"Ayo naik anak-anak, kalian jangan godain gadis terus, waktunya kita harus berjuang untuk mendapatkan hak kita, biar masa depan kalian cerah," ucap Fras sambil merangkul ke tiganya."
"Iya Pa."
"Iya Om."
"Panggil papa saja, kalian juga anak-anak saya."
"Beneran Om, eh... Papa."
Fras pun mengangguk, dia senang jika Artha dan Dirta mau menganggapnya sebagai pengganti orangtua mereka.
"Terimakasih Pa," ucap keduanya serempak sambil memeluk Fras.
"Ibu juga iri nih, panggil mama juga dong, biar klop."
"Eh, boleh Bu."
"Tentu, dari dulu mama sudah menganggap kalian anak. Berkat kalian, Arga terinspirasi bagaimana caranya agar kami bisa bertahan hidup."
"Ah, Mama bisa saja. Kami yang banyak belajar dari Arga. Belajar mensyukuri hidup," ucap Dirta.
"Alhamdulillah, terimakasih Ma...Pa, kami jadi memiliki orangtua di sini. Ayah dan ibu di kampung pasti sangat senang, jika mendengar hal ini. Horeee...kita sudah menjadi satu keluarga," teriak Artha.
"Hush, malu dilihatin orang," ucap Arga.
"Biarin! biar dunia tahu, aku punya orangtua ganda. Ya 'kan Dir?"
"Iya lho Ga, kita sekarang bukan hanya teman tapi saudara," timpal Dirta sambil merangkul Arga dan Artha.
"Sudah-sudah, ayo kita pulang," ajak Mirna yang duluan masuk ke dalam mobil.
Fras tidak pernah menyangka, hidupnya akan sebahagia ini, meski dia baru saja kehilangan sang ibu, tapi Tuhan mengirim empat orang sekaligus sebagai gantinya.
Sepanjang perjalanan dipenuhi dengan canda tawa, sejenak Arga bisa melupakan rasa kecewa dan rasa sedihnya.
Sesampainya di rumah, Dirta dan Artha langsung mengajak Arga masuk ke kamar. Mereka sudah tidak sabar ingin mendengarkan cerita Arga, kenapa tadi sempat sedih di tempat pesta.
Sementara Fras dan Mirna masih ingin menikmati cahaya purnama di teras samping sambil ngobrol tentang masa depan mereka.
Fras memeluk Mirna sambil berkata, "Terimakasih Mama anak-anakku, kalian telah memberiku kebahagiaan di sisa usiaku ini."
"Aku yang seharusnya berterimakasih Mas. Aku dulu selalu berpikir, tidak ada lagi pria baik yang akan hadir dalam hidupku selain Mas Riko. Ternyata aku salah."
Fras mempererat pelukannya, lalu dia bertanya, "Riko pasti sangat baik ya, hingga kamu begitu setia, meski dia sudah lama tiada."
"Iya Mas, dia cinta pertamaku. Kami sempat terpisah, aku merantau menjadi TKW dan dia dipaksa menikah dengan Gishella, gadis pilihan orangtuanya."
"Lalu, apakah orangtuanya setuju Riko menikahimu?"
"Sampai sekarang keluarganya tidak ada yang tahu, jika kami telah menikah. Mereka tidak mengenal Arga sebagai cucunya, yang mereka tahu cucu mereka hanya Rendi."
"Rendi?"
"Iya, anak Gishella dari pria lain. Tapi, Mas Riko tidak pernah memberitahu siapapun kecuali aku, jika Rendi itu bukan putranya. Gishella sudah hamil saat menikah dengan Mas Riko."
"Harusnya Arga pewaris tunggal, tapi malah tersingkir akibat rahasia yang kalian sembunyikan."
"Takdir Mas. Kami sebenarnya akan mengatakan semuanya setelah Mas Riko pulang dari Kalimantan, ternyata Tuhan punya sekenario lain. Mas Riko mengalami kecelakaan pesawat dan selamanya tidak akan pernah kembali."
"Kamu harusnya memberitahu keluarga Riko, jika Arga itu cucu mereka Mir."
"Nggak Mas, aku nggak mau membuat hidup Arga terancam. Sebisa mungkin, aku akan menjauhkan Arga dari keluarga Mas Riko dan juga dari Gishella serta putranya."
"Tapi, Arga berhak tahu siapa Kakek dan neneknya Mir."
"Nanti ada waktunya Mas, saat ini aku belum bisa," ucap Mirna sedih.
"Jangan sedih Sayang. Aku akan berusaha membuat Arga tidak disepelekan siapapun. Suatu saat mereka akan menyesal, pernah menolakmu sebagai wanita yang Riko cintai."
Mirna menyembunyikan wajahnya di dada Fras, dia menangis di sana. Mirna teringat masa-masa sulit dan pahit yang dia alami bersama Arga setelah kematian Riko.
"Jangan menangis Sayang, semuanya sudah berlalu. Aku akan membahagiakan kalian. Lupakanlah kepahitan itu, mereka pasti akan menerima ganjaran karena tidak memberikan hak kalian."
"Tapi, aku kok jadi penasaran Yang, siapa sebenarnya orangtua Riko. Apakah mereka sekarang masih hidup?"
Mirna menggeleng, lalu mempererat pelukannya terhadap Fras. Fras pun mencium puncak kepala istrinya dan berkata, "Apakah aku boleh meminta sesuatu Yang?"
"Apa Mas," tanya Mirna sembari mendongakkan kepala.
"Anak dari kamu dan adik untuk Arga."
Mirna pun memandang wajah Fras, dia tidak boleh egois. Fras punya hak penuh atas dirinya.
"Besok kita konsultasi ke dokter ya Mas. Usia kita tidak lagi muda, mungkin dengan bantuan ikut program atau minum vitamin yang disarankan dokter akan mempercepat keinginan kita terwujud. Tentu saja dengan dibantu doa."
"Terimakasih Yang. Terimakasih atas kesediaanmu. Bagaimana dengan Arga, apa dia tidak keberatan jika memiliki adik?"
"Arga itu anak baik Mas, dia pasti setuju. Dia akan senang jika melihat kita bahagia. Dulu, saat pertama kali mas Fras melamarku, malah dia yang memintaku untuk menerima Mas. Tapi waktu itu aku benar-benar belum siap."
"Iya, aku paham. Makanya waktu itu, aku tidak berani mendesakmu. Ternyata kesabaran berbuah manis, Tuhan mentakdirkan kamu menjadi jodohku."
Hari semakin larut, cahaya bulan pun menjadi saksi, sepasang insan yang tak lagi muda, saling berjanji akan hidup bersama sampai menutup mata.
Fras menggendong Mirna yang tertidur di dalam pelukannya, dia tidak tega untuk membangunkan kekasih hatinya itu.
Kini hati Fras merasa tenang telah mengatakan hal yang selama ini mengganjal hatinya. Diapun merebahkan diri di sisi sang istri dan akhirnya ikut tertidur.
Dirta dan Artha saat inipun ikut bingung setelah mendengar cerita Arga mengenai Papanya yang ternyata masih hidup.
"Kita nggak mungkin mengatakan hal ini kepada Mama Ga, tapi bagaimana jika kita ceritakan semua ini kepada Papa Fras, barangkali beliau bisa kasi elu saran," ucap Dirta.
"Iya Ga, aku setuju dengan Dirta. Papa pasti lebih bijak menyikapi masalah ini. Beliau yang akan menentukan apakah harus memberitahu mama atau tidak."
"Aku tidak ingin mama tahu. Cukup sudah penderitaan yang mereka timbulkan. Jika memang papa Riko mencintai mama, dia pasti sudah mencari kami."
"Berpuluh tahun, dia membiarkan kami hidup terlunta dan menderita, sedangkan mereka hidup enak, bergelimang harta. Aku benci dia! Aku benci!" teriak Arga.
Untung saja kamar mereka kedap suara hingga tidak membangunkan penghuni lain yang saat ini sudah terlelap semua.
"Ga, yang sabar ya. Kamu jangan berprasangka dulu. Tidak baik membenci tanpa tahu alasan apa yang membuat papa Riko melupakan kalian," ucap Dirta sambil memeluk Arga yang kini sedang terisak.
Hati Arga menjadi rapuh, manakala rasa kecewa datang mendera. Rasa bangganya terhadap sang Papa, sirna dalam sekejap. Arga merasa di khianati oleh orang yang selama ini paling dia sayangi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Pendi
berbelit belit
2024-01-17
0