Pagi mulai menjemput, membawa kehangatan mentari mengikis dinginnya angin di pagi hari.
Aisyah tengah berdiri di depan sebuah gerbang pesantren yang cukup tinggi sambil menarik sebuah koper besar, tempat di mana masa kecil hingga masa remaja yang penuh canda tawa ia lalui dengan penuh cinta, tak ada luka tak ada noda.
Senyuman tipis tersungging di wajah cantiknya saat ingatannya kembali berputar pada 3 tahun lalu, di mana kala itu ia masih berstatus sebagai santriwati berusia 18 tahun, yang sebentar lagi akan menginjakkan kakinya di bangku kuliah.
Aisyah Sidqia Rahman, gadis yang memiliki sifat tulus, lembut dan keibuan itu merupakan anak seorang Kiai bernama Rahman yang tinggal di sebuah pesantren terkenal, tidak hanya pesantrennya yang terkenal, namun sikap tulus dan dermawan dari Kiai Rahman juga membuatnya semakin di kenal banyak orang. Selain memiliki pesantren, mereka juga memiliki beberapa usaha lain seperti rumah makan dan mini market.
Kala itu, Zaid yang dulu merupakan kakak kelas Aisyah sekaligus cinta pertama Aisyah dalam diam tiba-tiba datang untuk melamarnya. Tentu saja Aisyah merasa senang akan hal itu, namun berbeda dengan ayahnya yang sudah lebih dulu mengenal pria itu sebagai salah satu santrinya.
Menurut Kiai Rahman, Zaid merupakan salah satu alumni yang agak plin plan dalam mengambil keputusan, hal itu membuat Kiai Rahman sedikit khawatir dan ragu. Namun, saat melihat kebahagiaan yang terpancar di mata sang putri, Kiai Rahman berusaha berpikir positif, dan menerima lamaran Zaid.
Tepat setelah kelulusan Aisyah, ia pun resmi menyandang status sebagai istri seorang Zaidul Bahar. Meski Aisyah baru berusia 18 tahun, namun karena kecerdasannya dan kemampuannya menghafal Al-Qur'an yang luar biasa, ia dipanggil untuk menjadi guru di sebuah sekolah khusus penghafal Qur'an sesuai impiannya selama ini, meski ia harus menunda kuliahnya.
Satu bulan setelah menikah, Aisyah dinyatakan hamil, tentu itu adalah kabar yang sangat membahagiakan bagi pasangan suami istri itu. Namun naasnya, di usia kandungan yang baru menginjak 2 bulan, Aisyah mengalami kecelakaan tragis, hingga membuat kandungannya tidak dapat diselamatkan. Tidak sampai di situ, dokter juga mengatakan bahwa salah satu ovarium Aisyah rusak, dan Aisyah kini hanya memiliki satu ovarium yang masih berfungsi. Tentu peluang hamil bagi wanita yang memiliki dua ovarium dan satu ovarium sangatlah berbeda.
Hal itu sempat membuat Aisyah dilanda kesedihan yang sangat dalam, namun Zaid datang dan memeluknya saat itu untuk menenangkannya. Masih teringat jelas perkataan manis Zaid kala itu.
Aisyah, kamu adalah istriku yang sangat kucintai, bagaimana pun keadaanmu, mas akan selalu menerimamu apa adanya, ada atau tidak ada anak itu sama saja, sebab semua adalah rezeki dari Allah, kita hanya bisa menerima.
Sungguh perkataan Zaid sangat menyentuh hati Aisyah. Tak heran, setelah itu Aisyah kembali semangat dalam menjalankan aktivitasnya sebagai seorang istri dan guru sebagaimana biasanya.
Suatu hari, Zaid datang membawa kabar gembira bahwa ia kini diterima bekerja di sebuah perusahaan Nikel, tempat yang menjadi impiannya selama ini. Namun, karena tempatnya yang berada di pulau berbeda dengan tempatnya bersama sang istri saat ini membuatnya begitu dilema.
Sebagai istri, Aisyah sangat mendukung sang suami bekerja disana, bahkan ia berencana resign dari tempatnya bekerja saat ini untuk menemani sang suami ke mana pun ia pergi.
Namun Zaid menolak, ia tidak ingin Aisyah melepaskan pekerjaan yang sudah menjadi impiannya sejak dulu, lagi pula, di sana Zaid belum memiliki rumah sehingga ia tidak ingin menyusahkan Aisyah dengan tinggal di rumah kontrakan.
Awal Zaid bekerja, ia rutin pulang tiap masa cuti yaitu 6 bulan sekali, namun entah kenapa di usia pernikahan mereka yang kedua tahun, Zaid hanya pulang setahun sekali dengan frekuensi saling berkomunikasi melalui telepon yang juga semakin menurun.
Hingga di tahun ketiga pernikahan mereka, Zaid tidak pernah lagi menghubunginya, kecuali saat ia akan datang. Dan kedatangannya kali ini hanya untuk pamit pergi.
"Astaghfirullah," gumam Aisyah menepis ingatannya dengan Zaid yang kini telah menjadi mantan suaminya. Mengingat semua kenangan indah mereka sungguh membuat hati Aisyah sangat perih.
Entah bagaimana ceritanya hingga suaminya itu bisa sampai mengkhianatinya dengan begitu kejam.
⚓⚓⚓
Satu tahun kini telah berlalu.
Aisyah mulai kembali ke aktivitasnya seperti biasa, tidak terlihat lagi raut wajah sedih dan patah hati dari gadis itu. Apalagi saat ini Aisyah telah memutuskan untuk mengenakan cadar. Hal itu membuatnya terlihat jauh lebih baik dan tentu saja jauh lebih cantik.
Sang ibu yang selalu memantau perkembangan putri tunggal mereka dibuat sangat bersyukur akan hal itu. Meski sesekali, Aisyah akan berpamitan ke dermaga di kala senja, bukan untuk menunggu kedatangan mantan suami, melainkan saat itu ingatan menyakitkan sedang menghampirinya, dan dengan melihat senja di dermaga, bisa mengurangi sedikit kesedihannya.
Seperti saat ini, Aisyah tengah bersiap di depan cermin. Terlihat jelas dari pantulan cermin itu sesosok wanita yang begitu cantik, mata indah yang begitu bersih, hidung mancung, bibir tipis serta kulit putih yang begitu terawat. Dan semua itu tampak begitu anggun dengan balutan kerudung berwarna soft pink dan gamis berwarna putih.
"Apa kamu akan pergi ke sana lagi, Nak?" tanya ibu Lina yang baru saja masuk ke dalam kamar sang putri.
"Iya, Ummi, Aisyah ingin lihat senja, senja di dermaga sana sangat indah."
"Apa ingatan menyakitkan itu masih saja mengganggumu?" selidik Ibu Lina.
Aisyah meggelengkan kepalanya pelan dengan senyuman di balik cadarnya.
"Aisyah hanya ingin lihat senja dan sunset saja kok, Ummi tidak perlu khawatir," jawab Aisyah, tentu saja ia harus sedikit berbohong agar sang ibu tidak khawatir dengan keadaannya.
"Kamu tidak bohong kan?" Aisyah menganggukkan kepalanya pelan, masih dengan senyuman yang tersembunyi di balik cadarnya, namun tetap dapat terlihat melalui mata.
Setelah berpamitan, Aisyah akhirnya berangkat menuju dermaga dengan menggunakan motor maticnya.
Hembusan angin yang menerpa wajahnya, membuat wanita itu turut merasakan kenyamanan. Hingga tidak terasa, motor itu kini telah tiba di tempat parkir dermaga.
Kedatangannya di dermaga itu bersamaan dengan sandarnya sebuah kapal tugboat. Namun, Aisyah tidak menghiraukan itu, pandangannya mengarah ke depan di mana langit jingga tampak begitu indah di hadapannya.
"Sungguh besar ciptaan Allah, indahnya senja di ciptakan oleh Sang Pemilik Keindahan. Sang Penyejuk qalbu, di kala hatiku sedang panas dan terluka. Dan Sang Penerang jalan di kala kakiku melangkah tak tentu arah di tengah gelapnya pengkhianatan." Aisyah membatin penuh takjub.
Merasa puas dengan indahnya senja dan sunset, Aisyah memutuskan untuk segera kembali, mengingat sebentar lagi adzan maghrib akan berkumandang.
Namun saat ia berbalik, tidak sengaja pandangan matanya bertemu dengan pandangan mata seorang pria yang juga sedang memandang ke arahnya.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Ayu Nuraini Ank Pangkalanbun
mulai ada cwe lain cma garam ank aja dah melirik cwe lain ck
2023-03-14
2
@Kristin
ya ampun sabar ya... Aisyah 💪
2023-02-03
1
teti kurniawati
kibul buaya.. sebel. akuhh..
2023-01-22
1