Embusan angin di pagi hari yang begitu dingin ditambah desiran ombak yang begitu indah, membuat siapa saja yang merasakannya akan betah berlama-lama di lautan.
Akmal, pria berusia 27 tahun itu kini sedang berdiri di ujung kapal tugboat sembari menatap lurus ke depan. Keningnya mengerut bahkan kedua alis tebalnya hampir bertautan.
"Ya Allah, ini kedua kalinya saya bertemu dengan wanita itu, tapi kenapa wanita itu berhasil mengusik pikiranku," batinnya
Di detik berikutnya Akmal menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak tidak, aku tidak ingin jatuh cinta lagi, cukup sekali saja aku merasakan patah hati karena cinta," monolognya menepis semua hal tentang cinta yang mengganggu pikirannya.
"Kau kenapa lagi, Bro?" tanya Agung yang datang dari belakang Akmal.
Pria itu menoleh ke arah Agung lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak apa-apa, hanya menikmati embusan angin yang sejuk ini," ucapnya beralasan.
"Oh iya, Bro, ada yang ingin aku sampaikan, tapi kau jangan marah," ujar Agung.
"Apa itu?" tanya Akmal sambil menatap lurus ke depan.
"Ada seseorang yang minta dikenalkan dengan kau," jawab Agung.
"Katakan padanya bahwa aku ini duda yang sudah punya banyak anak." Akmal menjawab dengan begitu santai.
"Kalau aku mengatakan itu, dia akan semakin tertarik dengan kau." Kening Akmal kembali mengerut mendengar ucapan sahabatnya itu.
"Kenapa seperti itu?"
"Karena dia nenekku, buahahahah," ucap Agung langsung lari sebelum kaki panjang Akmal melayang ke arahnya.
"Awas kau Gung Gung, aku buang kau ke tengah laut," ancam Akmal.
Sementara itu Agung justru tertawa begitu keras karena berhasil mengerjai sahabatnya itu.
"Aku cuma bercanda, Bro. Lagian mau sampai kapan kau akan menjomblo seperti itu, usiamu sudah mendekati kepala tiga, aku saja sudah punya dua ekor," ujar Agung kembali berjalan ke arah Akmal.
"Tak perlu urusi kejombloanku, urus saja ekormu itu," jawab Akmal ketus lalu kembali menatap laut lepas di hadapannya.
"Apa kau sama sekali tidak ingin belajar membuka hati? Ku pikir kau tertarik dengan wanita bercadar di dermaga itu sebab sudah dua kali aku memergoki kau diam mematung melihatnya."
"Melihatnya bukan berarti aku menyukainya, aku hanya sedikit kagum padanya."
Agung menjentikkan jarinya di hadapan Ammar. "Nah itu maksud aku, sebab kekaguman yang berawal dari mata bisa turun ke hati menjadi cinta."
"Sok tahu kau, hatiku sudah ku gembok jadi tidak akan turun kesini," sanggah Akmal sembari menunjuk dada bidangnya.
⚓⚓⚓
Pagi ini, Aisyah akan memulai kembali aktivitasnya sebagai seorang guru di sekolah tahfizh Qur'an. Setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya, wanita bercadar itu melajukan motor matic kesayangannya menuju ke tempatnya bekerja sebagaimana biasa.
Namun, ditengah jalan, Aisyah melihat orang-orang berkerumun di tepi jalan raya, entah apa yang terjadi, tapi hal itu cukup menarik perhatiannya.
Wanita itu menepikan motornya lalu berjalan melihat apa yang terjadi. Rupanya baru saja terjadi kecelakaan yang menimpa seorang wanita paruh baya, dan di antara mereka tak ada yang berani menolongnya karena takut.
"Innalillahi wa innailaihi rojiun," ucapnya sembari masuk ke dalam kerumunan dan mendekati wanita paruh baya yang tidak sadarkan diri dan kepalanya sudah mengeluarkan darah.
"Maaf pak, apa sudah ada yang menghubungi ambulans?" tanya Aisyah kepada pria yang berdiri di dekatnya.
"Sudah, sebentar lagi pasti datang," jawab pria itu.
Dan benar saja, beberapa menit kemudian, suara sirine ambulans terdengar semakin mendekat dan tiba di dekat kerumunan orang tersebut.
Tanpa menunda waktu, para petugas ambulans langsung memasukkan wanita paruh baya itu ke dalam van ambulans.
"Apa ada kerabat nyonya ini disini?" tanya salah satu petugas, namun tidak ada yang menjawab.
"Saya pak, saya akan ikuti kalian dari belakang dengan motor saya," ujar Aisyah.
Ambulans pun akhirnya melaju dengan cepat membelah padatnya jalan di pagi hari, sementara Aisyah ikut melaju di belakang ambulans tersebut.
Tak menunggu lama, kini ambulans telah tiba di rumah sakit terdekat, wanita paruh baya itu segera dibawa dengan menggunakan brangkar dan Aisyah mengikutinya.
Setelah melalui prosedur penangan darurat, dan Aisyah juga sudah mengurus administrasi rawat inap, kini wanita paruh baya itu dipindahkan ke sebuah kamar rawat pasien.
Aisyah mendekati wanita paruh baya itu yang masih belum sadar, rencananya untuk ke sekolah terpaksa ia tunda dulu sampai ia bisa memastikan bahwa wanita di hadapannya kini baik-baik saja.
Perlahan wanita paruh baya itu membuka matanya dan mengedarkan pandangannya ke segala arah, hingga pandangannya tertuju pada wanita bercadar yang sedang berdiri di sampingnya.
"Alhamdulillah Ibu sudah sadar, bagaimana perasaan ibu sekarang?" tanya Aisyah begitu lembut.
Sejenak wanita paruh baya itu diam menatap wanita di hadapannya lalu tersenyum.
"Ibu baik, Nak. Jadi kamu yang menolong ibu sampai disini?"
"Bukan saya bu, saya hanya menemani ibu sampai disini, yang menolong ibu tadi itu para warga yang mendapati ibu kecelakaan," jawab Aisyah.
"Terima kasih, Nak, sudah mau membantu ibu, kalau boleh tahu nama kamu siapa, Nak?"
"Nama saya Aisyah, Bu."
"Kenalkan, saya Sofia, kamu bisa panggil saya Ibu Sofi." Wanita paruh baya itu memperkenalkan diri.
"Assalamu 'alaikum," ucap seorang pria sembari membuka pintu.
"Wa'alaikum salam," jawab Aisyah dan Ibu Sofi bersamaan.
"Ma, apa yang terjadi? Bagaimana keadaan mama?" tanya pria itu sangat khawatir sembari memeluk ibu Sofi.
"Mama sudah lebih baik sekarang, Sayang," jawab ibu Sofi.
"Maaf, Bu, karena keluarga ibu sudah datang, saya pamit undur diri dulu," ucap Aisyah.
"Tunggu, Nak. Kenalkan ini anak saya Zafran. Zafran, ini Aisyah, dia yang sudah membawa mama kesini." Ibu Sofi memperkenalkan putranya dengan Aisyah dan begitu pun sebaliknya.
Aisyah menangkupkan kedua tangannya sambil menunduk, begitu pun dengan Zafran, pria itu melakukan hal yang sama, lalu berjalan ke arah Aisyah.
"Ini kartu nama saya, mbak boleh kirim nomor rekening mbak ke nomor saya, insya Allah saya akan mengganti semua biaya administrasinya," ujar pria itu sembari menyodorkan kartu namanya.
Aisyah hanya melihat kartu nama itu, tapi tidak mengambilnya. Wanita bercadar itu justru kembali menangkupkan kedua tangannya.
"Tidak perlu, saya ikhlas membantu Ibu Sofi, kalau begitu saya permisi dulu, assalamu 'alaikum," ucap Aisyah setelah menunduk kepada ibu Sofi lalu pergi.
Sementara Zafran menarik kembali tangannya yang masih memegang kartu nama.
"Nak," panggil Ibu Sofi, membuat Zafran langsung berbalik ke arah ibunya.
"Iya, Ma?"
"Sudah lima tahun kamu hidup sendiri, apa kamu tidak berpikiran untuk menjalani rumah tangga lagi? Kasihan Khaira, dia pasti merindukan sosok ibu di sampingnya." Ibu Sofi berbicara hati-hati.
Zafran mengerutkan keningnya mendengar perkataan sang Ibu. "Kenapa tiba-tiba Mama bicara seperti itu?" Bukannya menjawab, pria itu justru kembali bertanya.
"Entahlah, setelah melihat Aisyah tadi, mama tiba-tiba ingin memiliki menantu seperti dia."
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
bunda syifa
jadi si Khaira itu bukan anak nya Ainun toh Thor
2023-09-12
1
Mommy QieS
satu kuntum gift 🌹 dan tips iklan untuk Aisyah 😊
2023-01-21
1
Mommy QieS
aduh tebakan ku salah. Aku kira ibunya Akmal. Ternyata bukan 😁😁😁
2023-01-21
1