita bercadar yang sedang duduk sambil tertunduk di tengah kedua orang tuanya.
Bagai ujian wawancara, satu jawaban dari wanita itu menjadi tolak ukur sebuah keputusan besar.
Sambil menyungingkan senyum yang tersembunyi di balik cadar, wanita itu mengangkat wajahnya.
"Sebelum menjawab, saya ingin bertanya kepada Masnya."
Tangan Ibu Lina seketika meremas pakaian di sisi tubuhnya. Lagi-lagi pertanyaan itu akan di lontarkan oleh putrinya, Aisyah, tiap kali ada yang datang melamarnya.
"Apa?" tanya pria tampan yang memiliki kharisma luar biasa di antara semuanya.
"Jika dihadapkan dengan pilihan, satu, ibu ayah dan anak, atau dua, ibu dan ayah, mana yang kamu pilih?"
Pria itu dengan yakin berkata, "aku memilih nomor satu."
"Kenapa?"
"Karena pada dasarnya semua orang menginginkan keluarga yang lengkap, dan akan terasa kurang jika salah satunya tidak ada," jawab pria itu.
Aisyah mengangguk sambil tersenyum, "baiklah, saya sudah memiliki jawabannya."
Pria bertubuh jangkung itu tersenyum, ia sangat yakin jika lamarannya kali ini akan di terima oleh wanita dambaan seluruh pria di kota itu meski statusnya bukan lagi gadis.
"Maaf, saya tidak bisa menerima lamaran ini," ujar Aisyah, membuat senyuman di wajah pria itu hilang tak berbekas.
"Apa? Tapi kenapa?" protes pria itu.
"Jawaban mas adalah jawaban saya juga, maaf," ujar wanita bercadar itu singkat namun begitu lembut, tak ingin ada kesan angkuh dari penolakan yang sudah kesekian kalinya ia lontarkan.
Merasa tidak terima dengan penolakan, pria itu tersenyum miring.
"Sepertinya aku mengerti mengapa jawabanku justru menjadi alasan penolakanmu," ujar pria itu dengan tatapan tajamnya.
"Nak," wanita paruh baya yang duduk di samping pria itu menahan pundaknya sambil menggelengkan kepala. "Jangan lakukan itu," lanjutnya dengan suara lirih.
"Biarkan saja, Ma. Aku muak dengan sikap sombong wanita itu," sanggah pria itu dengan suara lirih juga.
Pria itu lalu bangkit dari duduknya dan menatap tajam Aisyah. "Karena kamu mandul kan?" sarkasnya sambil menunjuk ke arah wanita bercadar itu.
Kadua orang tua Aisyah sangat terkejut dengan perkataan pria itu.
"Astaghfirullah," ucap Kiai Rahman sambil mengusap dadanya.
Begitupun dengan Ibu Lina yang mulai geram saat anaknya dikatai seperti itu.
Aisyah memegang tangan kedua orang tuanya agar mereka bisa sabar dan tenang.
"Mandul atau tidaknya seorang wanita itu urusan Allah, kita tidak ada yang tahu, sebab istri Nabi Zakaria saja yang sudah divonis mandul dan sudah berusia senja justru melahirkan anak atas izin Allah," jawab Aisyah tetap tenang dengan intonasi suara yang stabil.
"Hah, kamu terlalu pandai berkilah, bukan kah suami kamu meninggalkan kamu karena itu?" lanjut pria itu, namun Aisyah lagi-lagi hanya tersenyum di balik cadarnya.
"Mas ini hanya tahu cerita tanpa mengetahui fakta sesungguhnya tapi sudah merasa benar. Ingat, Mas, bahkan gunung kecil yang terlihat di permukaan laut saja tidak bisa menggambarkan ukuran gunung sebenarnya." Aisyah menghentikan perkataannya sejenak untuk menarik napas.
"Tapi jika Mas tetap ingin menganggap semua yang Mas lihat adalah kebenaran itu terserah dari Mas saja, toh semua orang memiliki hak dan kebebasan dalam mengambil keputusan. Apapun yang mas katakan tentang saya, saya hanya akan menganggapnya sebagai bahan intropeksi diri saya sendiri," lanjut Aisyah.
Pria itu terdiam sejenak, ia bahkan kini duduk kembali dengan wajah yang menahan kekesalan.
Tak ingin membuat anaknya semakin hilang kendali, pria paruh baya yang sejak tadi diam akhirnya pamit undur diri. Ia tidak akan minta alasan penolakan lagi, sebab sikap putranya barusan sudah cukup menjadi alasan kuat untuk menerima penolakan.
Setelah semua tamu pulang, Aisyah menarik napas lalu tertunduk lesu. Sang ibu yang melihatnya hanya bisa memeluknya dari samping. "Good job, Sayang, kamu telah menolak pria dengan emosi labil seperti tadi."
Begitu pun Kiai Rahman yang kini menatap sendu putrinya. "Bersabarlah, Sayang. Suatu saat nanti kamu pasti akan dipertemukan dengan pria baik yang siap menjadikan kekuranganmu sebagai kelebihannya."
Aisyah mengangguk lemah, "Abi, Ummi, Aisyah mau minta izin keluar sebentar," lirihnya.
"Mau ke dermaga lagi?" tebak Ibu Lina dan hanya mendapat anggukan oleh Aisyah.
Ibu Lina membuang napas pelan. "Jika itu bisa membuat hati dan pikiranmu lebih tenang, pergilah, Nak."
"Hati-hati, Nak. Ingatlah selalu untuk berdzikir setiap kali melihat senja yang indah itu, sebab semua keindahan itu adalah milik Allah," ujar Kiai Rahman mengingatkan.
Setelah pamit, Aisyah akhirnya pergi dengan motir matic miliknya.
"Abi, aku kasihan dengan Aisyah, ini sudah lamaran kesepuluh yang ia tolak dalam kurun waktu 2 tahun, hiks," ujar Ibu Lina yang mulai terisak dalam pelukan sang suami.
"Sabarlah, Ummi. Mungkin Aisyah masih butuh waktu untuk mengobati luka akibat pengkhianatan pria itu," ucap Kiai Rahman yang tidak sudi menyebut nama mantan suami Aisyah.
⚓⚓⚓
Aisyah saat ini sudah berada di dermaga. Bibir mungilnya tak henti-hentinya berdzikir tatkala senja sore itu mulai menampakkan keindahannya.
"Ya Allah, beribu-ribu syukur ku haturkan atas semua fakta yang telah Engkau perlihatkan, hamba tahu semua itu adalah bentuk kasih sayangmu kepada manusia lemah ini. Ampuni hamba jika sampai saat ini belum bisa membuka hati untuk menjalani kehidupan rumah tangga lagi, bukan karena tidak ingin, tapi hamba hanya ingin berjaga-jaga agar tidak jatuh di lubang yang sama. Namun, jika suatu saat nanti ada pria yang betul-betul tulus mencintai dan menerima segala kekuranganku, maka lunakkan hatiku untuk bisa menerimanya," lirih Aisyah yang kini meneteskan air mata tanpa ia sadari.
Sesaat kemudian, suara adzan maghrib mulai berkumandang dengan begitu merdu, membuat siapa pun yang mendengarnya akan merasa tenang dan nyaman, begitu pun dengan Aisyah uang seketika mengulas senyum saat mendengarnya. Tak ingin berlama-lama, ia pun memutuskan untuk pergi dari dermaga itu.
Sambil mengendarai motor matic kesayangannya yang lebih ia sukai dari pada mobil, Aisyah mengarahkan kuda besinya itu ke sebuah pelataran masjid dan memarkirnya.
Dengan penuh khusyuk, wanita itu menunaikan kewajibannya sebagai hamba Allah.
Di saat semua jama'ah telah pulang ke rumah masing-masing, Aisyah memilih tinggal sejenak untuk membaca Al-Quran yang selalu ia bawa di dalam tas kecilnya.
Baru hendak membaca kalimat ta'awudz, suara pria yang begitu merdu mendahuluinya dalam membaca kalam Allah. Entah kenapa, hati Aisyah di buat bergetar oleh lantunan ayat demi ayat yang begitu merdu dari seorang pria yang tidak ia ketahui siapa, dan bagaimana rupanya.
Hingga bacaan pria itu selesai, barulah ia mulai membaca Al-Qur'an dengan suara lirih.
Air matanya menetes seiring dengan setiap kata indah yang keluar dari bibir mungilnya.
Tidak terasa 10 menit telah berlalu, Aisyah memutuskan untuk segera kembali ke rumahnya sebelum malam semakin larut. Aisyah turun perlahan menapaki tangga masjid lalu berjalan ke sudut pelataran masjid untuk mengambil motornya yang terparkir.
Namun, tiba-tiba tubuhnya ditabrak oleh seseorang dari arah berlawanan hingga membuatnya terhuyung dan jatuh.
"Astaghfirullah," pekik Aisyah sambil memegangi tubuhnya yang sedikit sakit akibat terjatuh.
"Astaghfirullah, maaf dik, saya tidak sengaja, saya buru-buru karena kapal saya sudah mau berangkat," ucap pria itu yang hendak membantu wanita itu berdiri namun ia ragu untuk mengulurkan tangannya.
"Iya mas, nggak apa-apa," ucap Aisyah sembari berdiri dan membersihkan gamisnya yang sedikit kotor.
"Eh, wanita ini kan..." batin pria itu sembari mengingat kapan dan di mana terakhir dia pernah melihatnya. "Ah aku ingat, dia kan wanita di dermaga itu," lanjutnya berbicara dalam hati.
"Maaf mas, saya permisi dulu kalau begitu," ucap Aisyah terus menunduk tanpa melihat ke arah pria di hadapannya lalu pergi. Sementara pria itu malah diam mematung melihat wanita dengan motor matic berwarna pink itu semakin menjauh.
"Woi Akmal, cepat! tinggal kau yang ditunggu," teriak temannya yang datang menjemput pria itu di masjid.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Triana Mustafa
mampir dulu kakak
2023-01-28
1
Mommy QieS
Aku merasa menjadi Aisyah 😭😭
2023-01-21
1
Mommy QieS
Maa syaa Allah ...
2023-01-21
1