Zafran diam termangu mendengar perkataan ibunya. Sudah lima tahun lamanya pria itu menduda sejak ditinggal pergi oleh sang istri.
Kala itu, Zafran yang sedang merintis bisnis mendapat musibah penipuan hingga modal usahanya raib tak tersisa, membuatnya harus hidup di rumah kontrakan selama beberapa bulan bersama keluarga kecilnya dan ibunya.
Sang istri yang tidak tahan dengan kehidupannya yang melarat, membuat wanita itu nekat selingkuh dengan pria kaya raya. Bahkan demi kehidupannya yang lebih baik, ia tega pergi meninggalkan suami dan anaknya yang masih berusia satu tahun.
Sudah jatuh, ditimpa tangga pula. Peribahasa itu sangat cocok untuk Zafran yang kala itu masih berusia 25 tahun. Keterpurukan sempat melandanya hingga beberapa minggu lamanya. Namun, melihat anaknya dan Ibunya yang selalu menemaninya tanpa mengeluh, pria itu mencoba bangkit kembali.
Hingga di tahun kedua setelah ujian itu, bisnis yang dibangun Zafran dari nol mulai berkembang sedikit demi sedikit, dan di tahun ketiga bisnisnya mulai berkembang pesat hingga saat ini.
"Gimana, Aisyah cocok kan jadi mamanya Khaira?" Suara wanita yang ia panggil mama menyadarkan Zafran dari lamunannya.
"Mama apa-apaan sih? Baru juga ketemu udah mau jadikan dia menantu, kalau dia udah nikah gimana?" ujar Zafran.
"Tenang aja, kalau masalah itu biar mama yang cari tahu sendiri."
"Gimana caranya, Ma? Memangnya Mama tahu dimana tempat tinggalnya?"
"Nggak sih, tapi mama punya cara sendiri," ucap Ibu Sofi sembari menaik turunkan alisnya.
⚓⚓⚓
Waktu telah menunjukkan pukul 10 pagi. Aisyah memarkirkan motornya di halaman sekolah tempat ia mengajar. Dimana suara anak-anak terdengar sedang menghafal Al-Qur'an.
Wanita itu melangkahkan kakinya dengan begitu anggun melewati koridor sekolah menuju kantor para guru.
"Assalamu 'alaikum," ucap Aisyah sembari memasuki ruangan itu.
"Wa'alaikum salam, eh tumben kamu datang terlambat Aisyah?" ujar seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah kepala sekolah di sekolah Tahfizh Qur'an itu.
"Maaf, Bunda, tadi ada sedikit musibah di jalan," jawab Aisyah sembari mendudukkan bokongnya di kursi tempat kerjanya.
"Musibah? Kamu kena muaibah, Syah?"
Aisyah menggeleng pelan sembari tersenyum. "Bukan saya, Bunda, tapi ada ibu-ibu yang mendapat musibah di jalan tadi, jadi saya temenin beliau ke rumah sakit."
"Masya Allah, baik sekali kamu, Nak," puji wanita itu, membuat Aisyah hanya tersenyum kikuk.
Pukul 10.30, waktu bagi Aisyah untuk masuk di kelasnya. Para murid yang rata-rata masih berusia kanak-kanak itu sangat antusias jika yang masuk adalah Aisyah, sebab wanita itu memiliki sisi keibuan dan sikap lembut yang membuat semua anak-anak betah di sampingnya.
Hingga tidak terasa, jam sekolah berakhir. Aisyah hendak melangkahkan kakinya keluar kelas, tapi suara cempreng seorang gadis kecil membuat langkahnya terhenti dan berbalik ke arah sumber suara.
"Ummi," panggil gadis kecil itu sambil berlari kecil lalu memeluk tubuh Aisyah yang kini sudah dalam posisi bertekuk lutut, membuat gadis kecil itu dapat memeluk tubuhnya dengan leluasa.
"Ummi, Khaira rindu Ummi kok lambat datang sih?" ujar gadis itu begitu manja sembari melepas pelukannya.
"Maaf yah, Sayang, ummi tadi ada urusan di luar sebentar, oh iya Khaira hari ini di jemput sama siapa, Sayang?" tanya Aisyah begitu lembut.
"Sama Oma kayaknya deh, soalnya pak Shobri tadi bilang mau pulang kampung," jawab Khaira.
"Oke, kalau gitu biar ummi temani kamu menunggu." Aisyah meraih tangan mungil Khaira lalu membawanya ke depan gerbang.
Satu jam kini telah berlalu, namun jemputan Khaira tak kunjung datang. Bahkan anak itu mulai gelisah di tempatnya.
Aisyah mencoba menanyakan alasan gadis itu gelisah, dan jawaban yang keluar dari mulut gadis itu membuat Aisyah gemes sendiri.
"Lapar." Khaira tidak bisa menahan lagi rasa laparnya padahal beberapa jam yang lalu ia sudah menghabiskan bekal makanannya.
Aisyah tentu saja dengan senang hati ingin mengajak gadis kecil itu makan, hanya saja ia takut jika ia pergi nanti, Omanya akan khawatir karena tidak mendapati cucunya di depan sekolah.
Beberapa menit telah berlalu, namun jemputan Khaira belum datang juga, sementara gadis itu sudah berkali-kali merengek minta makan. Hingga membuat Aisyah mau tidak mau harus segera membawanya pergi untuk mencari makan.
Namun, baru beberapa langkah menyeberang jalan, suara bariton pria menahan langkah mereka.
"Hei, mau dibawa kemana Putriku?" teriak seorang pria sambil berlari ke arah mereka.
Refleks dua orang berbeda usia itu berbalik ke arah sumber suara.
"Papa!" teriak Khaira lalu berlari ke arah pria itu.
"Itu kan anaknya Ibu Sofi," lirih Aisyah, ia hanya diam di tempat sambil memperhatikan Khaira yang kini sedang memeluk pria itu.
Setelah memeluk sang ayah, Khaira menarik tangan Zafran dan membawanya ke tempat di mana Aisyah berdiri.
"Papa, kenalkan, ini Ummi Aisyah, Ummi yang ngajarin Khaira di sekolah." Khaira memperkenalkan Zafran kepada Aisyah, gadis berusia 6 tahun itu bahkan menarik tangan sang ayah untuk bersalaman dengan Aisyah.
Namun, wanita bercadar itu dengan cepat menangkupkan kedua telapak tangannya.
Zafran yang saat ini tangannya sudah terulur karena tarikan Khaira langsung menarik tangannya dan melepas tarikan tangan putri kecilnya itu dengan pelan.
"Aisyah." Ia kembali memperkenalkan dirinya kepada Zafran.
"Kamu kan yang tadi di rumah sakit?" Zafran sejenak merasa ragu sebab wajah Aisyah yang tertutupi cadar, membuat pria itu agak sulit mengenalinya hanya dalam sekali pertemuan.
"Iya, itu saya, maaf saya tadi hendak membawa Khaira pergi makan karena sejak tadi dia mengeluh lapar, tapi karena Bapak sudah disini, saya langsung pamit pulang saja," ujar Aisyah.
"Ummi jangan pergi dulu, kita makan bareng yuk, nanti Papa yang traktir," ucap Khaira tanpa beban sama sekali.
Sementara Zafran yang terseret namanya hanya bisa tersenyum kikuk sambil mengangguk pelan saat Aisyah menoleh sekilas ke arahnya.
Aisyah berjalan mendekati Khaira, ia sedikit membungkukkan badan untuk menyejajarkan tingginya dengan gadis kecil di hadapannya.
"Khaira, ummi minta maaf karena tidak bisa ikut makan dengan Khaira, ummi harus segera pulang," ucap Aisyah sembari mengusap lembut kepala gadis kecil itu yang tertutup kerudung.
Zafran yang melihat interaksi kedua wanita beda usia itu hanya tersenyum tipis, bahkan hampir tidak terlihat.
"Tapi, Ummi, Khaira mau makan sama Ummi dan Papa, Khaira tidak pernah makan bareng Mama soalnya, jadi kalau ada Ummi, Khaira akan merasa seperti memiliki Mama," ujar Khaira merengek dengan mata berkaca-kaca.
Sejenak Zafran menatap sendu sang putri, ia benar-benar tidak tega melihat putrinya yang sangat merindukan sosok seorang ibu di sisinya, namun sampai saat ini ia belum bisa memenuhi keinginannya.
Begitu pun dengan Aisyah yang juga baru mengetahui faktanya, dan tentu saja ia juga merasa sedih melihat gadis sekecil Khaira tumbuh tanpa di dampingi oleh ibunya.
"Sayang, insya Allah di lain waktu kita makan bersama yah, sekarang biarkan Ummi Aisyah pulang dulu, nanti dicariin sama ayah dan ibunya loh," ujar Zafran, membuat Khaira menatap sendu Aisyah, namun langsung mengangguk pelan.
"Baiklah, Papa," jawabnya lesu.
Mereka pun akhirnya berpisah di tempat itu.
Dan Aisyah mulai melajukan motornya untuk pulang ke rumahnya.
"Jadi Khaira sudah tidak memiliki Ibu, kasihan kamu nak," batinnya.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Saskia Bekasi
jadi jodoh aisyah siapa author
2023-03-11
1
As Cempreng tikttok @adeas50
kamu adalah calon ibu, aisyah.. asik😌
2022-12-16
3
As Cempreng tikttok @adeas50
mantab thoor😍
2022-12-16
3