Di saat mobil Zafran telah melaju meninggalkan sekolah, seorang gadis kecil datang dari arah belakang Aisyah.
"Ummi."
Aisyah menoleh dan matanya seketika membola saat mendapati Khaira berada di belakangnya.
"Khaira? Kenapa kamu di sini sayang?" ucapnya sambil menarik lembut tangan Khaira untuk masuk ke kelas namun gadis itu tetap berusaha diam.
"Kenapa sayang?"
"Ummi, jadilah Mama Khaira."
Aisyah terdiam sejenak mendengar permintaan gadis kecil di hadapannya. Apa ia salah dengar? Kenapa Khaira tiba-tiba memintanya untuk menjadi mamanya?
"Khaira, ayo masuk kelas, sebentar lagi jam belajar dimulai loh," ajak Aisyah berusaha mengalihkan pembicaraan namun gadis itu tetap saja menolak.
"Khaira nggak akan pergi sebelum Ummi menjawab iya," ancam Khaira.
Aisyah lagi-lagi terdiam, ia benar-benar merasa bingung, sekaligus kasihan dengan gadis kecil itu.
Apa Khaira mengikutinya dan mendengar semua pembicaraannya dengan Zafran tadi? Begitu pikir Aisyah saat ini.
"Baiklah sayang insya Allah, sekarang kamu ikut Ummi ke kelas yah," ajak Aisyah lembut karena tidak ingin memperpanjang masalah.
"Hah? Beneran?" Khaira mencoba memastikan dan dijawab anggukan oleh Aisyah lengkap dengan senyumannya.
"Horeee!! Akhirnya Khaira punya Mama, nggak ada lagi yang akan merendahkan Khaira," ucapnya girang.
Perkataan Khaira tadi rupanya mampu membuat hati Aisyah seakan di remas, ia benar-benar prihatin dengan keadaan gadis itu. Namun, apakah jawabannya sudah benar? Apakah ia benar-benar harus menerima pinangan Zafran?
Entahlah, wanita itu benar-benar bingung saat ini.
⚓⚓⚓
Di tempat lain, seorang pria tampan dengan gaya casual memasuki sebuah gedung kantor. Ia berjalan tegak dengan postur tubuh yang hampir sempurna.
Meski ini bukan pertama kalinya ia datang di tempat itu, namun entah magnet apa yang melekat pada pria itu hingga semua karyawan wanita yang melihatnya tampak selalu takjub. Bahkan mereka tak berhenti memuji ketampanan adik sepupu dari bosnya itu.
Ya, pria itu adalah Akmal El-Mumtaz. Padahal sejak kemarin malam ia sudah menyusun rencana untuk healing dan quality time seorang diri. Namun rencana itu harus ia tunda karena ia mendapat panggilan mendadak dari Zafran.
Tok tok tok
"Masuk." Suara bariton Zafran terdengar dari dalam ruangan itu.
"Assalamu 'alaikum," ucap Akmal sembari masuk dan duduk di sofa sebelum si pemilik ruangan mempersilahkan.
"Akhirnya kamu datang juga," ujar Zafran sembari bangkit dari kursi kebesarannya dan ikut duduk di sofa.
"Ada apa manggil aku ke sini, Bang?" tanya Akmal.
"Mal, mau nggak kamu kerja bantuin aku disini? Dari pada kamu kerja di tengah laut sana, ancaman maut bisa datang kapan saja?" tawar Zafran.
Akmal sejenak terdiam mendengar tawaran Zafran.
"Bang, jika karena alasan itu, mau dimana pun aku bekerja, ancaman maut tetap ada dimana-mana, Allah sudah pastikan itu dan tidak ada yang bisa menghindar," ujar Akmal.
"Iya sih, tapi setidaknya kamu tidak harus jauh dari keluarga saat bekerja bukan, memang sih kerja di sini juga tetap jauh dari ibu dan adikmu, tapi kamu bisa mengajak mereka untuk tinggal di sini bersamamu," tukas Zafran.
"Kenapa tiba-tiba abang memintaku bekerja disini?" tanya Akmal.
"Entahlah, aku hanya merasa perlu mencari seseorang yang ku percaya untuk melanjutkan bisnisku jika sesuatu terjadi padaku," jawab Zafran dengan tatapan lurus ke depan seolah sedang menerawang sesuatu.
"Ah, Abang ini ngomong apaan sih, sembarangan aja," ketus Akmal yang tidak suka mendengar perkataan Zafran.
"Hahahaha, namanya juga pebisnis, Mal, harus bisa mempersiapkan segala sesuatu untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari," jawab Zafran sembari tertawa lepas. Ia merasa lucu melihat ekspresi Akmal yang tampak sangat serius saat ini.
"Tapi ya nggak gitu juga kali ngomongnya, bikin senam jantung aja," celoteh Akmal masih dengan wajah seriusnya.
"Jadi bagaimana tawaranku ini, apa kamu tertarik?" Zafran bertanya kembali ke topik utama.
"Aku akan memikirkannya dulu, Bang," jawab Akmal.
"Ya, pikirkanlah dulu dan segera putuskan. Lebih cepat lebih baik agar aku bisa melatihmu, kamu itu cerdas, Mal, tinggal belajar sedikit saja kamu pasti akan langsung paham," ujar Zafran sambil menepuk pelan pundak Akmal.
"Iya Bang," jawab Akmal.
"Oh iya, sebentar lagi aku akan menjemput Khaira, apa kamu mau ikut? Sekalian kita bisa makan siang bersama," ajak Zafran sambil berjalan kembali ke mejanya untuk menyelesaikan beberapa pekerjaannya siang ini.
"Bolehlah, Bang, kebetulan rencanaku sudah kosyong, dan aku ingin melihat sekolah Khaira, kali aja ada gurunya yang bisa ku ajak nikah," seloroh Akmal yang tentu saja hanya bercanda.
"Kamu jangan coba-coba mengagumi wanita yang sama denganku yah, awas kau!" ancam Zafran.
"Wow, tunggu dulu, tunggu dulu, apa saat ini Kau sedang mencari mama untuk Khaira? dan itu ada di sekolah Khaira?" selidik Akmal penuh curiga.
"Sudah-sudah kamu tidak usah banyak tanya, doakan saja pinanganku diterima, jika sudah diterima itu artinya semua yang kamu tanyakan tadi adalah benar," jawab Zafran yang secara tidak langsung sudah membenarkan semua dugaan Akmal.
"Hebat sekali kau, Bang, ajari aku juga agar bisa membuka hati, sejujurnya aku ingin segera menikah, hanya saja aku masih takut membuka hati," celetuk Akmal.
"Gampang, aku akan mengatur pertemuanmu dengan beberapa gadis kenalanku, mungkin salah satu dari mereka bisa menjadi penyembuh lukamu," ujar Zafran sembari menaik-turunkan alisnya.
"Terserah Abang saja lah, tapi jangan memaksaku menjalaninya jika aku tidak nyaman," ujar Akmal mengantisipasi.
"Sippp, oke sekarang kita berangkat ke sekolah Khaira." Akmal segera beranjak lalu mengambil jasnya yang disampirkan di sandaran kursi kebesarannya.
⚓⚓⚓
Anak-anak mulai berhamburan satu persatu keluar dari kelas setelah membaca doa bersama dan berpamitan kepada guru mereka.
"Ummi, temenin Khaira nungguin Papa yah," pinta Khaira dengan mata berbinar, membuat wanita bercadar itu tidak mampu untuk menolak. Mereka kini berjalan bersama hendak keluar kelas.
Sementara Zafran dan Akmal kini telah tiba di depan gerbang sekolah. Namun, Khaira belum terlihat menunggu di luar seperti biasanya.
"Bang, nih sekolah ada toiletnya nggak? aku kebelet nih," ujar Akmal yang sudah menyilangkan kakinya untuk menahan sesuatu yang seolah semakin lama semakin ingin keluar dari bawah sana.
"Ada kok, masuk saja ke dalam, kalau bingung tanya gurunya," jawab Zafran.
"Oh oke." Akmal segera melompat turun dari mobil dan langsung berjalan cepat mengikuti arahan salah satu guru di sana.
Tak lama setelah Akmal pergi, Khaira bersama Aisyah datang menghampiri Zafran yang kini sudah menunggu di luar mobil.
"Papa," panggil Khaira dengan begitu semangat memeluk Zafran.
"Gimana sekolahnya hari ini? Apa hafalannya udah nambah?" tanya Zafran sembari menekuk lututnya agar sejajar dengan tinggi badan Khaira, sementara Aisyah yang sejak tadi hanya diam semakin merasa tidak nyaman.
"Karena Bapak sudah disini, saya permisi dulu," pamit Aisyah.
"Tunggu," ucap Zafran menahan langkah Aisyah, "terima kasih sudah menemani Khaira," lanjutnya berucap.
"Iya, Pak," jawab Aisyah lalu melambaikan tangannya kepada Khaira lalu berbalik dan masuk kembali ke kawasan sekolah.
Sejak tadi ia merasa ingin membuang air kecil namun harus ia tahan karena beberapa alasan.
Wanita bercadar itu terus berjalan memasuki kawasan toilet wanita, berhubung toilet dalam keadaan sepi, Aisyah memutuskan untuk membuka cadarnya karena ia berniat mengambil wudhu setelah buang air kecil nanti.
Namun saat terdengar suara air di salah satu bilik toilet, Aisyah menyadari bahwa ternyata bukan hanya dirinya yang berada di dalam kawasan toilet itu.
Ia baru akan memasang cadarnya namun sepertinya ia terlambat karena pintu toilet kini sudah terbuka dan seketika Aisyah mematung dengan mata yang membulat sempurna saat melihat seorang pria yang keluar dari bilik toilet itu.
Sama halnya dengan yang di lakukan Aisyah, pria itu juga diam mematung saat melihat wajah Aisyah tanpa cadar.
Di detik berikutnya, Aisyah yang mulai sadar dari keterkejutannya dengan cepat langsung menutup wajahnya dengan cadar yang sudah berada di tangannya, sembari berteriak.
Teriakan Aisyah sukses membuat pria itu tersadar, "maaf Mbak, sepertinya saya salah masuk toilet," ujar pria itu dan langsung berlari keluar.
"Astaghfirullah, apa aku salah masuk toilet?" gumamnya saat sudah berada di luar dan berbalik melihat gambar simbol di samping pintu toilet itu.
"Astaga, aku beneran salah masuk," ucap pria itu sembari menepuk jidatnya.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
bunda syifa
Thor maaf klo boleh saran kata "astaga" nya d ganti yg lain meskipun bukan istighfar tapi yg lebih masuk lah dalam novel yg genre nya religius ini🙏🙏
2023-09-12
1
𝕾𝖊𝖗𝖊𝖓𝖆𝖉𝖊 𝕰𝖚𝖓𝖔𝖎𝖆
waahhhh .. pertemuannya 🤭
2022-12-26
1
As Cempreng tikttok @adeas50
semangat thoor
2022-12-26
1